Mohon tunggu...
Suryanto
Suryanto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Manajemen Zakat dan Wakaf - Universitas Muhammadiyah Jakarta

Inovatif kreatif

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dana Zakat Untuk Makan Bergizi Gratis : Kewajiban Moral atau Strategi Politik?

18 Januari 2025   12:03 Diperbarui: 18 Januari 2025   12:03 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang memiliki peran penting dalam kehidupan sosial dan ekonomi umat Muslim. Dalam konteks ini, muncul pertanyaan mengenai penggunaan zakat untuk menyediakan makanan bergizi bagi masyarakat yang membutuhkan. Apakah ini merupakan kewajiban moral yang harus dipenuhi oleh umat Islam, ataukah hanya sebuah strategi politik untuk meraih simpati dan dukungan dari masyarakat? Dalam tulisan ini, saya berpendapat bahwa penggunaan zakat untuk makanan bergizi adalah kewajiban moral yang harus dipenuhi, karena dapat membantu mengatasi masalah kelaparan dan malnutrisi, serta meningkatkan kesejahteraan sosial secara keseluruhan. Zakat bukan hanya sekadar kewajiban finansial yang harus ditunaikan (telah menenuhi haul dan nisab) tetapi juga merupakan bentuk kepedulian sosial yang mendalam. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT memerintahkan umat-Nya untuk memberikan zakat sebagai cara untuk membersihkan harta dan membantu orang-orang yang kurang beruntung. Menurut Surah Al-Baqarah (2:177), "Kebaikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke timur atau barat, tetapi kebaikan itu adalah beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi, serta memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak-anak yatim, orang miskin, musafir, peminta-minta, dan untuk memerdekakan budak." Ayat ini menunjukkan bahwa zakat seharusnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, termasuk makanan bergizi.

Penggunaan zakat untuk menyediakan makanan bergizi memiliki dampak sosial yang signifikan. Dalam banyak komunitas, masalah kelaparan dan malnutrisi masih menjadi tantangan besar di daerah maupun masalah nasional. Menurut data dari Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), menunjukkan bahwa Indonesia menempati urutan ketiga sebagai negara dengan tingkat kelaparan tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Laporan ini menyoroti tantangan serius yang dihadapi Indonesia dalam mengatasi masalah pangan dan gizi. Berdasarkan Indeks Kelaparan Global (Global Hunger Index/GHI), Indonesia memperoleh skor 16,9. Skor ini menempatkan Indonesia di bawah Timor Leste yang berada di peringkat pertama dengan skor 27, dan Laos di posisi kedua dengan skor 19,8. Hal ini mencerminkan kondisi yang memprihatinkan di tengah upaya pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan. Faktor-faktor seperti kemiskinan, akses terbatas terhadap sumber daya, dan dampak perubahan iklim politik menjadi penyebab utama tingginya tingkat kelaparan. Pemerintah Indonesia telah meluncurkan berbagai program untuk mengatasi masalah ini, termasuk peningkatan distribusi pangan dan bantuan sosial. Namun, para ahli menekankan perlunya pendekatan yang lebih holistik dan kolaboratif untuk memastikan akses pangan yang lebih baik bagi seluruh lapisan Masyarakat. Laporan ini, diharapkan menjadikan motivasi dan kesadaran yang lebih besar tentang pentingnya mengatasi masalah kelaparan di Indonesia, serta meningkatkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk dana zakat. Dengan menggunakan zakat untuk menyediakan makanan bergizi, mengatasi stunting akibat kurangnya gizi dan  tidak hanya membantu memenuhi kebutuhan dasar, tetapi juga berkontribusi pada peningkatan kualitas hidup dan kesehatan masyarakat.

Dari perspektif ekonomi, penggunaan zakat untuk makanan bergizi dapat dilihat sebagai investasi jangka panjang. Dengan memberikan akses kepada makanan bergizi, dana zakat dapat meningkatkan produktivitas masyarakat. Masyarakat yang sehat akan lebih mampu berkontribusi pada ekonomi, sehingga menciptakan siklus positif yang menguntungkan semua pihak. Menurut studi yang dilakukan oleh World Bank, setiap dollar yang diinvestasikan dalam gizi dapat menghasilkan hingga 30 dollar dalam bentuk peningkatan produktivitas dan pengurangan biaya kesehatan. Ini menunjukkan bahwa penggunaan zakat untuk makanan bergizi bukan hanya kewajiban moral, tetapi juga strategi cerdas untuk memajukan ekonomi masyarakat. Salah satu argumen yang sering muncul adalah bahwa penggunaan zakat untuk makanan bergizi dapat dianggap sebagai strategi politik. Beberapa pihak berpendapat bahwa dengan memberikan makanan, lembaga-lembaga tertentu berusaha meraih dukungan politik dan sosial. Namun, argumen ini tidak sepenuhnya valid. Pertama, niat di balik penggunaan zakat seharusnya tidak menjadi fokus utama; yang lebih penting adalah dampak positif yang dihasilkan. Kedua, jika kita mengabaikan kebutuhan mendasar masyarakat hanya karena khawatir akan motivasi politik, kita akan mengabaikan tanggung jawab moral kita sebagai umat Islam.

Di era modern, pengelolaan zakat sering kali berada di bawah pengaruh kebijakan pemerintah. Beberapa negara muslim, seperti Malaysia, Arab Saudi, dan Indonesia, memiliki regulasi yang mengatur pengumpulan dan distribusi zakat. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan efektivitas zakat dalam mengurangi kemiskinan. Pengaruh politik di era modern juga dapat menimbulkan tantangan, seperti: Birokrasi Berlebihan: Keterlibatan politik dapat memperpanjang proses administrasi, sehingga memperlambat distribusi zakat kepada yang membutuhkan. Birokrasi yang berlebihan dalam pengelolaan zakat di Indonesia sering kali dipengaruhi oleh keterlibatan politik, yang berpotensi memperpanjang proses administrasi. Akibatnya, distribusi zakat kepada mereka yang membutuhkan menjadi terhambat dan tidak efisien.

Potensi Penyalahgunaan jika tidak diawasi dengan baik, dana zakat dapat dimanfaatkan untuk kepentingan politik tertentu, unruk membangun citra politik atau memperkuat dukungan elektoral. Sentralisasi pengelolaan zakat dapat mengurangi partisipasi masyarakat dan lembaga swadaya dalam mendukung sistem zakat dan akan memberikan etergantungan pada Pemerintah. Dengan dukungan politik, pemerintah dapat menyediakan infrastruktur yang lebih baik untuk pengumpulan, pengelolaan, menciptakan regulasi yang memastikan pengelolaan zakat berjalan sesuai dengan prinsip syariah dan kebutuhan sosial serta distribusi zakat dan peluang politik dalam pengelolaan zakat. Tantangan dan kerawanan penyalahgunaan kekuasaan dan kewenanagan diatas serta kurangnya koordinasi antara lembaga zakat, keterbatasan teknologi, dan adanya kesenjangan distribusi masih menjadi masalah yang harus diatasi. Di sisi lain, peran politik telah membantu menciptakan regulasi yang lebih baik dan memberikan dukungan untuk program-program pengentasan kemiskinan berbasis zakat.

Penggunaan dan pemanfaatan dana zakat untuk makanan bergizi bukan hanya sekadar mencakup dimensi kewajiban moral, tetapi juga merupakan langkah strategis untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat. Dengan memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, Agar efektif, implementasinya memerlukan pengelolaan yang amanah, profesional, dan transparan serta tidak hanya membantu mereka bertahan hidup, tetapi juga berinvestasi dalam masa depan yang lebih baik. Oleh karena itu, sudah saatnya umat Islam memandang zakat sebagai alat untuk menciptakan perubahan positif dalam masyarakat, bukan sekadar kewajiban yang harus dipenuhi. Dengan demikian, program ini dapat menjadi manifestasi nyata dari tujuan zakat dalam menyejahterakan umat sekaligus mendukung agenda pembangunan sosial yang berkelanjutan Mari gunakan dana zakat dengan bijak, demi kebaikan bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun