Mohon tunggu...
Ryan Perdana
Ryan Perdana Mohon Tunggu... Administrasi - Pembaca dan Penulis

Kunjungi saya di www.ryanperdana.com dan twitter @ruaien

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Marah karena Maaf

13 Februari 2021   17:47 Diperbarui: 13 Februari 2021   17:50 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Lapar dapat mengalir menuju stres, kecemasan, dan kegelisahan yang bermuara pada amarah. Sinyal lapar yang dikirim otak akan merangsang pelepasan hormon adrenalin kortisol, yang membuat kita sulit kendalikan emosi saat lapar.

Munculnya rasa lapar menjadi tanda bahwa tubuh kekurangan glukosa dan nutrisi, maka seharusnya segera makan. Kondisi tersebut berakibat pada menurunnya kemampuan otak untuk mengendalikan emosi.

Sebuah studi di Universitas Ohio Amerika Serikat menemukan, semakin rendah kadar gula dalam darah, seseorang akan semakin mudah marah dan agresif. Lapar memang berbahaya.

Dari sisi saya, itulah sebabnya. Tetapi, saya percaya, suatu hal seringkali terjadi tidak hanya karena satu hal. Jadi, ada peran si bapak juga dong..

Menurut analisis saya, amarah saya terpancing karena teknik penyampaian si bapak. Entah karena ia memang berwatak seperti itu, sebab panik, atau belum tahu saja bagaimana seharusnya bertutur kepada orang asing. Terutama pada suatu hal yang sensitif.

Saya yakin, dari penampakan fisik dan logatnya, ia seorang Jawa. Idealnya, saat menegur saya, alangkah elok dan tentu akan berefek berbeda jika ia mendahuluinya dengan "nuwun sewu". Atau agar lebih universal, dengan "maaf."

Jika saja si bapak mendahului dengan kata keramat itu, niscaya respons berbeda akan datang dari saya. Dengan "maaf", hati dan pikiran akan refleks bersiap menerima informasi yang berpotensi mengganggu persepsi dan ego. Sayangnya, si bapak luput dan justru tempatkan "maaf" saat semua sudah terlanjur. 

Tapi, pasti si bapak punya pertimbangan tertentu. Entah karena canggung, bingung, atau tak ingin ciptakan kegaduhan.

***

Komunikasi bukanlah kegiatan remeh. Ia menuntut beragam variabel sehingga menghasilkan kesepahaman. Jika satu atau beberapa aspek tidak terpenuhi, bersiap saja, kesalahpahaman berujung konflik akan terjadi.

Oleh karenanya, kita harus memahami konteks lokasi dan peristiwa yang melatari. Dari sana, kita dapat memilih teknik, diksi, dan kalimat yang akan kita komunikasikan.

Namun, dalam kehidupan yang menyimpan kompleksitas tiada tara ini, kesalahpahaman terkadang tidak dapat dihindari. Jika harus terjadi, maka terjadilah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun