Mohon tunggu...
Ryan M.
Ryan M. Mohon Tunggu... Editor - Video Editor

Video Editor sejak tahun 1994, sedikit menguasai web design dan web programming. Michael Chrichton dan Eiji Yoshikawa adalah penulis favoritnya selain Dedy Suardi. Bukan fotografer meski agak senang memotret. Penganut Teori Relativitas ini memiliki banyak ide dan inspirasi berputar-putar di kepalanya, hanya saja jarang diungkapkan pada siapapun. Professional portfolio : http://youtube.com/user/ryanmintaraga/videos Blog : https://blog.ryanmintaraga.com/

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Cinderella, Daur Ulang Dongeng Klasik yang Manusiawi

15 Maret 2015   05:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:39 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14263724171389099046

[caption id="attachment_355510" align="aligncenter" width="600" caption="Cinderella (sumber gambar : examiner.com)"][/caption]

Siapa yang tidak tahu dongeng klasik Cinderella, seorang gadis cantik dan baik hati yang tinggal bersama ibu dan dua saudari tirinya? Jujur saja, begitu mendengar nama ‘Cinderella’, kemungkinan besar pikiran kita akan langsung tertuju pada sepatu kaca yang dipakainya saat menghadiri pesta dansa kerajaan. Sepatu kaca yang tertinggal di tangga istana, dan kelak membuat sang pangeran – yang jatuh hati padanya – berkeliling ke seluruh negeri, mencari siapa gerangan pemilik sepatu kaca tersebut.

Jika selama ini Cinderella selalu hadir dalam karya animasi produksi tahun 1950, di tahun 2015 ini Disney merilis Cinderella dalam versi live action alias orang beneran. Di Indonesia – tepatnya Jakarta, Cinderella diputar perdana di bioskop tanggal 12 Maret 2015, lebih dulu (atau berbarengan) dengan pemutaran perdananya di Amerika Serikat tanggal 13 Maret 2015.

”Have courage and be kind”


Ella adalah seorang gadis kecil yang menjalani hidup bahagia. Ia memiliki ayah dan ibu yang sangat menyayanginya seperti juga orang-orang di sekitarnya. Di awal film, penonton akan diajak mengikuti betapa bahagianya hidup Ella. Sedikit informasi, beberapa bagian dalam film ini dituturkan oleh seorang narator, jadi rasanya kita benar-benar mengikuti sebuah kisah klasik.

Kembali ke cerita.

Seperti kata orang bijak, roda kehidupan selalu berputar. Ella (diperankan oleh Lily James) harus kehilangan ibunya karena suatu penyakit.

“Have courage and be kind,” itulah kalimat wasiat sang ibu kepada Ella, sebuah kalimat yang selalu dipegangnya dalam menjalani hidup. Kalimat tersebut juga beberapa kali diucapkan oleh Ella.

Ayahnya kemudian menikah lagi? Betul. Tapi jangan salah, dalam perkiraan saya butuh waktu sekitar 10 tahun sebelum sang ayah akhirnya menikah lagi. Itu pun awalnya sang ayah tampak ragu saat mengutarakan keinginannya pada Ella. Ella yang memahami maksud ayahnya pun langsung menyetujui, tanpa ragu.

Dari sinilah cerita terus bergulir dengan plot yang sama-sama sudah kita pahami.

Karakter-karakter yang Manusiawi


Secara garis besar, karakter-karakter dalam film ini hadir sangat manusiawi – termasuk tokoh ibu tiri dan dua anaknya. Terus-terang, tokoh yang paling saya sukai dan berkarakter dari film Cinderella versi animasi adalah sosok ibu tiri, dan saya benar-benar suka melihat betapa manusiawinya ibu tiri di Cinderella versi live action ini. Dapat saya katakan, bahwa tokoh yang diperankan Cate Blanchett tersebut adalah sosok seorang ibu yang akan melakukan apa pun demi kebahagiaan anak-anaknya.

Manusiawi 'kan?

Selain itu masih ada Anastasia dan Drisella yang cantik tapi tidak punya etiket, Raja yang tidak setuju dengan pilihan sang Pangeran, serta Grand Duke yang bersekongkol dengan ibu tiri. Hampir semua tokoh dalam film berdurasi sekitar 113 menit ini tampil manusiawi – meski pendalaman karakternya sangat kurang. Satu-satunya tokoh yang ‘merusak’ jalannya cerita adalah sosok ibu peri yang konyol dan jauh dari kesan bijaksana seperti versi animasinya.

Tapi apa boleh buat, Cinderella, sepatu kaca, dan ibu peri memang sudah satu paket yang tidak bisa dipisahkan, bukan?

Dan jika di versi animasi kita akan dihibur aksi duo tikus Jaq dan Gus-gus, bersiaplah kecewa. Di versi live action ini keduanya hadir sebagaimana layaknya tikus, tak banyak mengambil peran kecuali di saat-saat terakhir.

Kesimpulannya?


Jujur, menonton Cinderella versi live action yang disutradarai Kennet Branagh kelahiran Irlandia ini rasanya seperti menonton film-film garapan Tim Burton. Nuansa gelap lebih dominan, ditambah dengan hadirnya sosok-sosok kusir dan pelayan sebagai pelengkap kereta Cinderella. Kusir dan pelayan tersebut aslinya adalah angsa dan kadal yang kemudian disihir oleh ibu peri, dan walau disihir menyerupai manusia, ciri khas asli hewan mereka tidak hilang seperti kulit si pelayan yang berwarna kehijauan atau hidung si kusir yang masih terlihat seperti paruh.

So creepy.

Akhirnya, secara keseluruhan saya menilai Cinderella daur ulang ini biasa-biasa saja bahkan cenderung membosankan di awal-awal film – mungkin karena kita sedikit banyak sudah tahu akhir ceritanya. Perubahan-perubahan kecil terhadap jalannya cerita memang ada agar film ini tidak memiliki jalan cerita yang sama persis dengan versi animasinya, tapi tetap saja kurang ngefek.

Meski demikian, beberapa adegan dalam Cinderella live action ini tetap memukau selain nama besar Cinderella yang jadi daya pikat utama film ini. Setidaknya kita jadi tahu kenapa Ella akhirnya mendapatkan nama Cinderella.

Cuma satu pertanyaan nakal saya,

“Sepatu kaca yang dikenakan Cinderella adalah hasil sihir ibu peri, sama seperti kusir, pelayan, kereta beserta kudanya, bahkan gaun yang dikenakan Cinderella. Jika saat tengah malam semua sihir itu hilang, kenapa sepatu kaca itu nggak ikutan ilang?”

Selamat menonton! Oh sedikit tambahan, saat ini ciri khas film-film Disney selalu dibuka dengan film pendek berdurasi sekitar 15 menit. Dan untuk Cinderella dibuka dengan film pendek yang menghadirkan tokoh-tokoh dari salah satu film fenomenal Disney, yaitu Frozen.

Tertarik?

Tautan Luar :


  1. Cinderella (1950)
  2. Cinderella (2015)
  3. Official Website Cinderella
  4. Official Trailer

Tulisan ini masuk kategori “Buku, Film, dan TV” dan dipublish pertamakali di blog.ryanmintaraga.com, copasing diizinkan dengan mencantumkan URL lengkap posting di atas atau dengan tidak menghapus/mengedit amaran ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun