Usai menyumbangkan beberapa barang layak pakai ke sebuah panti asuhan, Angga tak sengaja bertemu Ami yang memaksa menawarkan bantuan pada pemuda tersebut - sesuatu yang tak bisa ditolak olehnya. Di saat yang bersamaan, Nay yang barusan berziarah ke makam Nayra secara kebetulan pula bertemu dengan Rei, pemuda yang dikenalnya di Rumah Sakit.
CHAPTER 4
Rei, pemuda tinggi kurus berkulit putih itu tersenyum Nay. Tangan kanannya menggenggam seikat bunga yang menjadi favorit Nayra semasa hidupnya, bunga yang kebetulan juga menjadi favorit Nay.
"Apa kabar, Lana?" sapa Rei seraya tetap tersenyum. "Selamat datang kembali di Jakarta."
"Rei!" Nay tak bisa menyembunyikan kegembiraannya. "Apa kabar?"
"Kamu belum jawab pertanyaanku barusan," balas Rei seraya duduk di samping Nay. "Lama banget kita nggak ketemu ya.
"Hm hm," Nay mengangguk, "Setaun lebih kira-kira. Yah, selama aku ada di kota masa kecilnya Rana."
Pandangan gadis itu tertuju pada seikat bunga di genggaman Rei.
"Buat Rana?" tanyanya.
Rei mengangguk.
Nay tertawa kecil,
"Buatku mana?" godanya. "Masa' dari dulu semua buat Rana?"
Mereka berdua tertawa.
"Kamu itu," tukas Rei. "Kamu tau nggak? Setiap aku ngeliat kamu atau denger suara kamu, aku jadi lupa sama semua masalahku."
"Hahaha modus, modus!" timpal Nay kembali tertawa.
"Hei, beneran ini," Rei ikut tertawa.
Setelah puas bersenda gurau dan tertawa bersama, Rei akhirnya pamit sebentar untuk mengunjungi tempat peristirahatan Nayra.
"Kamu ikut?" tawar Rei.
Mata indah Nay berputar-putar, gadis itu sedang menimbang permintaan pemuda yang dikenalnya di Rumah Sakit beberapa tahun lalu. Pemuda yang - ia tahu - sangat membutuhkan dukungan dari orang-orang di sekitarnya.
"Oke!" sahutnya. "Yuk!"
Dan seolah mengerti, alam pun memberi persembahan terbaiknya berupa cuaca yang baik.
* * *
Motor matic milik Ami yang saat itu sedang dikemudikan oleh Angga memasuki pelataran parkir sebuah kedai makan lesehan sederhana namun sangat ramai oleh pengunjung. Angga kemudian mematikan mesin motor matic tersebut dan melepas helm yang dikenakannya. Ami yang duduk di belakang karuan saja heran melihat apa yang pemuda itu lakukan.
"Makan dulu, yuk!" ajak Angga mengerti keheranan Ami. "Aku laper."
Ami tersenyum.
* * *
Bersama Rei, Nay akhirnya meninggalkan kompleks pemakaman tersebut. Setibanya di tempat parkir, Rei menghampiri sebuah mobil berwarna merah dan membuka pintunya. Nay tentu saja terkejut melihatnya.
"Kenapa?" tanya Rei.
"Kamu..." Nay bimbang, "bukannya kamu...?"
Reaksi Nay membuat Rei sedikit kesal. Pemuda itu sejenak memalingkan muka dan mendengus.
"Mama terlalu kuatir," ucapnya kemudian, "padahal aku merasa nggak ada yang perlu dikuatirkan."
"Rei..."
"Aku baik-baik aja, Lana."
"Aku tau, tapi... seandainya terjadi apa-apa sama kamu..." Nay terbata.
Rei hanya mengangkat bahu,
"Yah, maka terjadilah," ucapnya ringan. "Dua puluh tahun Mama menganggapku seperti gelas kaca yang harus selalu dijaga biar nggak pecah. Aku bosan, Lana. Bosan!"
"Aku paham," Nay berkata lirih, "tapi aku yakin Tante Vira bener-bener sayang sama kamu, makanya..."
"Makanya itu aku berharap kamu mau nemenin aku di sini," potong Rei. "Jadi seandainya ada apa-apa sama aku, setidaknya ada kamu yang tau harus gimana."
"Rei," keluh Nay.
Rei kemudian masuk ke mobilnya disusul Nay.
"Makasih sudah mau nemenin aku, Lana," ucap Rei saat mereka berdua sudah di dalam mobil. Sayup terdengar instrumentalia 'River Flows in You' yang dibawakan oleh Yiruma.
Nay menoleh pada Rei.
"Rei, demi kebaikanmu sendiri dan semua, aku mohon jangan ulangi lagi kelakuanmu yang seperti ini."
Rei terdiam sembari tangannya memegang kemudi. Pandangannya menerawang jauh ke depan.
"Rei?" panggil Nay. "Kamu nggak apa-apa 'kan?"
Pemuda itu masih terdiam, bahkan kini ia terlihat menghela nafas berkali-kali.
"Rei, aku minta maaf kalo tadi ada omonganku yang nyinggung kamu," ucap Nay. "Sungguh, aku nggak bermaksud seperti itu."
"Aku tau, Lana. Aku tau," tukas Rei.
Pemuda itu kembali menghela nafas.
"Hanya saja... entah kenapa sejak beberapa bulan lalu aku dihinggapi satu perasaan aneh."
"Perasaan aneh?" tanya Nay. "Kenapa? Ada apa? Maksud kamu apa?"
"Aku..." Rei terbata, "sepertinya aku suka sama seseorang."
"Beneran?!" mata Nay berbinar. "Siapa dia? Apa aku kenal sama dia? Seperti apa orangnya? Terus kenapa kamu bilang itu 'aneh'? Nggak ada yang aneh dengan rasa suka, kok."
Rei tersenyum mendengar ucapan Nay barusan.
"Terus, siapa orangnya?" ulang Nay.
"Nanti kamu juga tau," jawab Rei.
"Cantik?"
"Banget."
"Kenal di mana?"
"Rahasia."
"Orangnya seperti apa?"
"Cantik pastinya, udah gitu perhatian dan ramah pula. Pokoknya tipeku."
"Sudah lama kenal sama dia?"
"Hmm... lumayan."
Nay tertawa kecil.
"Kamu itu pelit info banget sih. Trus, apa rasa sukamu ke dia berbalas?"
Rei tersenyum penuh arti,
"Nah itu yang aku belum tau. Tapi yang jelas aku tau sih dia udah punya pacar."
"Haaah?!" Nay terbelalak kemudian menggelengkan kepalanya. "Perjuangan berat pastinya."
"Yah, kita liat aja nanti," ucap Rei yang kemudian menjalankan mobilnya meninggalkan tempat tersebut.
* * *
"Angga, makasih traktirannya ya!"
Ami kini beralih memegang kendali motor maticnya setelah menerima kunci dari Angga. Mendengar ucapan Ami barusan, Angga tersenyum.
"Justru aku yang makasih. Gara-gara nemenin aku, acaramu jadi batal."
Ami buru-buru mengibaskan tangannya.
"Ah, nggak apa. Acaranya juga nggak penting, malah sebenernya aku males ke sana. Untung aku tadi ketemu kamu, jadi aku punya alasan untuk nggak datang di acara itu."
"Hoo, jadi itu maksud kamu ya?" goda Angga. "Aku dijadiin bemper buat kamu. Waduh, kalo tau gini sih..."
"Kalo tau gini apa?" balas Ami pura-pura merajuk sambil menghadapkan wajahnya ke arah Angga. "Jadi ceritanya nyesel nih?"
Angga tertawa.
"Aku serius nih!" lanjut Ami tetap dengan akting marahnya.
"Iya, iya, aku percaya!" goda Angga.
"Nyesel nih?" cecar Ami lagi.
Lagi-lagi Angga tak menjawab. Pemuda itu kembali tertawa. Suasana sore hari itu sangat cerah. Tak terasa sudah seharian penuh ia menghabiskan waktu bersama Ami, gadis berkacamata yang pernah disukainya.
Aku suka kamu, Angga.
Terimakasih sudah bersamaku sepanjang hari ini...
Kebersamaan ini...
sesuatu yang dulu tak pernah kubayangkan.
Aku suka kamu...
(Bersambung)
Saat ini Ami tengah menikmati kebersamaannya bersama Angga, sesuatu yang mungkin tak pernah terbayangkan sewaktu mereka masih bersekolah - dan ia sangat bahagia. Di tempat lain, Nay penasaran dengan pernyataan Rei bahwa saat ini pemuda tersebut sedang menyukai seseorang. Siapa yang dimaksud Rei? Apakah Nay memahami maksud ucapan Rey tersebut?
“Masih Ada Cinta”, terbit seminggu sekali setiap hari Kamis...
Masih Ada Cinta #5 : Kala Hujan Tiba | Masih Ada Cinta #1 : Kembali ke Kotaku
Sumber gambar : creativemisha.com
Tulisan ini masuk kategori “Fiksi” dan dipublish pertamakali di blog.ryanmintaraga.com, copasing diizinkan dengan mencantumkan URL lengkap posting di atas atau dengan tidak menghapus/mengedit amaran ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H