Mohon tunggu...
Ryan M.
Ryan M. Mohon Tunggu... Editor - Video Editor

Video Editor sejak tahun 1994, sedikit menguasai web design dan web programming. Michael Chrichton dan Eiji Yoshikawa adalah penulis favoritnya selain Dedy Suardi. Bukan fotografer meski agak senang memotret. Penganut Teori Relativitas ini memiliki banyak ide dan inspirasi berputar-putar di kepalanya, hanya saja jarang diungkapkan pada siapapun. Professional portfolio : http://youtube.com/user/ryanmintaraga/videos Blog : https://blog.ryanmintaraga.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

X-Gene : Chris Law (Part 1)

28 April 2015   07:03 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:37 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14301789551006350046

Tok tok.

Gene yang saat itu sedang menikmati aroma kopi di cangkirnya sejenak berhenti dan memandang si pengetuk pintu.

"Selamat sore, Dr. Valenzuela.  Maaf mengganggu waktu santai Anda sore hari ini."

Gene tersenyum.

"Tak masalah, Komisaris."

Ia bangkit dari kursinya dan menyalami Komisaris Grant Black sang kepala polisi.

"Silakan duduk," Gene mempersilakan tamunya.  "Kopi?" lanjutnya menawarkan secangkir kopi pada tamunya.

Black meringis.

"Thanks, Gene.  Sudah 20 tahun aku tidak minum kopi, kau tahu itu.  Terakhir meminumnya, aku harus dirawat 3 hari di Rumah Sakit."

Keduanya tertawa.

"Nah, Grant.  Tentunya ada hal yang sangat penting hingga kau menyempatkan diri mampir ke kantorku sore hari ini," ujar Gene.

"Kau benar, Gene," Grant menyorongkan amplop yang dibawanya pada Gene.  "Ini tentang dia."

Gene membaca nama yang tertera pada amplop tersebut.

"Chris Law?" gumamnya.  "Polisi yang terkenal dengan sebutan 'Seribu Wajah' itu?"

Grant mengangguk.

"Tapi," Gene keheranan, "kenapa kau memintaku mempelajari berkasnya?"

Komisaris Grant yang berusia 48 tahun itu menghela nafas.

"Dia polisi baik dan berbakat.  Sayang sekali beberapa waktu lalu ia berniat bunuh diri."

"Bunuh diri?"

Grant mengangguk.

"Untuk yang kelima kalinya," sambung komisaris polisi berbadan tegap tersebut.

"Oh."

"Dan kurasa kau merupakan orang yang tepat untuk ini," lanjut Grant sembari menyerahkan secarik kertas pada Gene.  "Dia sekarang ada di sebuah tempat rehabilitasi jauh di luar kota."

"Rehabilitasi?  Apa dia pengguna narkoba?" tanya Gene.

Kali ini Grant menggeleng.

"Kau akan tahu setelah menemuinya."

* * *

Pusat Rehabilitasi Bright Hope, Accoville, jam 12.21.

Gene dibawa ke sebuah bangunan yang terpisah dari bangunan utama tempat rehabilitasi tersebut.  Bangunan tersebut terbuat dari baja serta terletak di tepi sebuah danau buatan dengan pemandangan yang indah.

Seperti benteng, indah dan sunyi, pikir Gene sembari melirik ponselnya.

Tidak ada sinyal ponsel di sini.

Seolah mengerti pikiran Gene, staf medis di tempat tersebut menerangkan bahwa semua sinyal nirkabel di tempat ini akan diacak.

"Anda mungkin tidak percaya, di bangunan ini tidak ada facebook, youtube, bahkan televisi ataupun radio," lanjutnya.

Gene mengangguk-angguk.

Setelah melalui berbagai pemeriksaan dan mengenakan pakaian khusus, Gene dibawa ke sebuah ruangan berpintu tebal.

Ruang kedap suara?

Kenapa?

"Di sini, Dok," staf tersebut mempersilakan Gene masuk.  "Sesuai janji, kami akan menjemput Anda 60 menit lagi.  Namun jika Anda bermaksud kembali lebih cepat, tekan saja bel ini," ujarnya seraya memberikan sebuah benda berbentuk seperti pena, "kami akan segera membukakan pintu untuk Anda."

Gene mengamati benda tersebut.

Masih menggunakan kabel.

Benar-benar tidak ada perangkat nirkabel di sini.

Di depan pintu terpasang sebuah interkom.  Staf tersebut menekan sebuah tombol.

"Tuan Law, Anda kedatangan tamu.  Kami akan membuka pintunya.  Bersiaplah dan terimakasih untuk kerjasamanya."

Pintu ruangan tersebut kemudian terbuka.

"Dok," ujar staf tersebut, "jangan sampai Anda kehilangan bel itu."

"Begitukah?" sahut Gene.

"Ya, karena saya yakin Anda tidak akan mampu mencarinya di dalam sana.  Lihat."

Gene terpana melihat apa yang ada di balik pintu itu.

Ruangan tersebut gelap.

Sangat gelap.

Tak ada setitik cahaya pun di ruangan tersebut.

Benar-benar gelap.

"Maaf, Sir," mendadak terdengar suara seorang pria dari ruangan tersebut, "sampai kapan Anda berdiri di depan pintu?"

"Oh, maaf," Gena tersadar.  "Baik, aku masuk sekarang."

Segera setelah Gene memasuki ruangan tersebut, pintu pun ditutup.

Sekarang semuanya benar-benar gelap.

Aku bahkan tak bisa melihat tanganku sendiri.

Gene berdiri termangu dalam gelap.

"Maaf atas ketidaknyamanan ini," suara itu terdengar lagi, "tapi saya yakin Anda paham bahwa saat ini saya sedang bermasalah dengan cahaya."

"No problem," jawab Gene.

"Thanks, sekarang kira-kira 5 langkah di depan Anda ada sebuah sofa.  Anda bisa duduk di sana jika mau."

"Thanks," Gene pun bergerak maju dalam gelap.

"Perlahan saja," suara itu mengingatkan.

Gene pun mengaduh tatkala ia merasa menabrak sesuatu.

"Nah, di situ kursinya," suara itu menjelaskan.  "Saya benar-benar minta maaf, Sir."

"Tak apa," sahut Gene seraya duduk di sofa tersebut.  "Sofa yang nyaman."

Suara itu tertawa kecil.

"Thanks.  Nah kita belum berkenalan walau Anda mungkin sudah tahu siapa saya dan kenapa saya ada di sini.  Saya Chris Law, seorang - yah - mantan polisi."

"Saya Gene Valenzuela.  Komisaris Grant Black yang meminta saya ke sini menemui Anda."

"Ah ya, Komisaris Black.  Ia orang yang sangat baik.  Baiklah, karena waktu Anda singkat, saya akan langsung saja bercerita kenapa saya ada di sini."

Terdengar Chris menghela nafas.

"Semuanya dimulai beberapa tahun lalu..."

(Bersambung)

Kali ini Dr. Gene Valenzuela bertemu dengan Chris Law yang mengaku seorang mantan polisi dan terkenal dengan sebutan 'Seribu Wajah' atas permintaan koleganya Komisaris Grant Black.  Apa yang akan diceritakan Chris?  Apakah cerita tersebut ada hubungannya dengan kondisi Chris saat ini - yang memilih bersembunyi dan mengisolasi diri dalam gelap?  Jangan lewatkan kisah berikutnya!

X-Gene : Chris Law Part 2

Serial X-Gene :


  1. Cassie
  2. Robert Cross
  3. Dao 1, 2, 3, 4


Sumber gambar : tripomatic.com
Tulisan ini masuk kategori “Fiksi” dan dipublish pertamakali di blog.ryanmintaraga.com, copasing diizinkan dengan mencantumkan URL lengkap posting di atas atau dengan tidak menghapus/mengedit amaran ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun