Mohon tunggu...
Ryan M.
Ryan M. Mohon Tunggu... Editor - Video Editor

Video Editor sejak tahun 1994, sedikit menguasai web design dan web programming. Michael Chrichton dan Eiji Yoshikawa adalah penulis favoritnya selain Dedy Suardi. Bukan fotografer meski agak senang memotret. Penganut Teori Relativitas ini memiliki banyak ide dan inspirasi berputar-putar di kepalanya, hanya saja jarang diungkapkan pada siapapun. Professional portfolio : http://youtube.com/user/ryanmintaraga/videos Blog : https://blog.ryanmintaraga.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta, Kenapa Kau Terasa Begitu Menyakitkan? #4: Sebuah Penyesalan

22 Februari 2014   00:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:35 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber gambar : pemula13645.wordpress.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="420" caption="Ilustrasi (sumber gambar : pemula13645.wordpress.com)"][/caption] Malam itu Erin gelisah.

Go menyembunyikan sesuatu.  Kenapa Go harus menggunakan nama Danar untuk seseorang yang jelas-jelas perempuan?

Erin memandang langit-langit kamar.  Sejuknya pendingin udara tidak mampu menenangkan kegelisahannya.  Perempuan di seberang telepon tadi memanggil suaminya dengan nama Go.

Dia bukan klien atau rekan kerja Go.  Siapa dia?  Apa hubungannya dengan Go?

Dengan perasaan yang berkecamuk, Erin mendekati Go yang sedang tertidur kemudian berbisik di telinga suaminya,

"Sayang, aku sangat mencintai dan mempercayaimu.  Tolong jangan kau hancurkan perasaan dan kepercayaanku padamu."

* * *

27 April 2012 Kika membuka kotak kecil hadiah dari Go yang berisi sebuah rosario.  Setelah memandang hadiah tersebut, Kika memandang Go yang sedang berkonsentrasi dengan jalanan di depannya.

"Terimakasih Go.  Aku sama sekali tak menyangka kamu masih ingat hari ulang tahunku."

Go sekilas memandang Kika,

"Sampai kapan pun aku tak akan pernah lupa hari ulang tahunmu."

Dari radio sayup terdengar suara Melly Goeslaw melantunkan lagu "Gantung" :

Sampai kapan kau gantung cerita cintaku, memberi harapan Hingga mungkin ku tak sanggup lagi, dan meninggalkan dirimu... Tentunya hubungan cinta denganmu membuatku sakit, Hingga mungkin ku tak sanggup lagi, dan meninggalkan dirimu...

Keduanya tenggelam dalam perasaan masing-masing. Mobil yang dikendarai Go pun terus melaju.

"Go" kata Kika, "Bisa kita berhenti sebentar?  Ada gereja di depan sana, aku ingin berdoa sebentar untuk suamiku."

Go mengangguk,

"Tentu saja."

* * *

"Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar service area.  Cobalah beberapa saat lagi."

Ini sudah kesekian kalinya Erin mencoba menghubungi Go.

"Go.  Kamu ke mana?" gumam Erin khawatir.

* * *

"Jadi, kamu tinggal di sini sekarang?" tanya Go.

Mereka tiba di sebuah kompleks perumahan, jauh di luar kota.

"Ya" jawab Kika, "Tadinya aku tinggal dengan ibu mertuaku sampai beberapa bulan setelah meninggalnya Abi.  Masuk yuk, kamu pasti lelah menyetir sejauh ini."

Go melihat ponselnya.  Tidak ada sinyal di sini.

Aku tidak bisa menghubungi Erin.  Sebaiknya aku tidak usah berlama-lama di sini.  Erin, tolong ingatkan aku.  Aku khawatir tidak bisa menahan diri saat bersamanya.
"Go" panggil Kika.
"Oh oke" Go keluar dari mobilnya, "Sepertinya aku agak haus dan perlu ke kamar mandi sebentar."

* * *

Erin menyerah. Sudah berkali-kali ia mencoba menghubungi Go tetapi gagal.

Kamu ke mana, Go?

Mendadak sebuah kecemasan yang amat sangat menyergapnya.

Jangan-jangan…

Erin memang sering cemburu melihat kedekatan Go dengan beberapa perempuan di sekitarnya.  Akan tetapi suaminya selalu bisa menenangkannya, mengatakan padanya untuk tidak perlu khawatir.

"Mereka cuma klien.  Mereka cuma rekan kerja." ujar Go suatu ketika.

Dan selama ini Go mampu menjaga komitmen pernikahannya dengan Erin. Tapi yang ini beda!

Apa kamu pergi dengan perempuan itu?  Perempuan yang di phonebookmu dinamai Danar?

* * *

Go dan Kika berpandangan. Keduanya semakin dekat, dekat, dan dekat.

"Go…" Kika berkata pelan.

Kemudian entah siapa yang memulai, bibir keduanya bertemu.

Aku tidak bisa melupakanmu Kika.  Jauh di dasar hatiku selalu masih ada tempat untukmu.
"Maafkan aku Go…" kata Kika, "…seandainya dulu aku memilihmu, kita pasti tidak akan begini."

Kika terdiam sejenak,

"Tahukah kamu, bukan soal agama yang menahanku untuk hidup denganmu.  Aku bisa mengikutimu untuk soal itu karena aku tahu kamu tidak akan mengubah keyakinanmu."

Kika menggenggam tangan Go,

"Aku malu pada diriku sendiri.  Kamu orang yang baik, sementara aku sudah banyak melakukan kesalahan dalam hidupku.  Aku selalu melewati batas ketika berhubungan dengan laki-laki."
Aku tahu itu, Kika.

Kika menunduk,

"Aku merasa aku tidak pantas untukmu.  Apalagi usiaku lebih tua darimu, Go."

Go memeluk Kika.

Tahukah kamu Kika?  Jika saja waktu itu kamu tidak terlambat menyatakan perasaanmu, aku pasti akan memilihmu.  Sekarang aku memiliki keluarga dan aku harus menjaga kepercayaan yang Erin berikan padaku.  Erin, maafkan aku.

Kika mencium Go. Kali ini Go kehilangan kendali.

Erin, maafkan aku.  Aku sudah mengkhianati kepercayaanmu.  Aku salah!

* * *

Jarum jam menunjukkan pukul 22.00.  Erin belum menyentuh makan malamnya, ia memutuskan menunggu Go sebentar lagi, sementara putri mereka sudah terbuai dalam mimpi.

Go! Panggil Erin.

* * *

Hanya sesaat sebelum semuanya menjadi lebih jauh, Go mendadak berhenti.

Erin!

Dalam keremangan ruangan, dipandanginya tubuh Kika yang ada di hadapannya.  Go tersadar!

Apa yang kulakukan?!
"Go?"

Kika memanggil dan hendak memeluknya, tapi Go menepisnya dengan lembut,

"Maaf Kika, tapi aku tidak bisa.  Jika aku melakukannya, maka aku sama saja dengan mereka."

Kika terdiam.

"Maaf Kika, aku harus pulang sekarang."

Go berbalik,

"Sejujurnya aku masih sangat menyayangimu, Kika…"

(Bersambung) Kisah sebelumnya : Bagian 1, Bagian 2, Bagian 3 Dipublish pertamakali di www.kompasiana.com, copasing diizinkan dengan mencantumkan URL lengkap posting di atas atau dengan tidak menghapus/mengedit amaran ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun