Mohon tunggu...
Ryan M.
Ryan M. Mohon Tunggu... Editor - Video Editor

Video Editor sejak tahun 1994, sedikit menguasai web design dan web programming. Michael Chrichton dan Eiji Yoshikawa adalah penulis favoritnya selain Dedy Suardi. Bukan fotografer meski agak senang memotret. Penganut Teori Relativitas ini memiliki banyak ide dan inspirasi berputar-putar di kepalanya, hanya saja jarang diungkapkan pada siapapun. Professional portfolio : http://youtube.com/user/ryanmintaraga/videos Blog : https://blog.ryanmintaraga.com/

Selanjutnya

Tutup

Money

Proyek Listrik 35.000 MW dan Sepak Terjang Bandit Ekonomi

23 September 2015   01:45 Diperbarui: 23 September 2015   02:14 964
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="ilustrasi (sumber : austinrabble.com)"][/caption]

Perbedaan pendapat antara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam proyek listrik 35.000 MW mendadak membuat saya teringat bacaan lama - sekitar 10 tahun lalu, sebuah buku berjudul "Confessions of An Economic Hitman" yang ditulis oleh John Perkins.

Dalam buku tersebut, si penulis (John Perkins) mengaku bahwa dirinya pernah bekerja sebagai - menurut istilahnya - Economic Hitman alias Bandit Ekonomi.  Tugas bandit ekonomi ini adalah memuluskan upaya penguasaan sumber daya alam di suatu negara agar beralih ke tangan negara tempat para bandit ekonomi tersebut bekerja - dalam hal ini Amerika Serikat, atau lebih tepatnya ke tangan para pemilik perusahaan multinasional.

Bagaimana Cara Kerja Para Economic Hitman?

Secara garis besar, cara kerja para Economic Hitman (EHM) ini adalah :

  1. EHM akan ditempatkan di perusahaan-perusahaan konsultan proyek lalu ditugaskan di sebuah negara yang berniat membangun proyek insfrastruktur.
  2. EHM kemudian membuat prediksi fantastis pada para pemimpin negara tersebut, bahwa negara mereka akan menikmati capaian ekonomi mengagumkan dalam beberapa tahun ke depan.  Di sini para EHM sudah memasang perangkap.  Mereka membuat prediksi bohong.
  3. Perangkap berikutnya yang disiapkan EHM berupa prediksi lanjutan bahwa dengan tingkat kemajuan ekonomi yang mengagumkan tersebut, negara ybs perlu menyediakan infrastruktur yang besar, infrastruktur yang biaya pembangunannya berada di luar kemampuan negara tersebut.
  4. Untuk membangun infrastruktur tersebut, negara ybs akan diberi pinjaman uang (dari negara asal EHM melalui berbagai lembaga keuangan) dengan syarat bahwa proyek tersebut harus dikerjakan oleh kontraktor dari negara pemberi pinjaman.

Selesai?  Win-win solution?  Everybody happy?

Mungkin ya, tapi babak berikutnya baru saja dimulai sbb :

  1. Sesuai perjanjian, negara ybs mulai mencicil utangnya pada pemberi pinjaman, tentu dalam US dollar.
  2. Pelan tapi pasti, negara ybs dibuat kepayahan dalam mencicil utangnya.  Banyak cara yang digunakan para EHM, diantaranya mengikis nilai tukar mata uang negara tersebut.  Sebenarnya, tanpa upaya tersebut pun, negara ybs sudah diprediksi akan sulit membayar utangnya.  Kenapa?  Karena prediksi capaian ekonomi bualan para EHM tidak pernah menjadi kenyataan.
  3. Ketika negara tersebut sudah mulai payah, para pemberi pinjaman akan menawarkan pinjaman lagi yang tentu saja akan diterima dan dianggap sebagai pertolongan bagi si peminjam (yang sudah kepayahan mencicil utangnya). Begitu seterusnya.
  4. Pada satu titik, negara tersebut tidak sanggup lagi membayar utangnya. Saat itulah si pemberi pinjaman akan mendesak negara tersebut untuk melepas penguasaannya atas sektor-sektor yang sudah diincar sebelumnya.  Sektor tersebut bisa sumber daya alam (minyak, tambang, dsb) maupun sektor vital yang berhubungan dengan kehidupan rakyat di negara tersebut (air, pertanian, pendidikan, dsb).

[caption caption="sumber : anotherbrickinwall.blogspot.co.id"]

[/caption]

Analogi sederhana untuk modus para EHM ini mungkin seperti ini :

Sebuah keluarga yang baru saja naik ke kelas menengah sedang butuh mobil untuk transportasi.  Dengan prediksi fantastis dari seorang kerabat, mereka disarankan membeli SUV, padahal kemampuan dan kebutuhan mereka sebenarnya masih di level citycar.

Karena harga tunai SUV berada di luar kemampuan finansial mereka, keluarga itu pun mengajukan kredit, dan disetujui.  Setelah SUV datang, cicilan pun dimulai, sementara kendaraan itu juga butuh biaya maintenance.

Akibatnya mereka mulai kepayahan hingga pada akhirnya barang-barang di rumah itu dijual untuk membayar cicilan utang (dan maintenance-nya).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun