Mohon tunggu...
Ryan M.
Ryan M. Mohon Tunggu... Editor - Video Editor

Video Editor sejak tahun 1994, sedikit menguasai web design dan web programming. Michael Chrichton dan Eiji Yoshikawa adalah penulis favoritnya selain Dedy Suardi. Bukan fotografer meski agak senang memotret. Penganut Teori Relativitas ini memiliki banyak ide dan inspirasi berputar-putar di kepalanya, hanya saja jarang diungkapkan pada siapapun. Professional portfolio : http://youtube.com/user/ryanmintaraga/videos Blog : https://blog.ryanmintaraga.com/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kejarlah Cinta #6: Bimbang

22 Maret 2014   14:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:37 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerita Sebelumnya :

Rian dan Rin semakin dekat dan mereka janjian untuk pergi bareng.  Melihat kedekatan mereka berdua, Lintang dan Aksa mendesak Rian untuk segera mengungkapkan perasaannya pada Rin.  Apalagi Aksa tahu bahwa Rin juga mulai suka pada Rian.

CHAPTER 6


“Aku masih belum ngomong ke Rin.”

Siang itu Rian, Lintang, dan Aksa bertemu di sebuah restoran fast food.  Sebelumnya selama beberapa hari belakangan ini Rian mencoba menyatakan perasaannya pada Rin, namun entah kenapa waktunya selalu tidak tepat.


“Begitu aku mo ngomong, ada-ada aja kejadiannya.  Ada telepon masuk lah, ada yang luka waktu main bulutangkis lah, ada ini, ada itu.  Aku jadi nggak sempat ngomong.”  Rian menghembuskan nafas.  Kesal.

Lintang dan Aksa hanya mendengarkan.


“Apa lebih baik aku ngomong lewat handphone atau SMS aja ya?” tanya Rian.

Lintang menggeleng,


“Dari sudut pandang cewek, yang namanya perasaan 'aku suka kamu' itu harus disampaikan face to face, ‘ini aku di hadapanmu dan aku suka sama kamu’.  Kalo ngomong lewat telepon apalagi SMS, cewek pasti mikir ‘ni cowok beneran suka sama aku nggak sih?’”

Aksa mengangguk.


“Aku sependapat sama Lintang.  Dan walaupun Rin juga suka sama kamu, tapi kalo kamu menyatakan perasaan lewat telepon, aku jamin kamu cuma bakal dapet ucapan ‘terimakasih’ sama ‘maaf’”


“Jadi gimana?  Apa lewat surat aja ya?” Rian bingung sambil membetulkan letak kacamatanya.

Mendengar kalimat tersebut, tiba-tiba Lintang tertawa geli,


“Aduh Riaan Rian.  Kok harus lewat surat lagi sih?” ujar Lintang di sela tawanya.


“Hah?  ‘Lagi’?” Aksa heran, “Lin, apa maksudnya ‘lagi’?  Apa dia udah pernah ngirim surat ke Rin?”

Lintang hanya tertawa terkekeh-kekeh dengan tangan di depan mulutnya - menahan supaya tawanya tidak terlalu keras terdengar.

Aksa menoleh pada Rian,


“Bro, apa bener kamu udah pernah ngirim surat ke Rin?”

Rian tak menjawab.  Masih segar di ingatannya saat dirinya kepergok Lintang waktu mencoba meletakkan surat cintanya di loker Rin (catatan penulis : cerita soal kepergoknya Rian oleh Lintang ada di chapter 1)


“Hush!  Udah!  Udah!  Soal itu nggak perlu dibahas!”  Rian mencoba mengalihkan pembicaraan, “Sebenarnya besok aku sudah ada rencana datang ke launching buku bareng Rin.  Saat itulah aku bakal ngomong sama dia.  Aku yakin besok aku pasti bisa menyatakan perasaanku.”

Lintang dan Aksa saling pandang,


“I support you!  Do your best, bro!” sahut Aksa.


“Aku juga dukung kamu!” tukas Lintang, “Semoga berhasil, Rian.”

Mendengar dukungan kedua sahabatnya, Rian merasa mendapat kekuatan yang semakin memantapkan hatinya,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun