WHY
John Peter Bologna mengemukakan sejumlah poin yang menjelaskan mengapa kejadian ini memiliki sebab dan akibat. Pasalnya, persoalan dalam kasus Meikarta adalah persoalan serupa yang menyangkut poin satu sampai tiga. Menurut John Peter, dalam kasus Proyek Meikarta PT. Mahkota Sentosa Utama (MSU), keserakahan memainkan peran penting dalam memaksimalkan pendapatan. Itu salah mengoptimalkan keuntungan dan berulang kali mencemooh hukum. Keserakahan (Greed) ditampilkan dalam memaksimalkan pendapatan melalui izin yang ditipu hingga melebihi kapasitas yang diizinkan. Ini akan memupuk rasa menang terus-menerus sehingga pejabat-pejabat penting bisa disuap untuk memalsukan dokumen perizinan. Jelas bahwa Indonesia dengan tegas melarang perilaku ini. Karena dapat mengakibatkan kerugian bagi pemerintah, korupsi merugikan masyarakat karena mendorong seseorang untuk bertindak dengan keserakahan yang berlebihan dalam upaya menguasai perekonomian. Kemudian, ada peluang dengan prosedur perizinan. Pencerahan Untuk melunasi izin, Proyek Meikarta juga bekerja sama dengan pejabat kota Bekasi, namun mereka memalsukan berbagai dokumen, termasuk izin. Mereka percaya bahwa mereka dapat mengubah izin tanah yang belum disetujui oleh pemerintah daerah jika mereka memiliki kesempatan untuk menjalin hubungan dengan pejabat pemerintah daerah.
WHAT
Robert Klitgaard adalah Profesor Universitas di Claremont Graduate University, di mana dia menjabat sebagai Presiden dari tahun 2005 hingga 2009. Dia sebelumnya menjabat sebagai Dekan Sekolah Pascasarjana Pardee RAND, di mana dia juga Profesor Ford Distinguished Pembangunan Internasional dan Keamanan. Dia telah dua kali menjadi Profesor Tamu Tamu Kehormatan Li Ka-shing di Sekolah Kebijakan Publik Lee Kuan Yew, Universitas Nasional Singapura. Dia adalah Profesor Ekonomi di Universitas KwaZulu-Natal, Durban; Profesor Ekonomi Lester Crown di Yale's School of Management; dan Associate Professor Kebijakan Publik di Harvard Kennedy School, di mana dia juga menjabat paruh waktu sebagai Asisten Khusus untuk Presiden Harvard Derek Bok. Klitgaard memberi nasihat kepada pemerintah tentang strategi ekonomi dan reformasi kelembagaan, dan pekerjaan konsultasi serta penelitiannya telah membawanya ke lebih dari 30 negara di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Dia disebut sebagai "pakar korupsi terkemuka di dunia" (The Christian Science Monitor). Dia telah bertugas di fakultas Forum Ekonomi Dunia, dewan redaksi Theoria dan Jurnal Sastra Ekonomi, dan Dewan Asosiasi Evaluasi Pembangunan Internasional. Selain banyak artikel, ia telah menulis sejumlah buku: Berani dan Rendah Hati: Cara Memimpin Kolaborasi Publik-Swasta-Warga (under review). Empat studi kasus kemitraan lokal dalam pelestarian budaya, keindahan kota, sekolah menengah teknologi tinggi, dan pengembangan ekonomi lokal memberikan inspirasi dan panduan praktis bagi para pemimpin di Bhutan dan di seluruh dunia.
Kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Corruptio memiliki arti beragam yakni tindakan merusak atau menghancurkan. Corruptio juga diartikan kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.
Kata corruptio masuk dalam bahasa Inggris menjadi kata corruption atau dalam bahasa Belanda menjadi corruptie. Kata corruptie dalam bahasa Belanda masuk ke dalam perbendaharaan Indonesia menjadi korupsi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.
Definisi lainnya dari korupsi disampaikan World Bank pada tahun 2000, yaitu "korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan publik untuk keuntungan pribadi". Definisi World Bank ini menjadi standar internasional dalam merumuskan korupsi.
Pengertian korupsi juga disampaikan oleh Asian Development Bank (ADB), yaitu kegiatan yang melibatkan perilaku tidak pantas dan melawan hukum dari pegawai sektor publik dan swasta untuk memperkaya diri sendiri dan orang-orang terdekat mereka. Orang-orang ini, lanjut pengertian ADB, juga membujuk orang lain untuk melakukan hal-hal tersebut dengan menyalahgunakan jabatan.
Lembaga Transparency International yang setiap tahunnya merilis Indeks Persepsi Korupsi (IPK) mendefinisikan korupsi sebagai perbuatan tidak pantas dan melanggar hukum oleh pejabat publik, baik politisi atau pegawai negeri, demi memperkaya diri sendiri atau orang-orang terdekat dengan menyalahgunakan wewenang yang dipercayakan oleh publik.
Sementara Hong Kong Independent Commission Against Corruption (ICAC) menyebutkan bahwa korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang oleh pejabat publik dengan melakukan pelanggaran hukum terkait tugas mereka, demi mencari keuntungan untuk diri dan pihak ketiga.
Dalam Pasal 8 UN Convention Against Transnational Organized Crime and The Protocol Thereto yang digagas Kantor PBB Urusan Narkoba dan Kejahatan (United Nations Office on Drugs and Crime-UNODC), korupsi memiliki dua definisi.
Pertama, korupsi adalah menjanjikan, menawarkan, atau memberikan kepada pejabat publik, baik secara langsung maupun tidak langsung, suatu keuntungan yang tidak semestinya, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang atau badan lain, agar pejabat tersebut bertindak atau tidak bertindak dalam menjalankan tugas resminya
Kedua, korupsi adalah permintaan atau penerimaan oleh pejabat publik, secara langsung atau tidak langsung, untuk keuntungan yang tidak semestinya, baik untuk pejabat itu sendiri maupun orang atau badan lain, agar pejabat tersebut bertindak atau tidak bertindak dalam atau tidak bertindak dalam pelaksanaan tugas resminya.
UNODC dalam situsnya menyebut korupsi adalah fenomena sosial, politik, dan ekonomi yang kompleks. Korupsi, ujar UNODC, telah merendahkan institusi demokrasi, memperlambat pertumbuhan ekonomi, dan menyebabkan ketidakstabilan pemerintahan.