Penulis
Samsul Arifin
Publikasi
Kajian volume 23, Nomor 1, Maret 2018
Preview
- Ryan Ramadhan
- Ardiansyah Saputra
Dalam riset yang dilakukan oleh Nadila Dwi Adika dan Farida Rahmawati, dijelaskan bahwa keadilan dan kesetaraan gender memainkan peran krusial dalam pembangunan ekonomi. Kendala partisipasi dan peluang kerja yang terbatas bagi perempuan memiliki dampak langsung terhadap kesejahteraan perempuan dan keluarganya. Temuan ini sejalan dengan penelitian Agnes Vera Yanti Sitorus yang menegaskan bahwa tercapainya kesetaraan dan keadilan gender tercermin dalam absennya perlakuan tidak adil antara laki-laki dan Perempuan dalam mengakses, peluang partisipasi, dan pengawasan terhadap proses pembangunan, juga dalam mendapatkan keuntungan yang seimbang dan setara dari upaya pembangunan.
Â
Dalam penelitian ini, diungkapkan bahwa konsep kesetaraan gender mengimplikasikan pencapaian status yang setara untuk laki-laki dan perempuan, juga memiliki keadaan dan kemampuan yang setara untuk mengaktualisasikan hak-hak pribadi mereka, serta berperan dalam berbagai aspek budaya, sosial, ekonomi, politik, dan pembangunan nasional. Temuan ini sejalan dengan penelitian oleh Utari Endah Pertiwi, Heriberta, dan Hardiani yang menegaskan bahwa kesetaraan gender bukan hanya menjadi isu perempuan, melainkan menjadi inti dari agenda pembangunan. Pemberdayaan perempuan, terutama dalam konteks ekonomi, dianggap sebagai prasyarat esensial agar tercapai pengurangan tingkat kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan pembangunan ekonomi.
Â
Dalam riset yang dilakukan dikerjakan oleh Agnes Vera Yanti Sitorus, gender diartikan sebagai suatu konsep yang mencakup sistem peran dan interaksi antara perempuan dan laki-laki, yang tidak tergantung semata-mata oleh perbedaan biologis, melainkan dipengaruhi oleh faktor ekonomi, politik, dan lingkungan sosial-budaya. Pandangan ini sejalan dengan perspektif Samsul Arifin, yang menegaskan bahwa istilah gender tidak hanya merujuk pada perbedaan jenis kelamin, tetapi lebih kepada dinamika interaksi antara perempuan dan laki-laki, termasuk anak perempuan dan laki-laki, juga bagaimana konstruksi sosial dari hubungan tersebut.Â
Namun, ada perbedaan pandangan dengan penelitian oleh Darmawati, H., dan Anggriani Alamsyah, yang mendefinisikan gender berdasarkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan sebagai variasi dalam hak, fungsi, peran, tanggung jawab, dan interaksi antara perempuan dan laki-laki, yang dipengaruhi oleh nilai-nilai adat istiadat, budaya, dan sosial dalam suatu masyarakat, yang dapat perubahan seiring waktu dan kondisi lokal.
Â
Dalam penelitian Samsul Arifin, temuan dari penelitian Seguino mengindikasikan bahwa ketimpangan gender berdampak negatif. Pertama, ketimpangan gender pada aspek pendidikan menurunkan rata-rata modal manusia dalam masyarakat, menghambat potensi yang sangat berkualifikasi pada anak perempuan, dan akhirnya menurunkan keuntungan investasi pada bidang pendidikan. Kedua, pendidikan perempuan memberikan eksternalitas positif terhadap penurunan tingkat fertilitas, kematian balita, serta meningkatkan kualitas pendidikan untuk generasi masa depan.
Pengurangan tingkat kesuburan memberikan dampak positif terhadap pengurangan jumlah individu yang bergantung pada angkatan kerja. Ketiga, kesetaraan peluang untuk pekerjaan dan pendidikan berdampak positif pada daya saing negara dalam perdagangan internasional. Keempat, pendidikan dan peluang kerja resmi bagi perempuan menaikkan kekuatan tawar mereka dalam keluarga, yang pada gilirannya meningkatkan pola tabungan dan investasi ekonomi, termasuk yang tidak terkait langsung dengan ekonomi contohnya pendidikan anak dan kesehatan, yang pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi.. Namun, pandangan ini berbeda dengan pendapat Sri Fadillah yang menganggap istilah ketimpangan gender sering kali terkait dengan kondisi perempuan yang terpuruk, tertinggal, dan tersubordinasi.Â
Peran perempuan, terutama dalam sektor publik, sering kali jauh di bawah pria, terutama dalam ranah politik. Ini terjadi bukan hanya di Indonesia, melainkan juga di seluruh dunia. Sementara itu, dalam penelitian Nadila Dwi Adika dan Farida Rahmawati, kesenjangan gender diartikan ebagai rangkaian permasalahan yang bervariasi dan saling terhubung, mencakup masalah seperti kematian, ketidakadilan dalam kelahiran, fasilitas yang tidak merata, akses pendidikan, dan ketidaksetaraan di tempat kerja serta dalam kepemilikan aset dan rumah tangga.
Dalam penelitian Samsul Arifin, dikemukakan bahwa tujuan dari pembangunan ekonomi ialah meningkatkan kesejahteraan dan meningkatkan mutu kehidupan masyarakat. Pembangunan ekonomi diarahkan bukan hanya pada peningkatan pendapatan per kapita atau pertumbuhan ekonomi, namun juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas tenaga kerja manusia. Upaya pembangunan tersebut ditargetkan untuk semua masyarakat tanpa membedakan gender, etnis dan agama. Meskipun demikian, pada pelaksanaan upaya tersebut masih terabaikan permasalahan kesetaraan dan keadilan jenis kelamin, yang Menunjukkan adanya ketidaksetaraan peran antara perempuan dan laki-laki sebagai penerima manfaat dan pelaku pembangunan.Â
Tetapi, pandangan ini berbeda dengan penelitian Frestiana Dyah Mulasar yang menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat dan positif setiap tahun masih menimbulkan rangkaian masalah. Pertumbuhan ekonomi tersebut belum sepenuhnya mencakup semua segi kehidupan masyarakat, khususnya warga yang kurang mampu. Hal ini disebabkan oleh kontribusi pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dalam menanggulangi risiko dan ketidakstabilan di pasar yang kurang kompetitif. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H