Apakah gravitasi itu ada? apakah vaksin dibutuhkan? apakah ayam adalah dinosaurus yang berevolusi?
Rasanya tak perlu seorang pakar untuk bisa menjawab pertanyaan tersebut.
Di media sosial sekarang ini, semua orang mendadak menjadi pakar terhadap semua hal.
Media sosial membanjiri kita ribuan informasi secara instan setiap hari.
Verifikasi dan kepakaran dalam setiap informasi yang kita terima tak lagi menjadi hal yang perlu diperhatikan.
Fenomena ini disebut matinya kepakaran.
Tom Nichols dalam bukunya "The Death of Expertise", memaparkan ada tiga sebab matinya kepakaran, yaitu komersialisasi pendidikan, jurnalisme yang buruk, dan internet.
Dalam Tulisan ini saya ingin lebih fokus terhadap komersialisasi pendidikan.
Pendidikan di indonesia saat ini terasa seperti formalitas belaka.
Fenomena joki skripsi, joki tesis, joki disertasi, dan plagiarisme telah marak di indonesia.
Pelaku juga terdiri dari semua kalangan. Mulai dari mahasiswa, dosen, bahkan hingga rektor PTN.
Belum lagi permasalahan praktik jual beli kursi dalam pendidikan.Â
Komersialisasi pendidikan merusak citra dan reputasi dari pakar yang ada di indonesia sendiri.
Masyarakat tidak bisa menjadi satu-satunya pihak yang bisa disalahkan dalam hal ini.
Tom Nichols juga menjelaskan bahwa tujuan dari sains adalah menjelaskan bukan untuk memprediksi.
Namun sayangnya seorang pakar yang menyatakan dirinya dapat mengintip masa depan selalu memiliki banyak peminat daripada pakar yang menawarkan sarab yang penuh dengan keterbatasan.
Sistem pendidikan indonesia yang masih bobrok saat ini tengah diperbaiki untuk bisa memenuhi kebutuhan industri, salah satunya melalui program MBKM.
Apakah perbaikan itu yang sedang dilakukan tersebut akan berdampak juga bagi perbaikan reputasi pakar di indonesia?
Mari berdialektika !!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H