Mohon tunggu...
Ryan M.
Ryan M. Mohon Tunggu... Editor - Video Editor

Video Editor sejak tahun 1994, sedikit menguasai web design dan web programming. Michael Chrichton dan Eiji Yoshikawa adalah penulis favoritnya selain Dedy Suardi. Bukan fotografer meski agak senang memotret. Penganut Teori Relativitas ini memiliki banyak ide dan inspirasi berputar-putar di kepalanya, hanya saja jarang diungkapkan pada siapapun. Professional portfolio : http://youtube.com/user/ryanmintaraga/videos Blog : https://blog.ryanmintaraga.com/

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Cinderella, Daur Ulang Dongeng Klasik yang Manusiawi

15 Maret 2015   05:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:39 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain itu masih ada Anastasia dan Drisella yang cantik tapi tidak punya etiket, Raja yang tidak setuju dengan pilihan sang Pangeran, serta Grand Duke yang bersekongkol dengan ibu tiri. Hampir semua tokoh dalam film berdurasi sekitar 113 menit ini tampil manusiawi – meski pendalaman karakternya sangat kurang. Satu-satunya tokoh yang ‘merusak’ jalannya cerita adalah sosok ibu peri yang konyol dan jauh dari kesan bijaksana seperti versi animasinya.

Tapi apa boleh buat, Cinderella, sepatu kaca, dan ibu peri memang sudah satu paket yang tidak bisa dipisahkan, bukan?

Dan jika di versi animasi kita akan dihibur aksi duo tikus Jaq dan Gus-gus, bersiaplah kecewa. Di versi live action ini keduanya hadir sebagaimana layaknya tikus, tak banyak mengambil peran kecuali di saat-saat terakhir.

Kesimpulannya?


Jujur, menonton Cinderella versi live action yang disutradarai Kennet Branagh kelahiran Irlandia ini rasanya seperti menonton film-film garapan Tim Burton. Nuansa gelap lebih dominan, ditambah dengan hadirnya sosok-sosok kusir dan pelayan sebagai pelengkap kereta Cinderella. Kusir dan pelayan tersebut aslinya adalah angsa dan kadal yang kemudian disihir oleh ibu peri, dan walau disihir menyerupai manusia, ciri khas asli hewan mereka tidak hilang seperti kulit si pelayan yang berwarna kehijauan atau hidung si kusir yang masih terlihat seperti paruh.

So creepy.

Akhirnya, secara keseluruhan saya menilai Cinderella daur ulang ini biasa-biasa saja bahkan cenderung membosankan di awal-awal film – mungkin karena kita sedikit banyak sudah tahu akhir ceritanya. Perubahan-perubahan kecil terhadap jalannya cerita memang ada agar film ini tidak memiliki jalan cerita yang sama persis dengan versi animasinya, tapi tetap saja kurang ngefek.

Meski demikian, beberapa adegan dalam Cinderella live action ini tetap memukau selain nama besar Cinderella yang jadi daya pikat utama film ini. Setidaknya kita jadi tahu kenapa Ella akhirnya mendapatkan nama Cinderella.

Cuma satu pertanyaan nakal saya,

“Sepatu kaca yang dikenakan Cinderella adalah hasil sihir ibu peri, sama seperti kusir, pelayan, kereta beserta kudanya, bahkan gaun yang dikenakan Cinderella. Jika saat tengah malam semua sihir itu hilang, kenapa sepatu kaca itu nggak ikutan ilang?”

Selamat menonton! Oh sedikit tambahan, saat ini ciri khas film-film Disney selalu dibuka dengan film pendek berdurasi sekitar 15 menit. Dan untuk Cinderella dibuka dengan film pendek yang menghadirkan tokoh-tokoh dari salah satu film fenomenal Disney, yaitu Frozen.

Tertarik?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun