Mohon tunggu...
ryansurya
ryansurya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Jurnalistik

"Saya Ryan Surya Setiadi, mahasiswa di UIN Sunan Gunung Djati jurusan Ilmu Komunikasi. Saya antusias mempelajari Ilmu Komunikasi, khususnya dalam penulisan. Saya juga aktif dalam kegiatan musik terutama band , dengan tujuan mengembangkan keterampilan dan wawasan yang dapat bermanfaat bagi masa depan saya."

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Adaptasi Budaya di Era Digital

12 Desember 2024   22:45 Diperbarui: 12 Desember 2024   22:47 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi adaptasi budaya lokal di era digital. ( Ilustrasi oleh Ryan surya)

Di era digital yang terus berkembang, kita menyaksikan bagaimana Budaya global semakin mendominasi sehari hari. lewat media sosial dan internet, akses terhadap budaya populer dunia menjadi sangat mudah. musik, film, hingga tren gaya hidup global kini dapat diakses hanya dengan beberapa sentuhan jari. namun, di tengah derasnya arus globalisasi, muncul pertanyaan penting: Apakah tradisi lokal masih memiliki tempat di hati masyarakat modern?Saat ini generasi muda cenderung lebih mengenal lagu-lagu pop global dibandingkan lagu-lagu daerah. mereka lebih sering menari mengikuti tren TikTok daripada menampilkan tarian tradisional. Bukan berarti tradisi lokal sepenuhnya dilupakan, namun budaya global seringkali mencuri perhatian karena dianggap lebih modern dan relevan dengan gaya hidup masa kini.


Namun, dibalik tantangan ini, era digital juga membawa peluang besar untuk melestarikan dan mempromosikan tradisi lokal. Banyak komunitas kini memanfaatkan platform digital untuk memperkenalkan budaya mereka ke dunia. Festival adat yang dulunya hanya dapat dinikmati secara langsung, kini dapat diakses secara online oleh audiens global. Contohnya, siaran langsung upacara adat atau pertunjukan seni tradisional yang dapat disaksikan oleh siapa saja, dimana saja. generasi muda juga mulai mengambil peran penting sebagai penjaga budaya di dunia digital. Mereka menciptakan konten kreatif yang menggabungkan elemen tradisional dan modern. Seperti Manshur Praditya yang menggabungkan antara alat musik tradisional angklung yang dibalut dengan genre EDM. Dengan pendekatan ini, trradisi lokal tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang dan relevan bagi audiens yang lebih luas.

Tradisi lokal bukan hanya soal ritual atau benda fisik semata. Di dalamnya terkandung nilai-nilai luhur seperti kebersamaan, penghormatan terhadap alam, dan kebijaksanaan hidup yang diwariskan dari generasi ke generasi. Nilai-nilai ini menjadi semakin relevan di tengah dunia yang serba instan dan individualistis. Tradisi lokal mengajarkan kita untuk menghargai waktu, relasi, dan keseimbangan hidup.

Era digital tidak seharusnya menjadi ancaman bagi tradisi lokal. Sebaliknya, ini adalah kesempatan emas untuk mempromosikan budaya kita dengan cara baru yang lebih kreatif dan relevan. Tradisi lokal tetap memiliki tempat di tengah masyarakat modern, asalkan kita mau menjaga dan menghidupkannya. Karena pada akhirnya, identitas kita sebagai bangsa terletak pada warisan budaya yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Tradisi lokal adalah cermin dari siapa kita, dan melalui adaptasi di era digital, kita dapat memastikan bahwa cermin itu tetap bersinar terang, bahkan di tengah dunia yang terus berubah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun