Mohon tunggu...
Ryan M.
Ryan M. Mohon Tunggu... Editor - Video Editor

Video Editor sejak tahun 1994, sedikit menguasai web design dan web programming. Michael Chrichton dan Eiji Yoshikawa adalah penulis favoritnya selain Dedy Suardi. Bukan fotografer meski agak senang memotret. Penganut Teori Relativitas ini memiliki banyak ide dan inspirasi berputar-putar di kepalanya, hanya saja jarang diungkapkan pada siapapun. Professional portfolio : http://youtube.com/user/ryanmintaraga/videos Blog : https://blog.ryanmintaraga.com/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kejarlah Cinta #7: Kamu Mau Jadi Pacarku?

26 Maret 2014   14:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:27 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1395555157912884081

Cerita Sebelumnya :

Akhirnya tumbuh rasa suka Rin pada Rian, dan mereka sudah janjian jalan bareng.  Rian yang belum menyatakan perasaannya pada Rin merasa yakin bahwa dia akan bisa menyatakan perasaannya kali ini.  Namun, satu SMS dari seseorang bernama Tama sudah cukup membuat Rin terjebak dalam kebimbangan.  Apa yang akan terjadi?

CHAPTER 7

Sudah lebih dari dua jam berlalu, dan dini hari ini Rin masih terperangkap dalam dilema.  Dibacanya kembali pesan dari Tama,


“…boleh aku besok ngajak kamu jalan?”


“… kebetulan besok aku ada waktu luang dan lusa aku harus ke luar kota…”


“…saat ini aku kangen kamu…”

Rin menutup matanya.

Terbayang sosok Rian dan betapa canggungnya pemuda itu ketika berdua dengannya, kemudian muncul sosok Tama, kakak kelas yang selalu dikejarnya - pemuda yang dengan mudah menarik perhatian gadis-gadis di sekitarnya.

Rin kembali menghela nafas,


Maafkan aku.

Gadis itu kemudian mengambil ponselnya dan mengirim pesan – meski terasa sangat berat.


Maafkan aku.  Kuharap kamu mengerti.

* * *

Hari yang dinanti akhirnya tiba.

Rian bangun pagi-pagi sekali meskipun waktu janjian mereka sebenarnya masih beberapa jam lagi.


Aku sudah siap untuk hari ini.  Aku sudah belajar dari pengalaman waktu jalan sama Lintang.

Rian mengecek ponselnya.


Waduh baterainya habis!  Aku lupa nge-charge.  Jangan-jangan semalam Rin telepon atau SMS.

* * *

Lintang termenung di kamarnya.


Seharusnya aku senang.

Lintang melirik dan mengambil ponselnya.  Jari-jemarinya menelusuri phonebook ponselnya dan berhenti di satu nama.


Tapi di satu sisi, aku juga merasa takut.

Lintang menghela nafas.


Aku benar-benar tidak tahu apa yang kurasakan saat ini.  Haruskah aku menelponnya?  Menyemangatinya?


“Lintang…” terdengar suara tantenya dari luar kamar, “Kamu sudah bangun?”

Lintang menutup ponselnya,


“Sudah tan, sebentar lagi Lintang turun.”


Rian, semoga berhasil dengan kak Rin…

* * *


”Aku berangkat!”

Pagi itu Rin terlihat sangat manis dengan paduan dress putih bercorak segitiga warna-warni serta cardigan warna putih dan flat shoes warna senada.  Melihat penampilan Rin, adiknya meledek,


“Tumben kakak pake rok.  Biasanya kalo nggak dipaksa, boro-boro!”

Rin melotot.  Adiknya, Lila, lima tahun lebih muda daripadanya.  Hubungan kakak-adik ini mirip seperti anjing dan kucing, berantem terus.


“Lila!  Kamu bilang apa tadi?!”


“Aku bilang tumben kakak pake rok!"

Lila menyingkir saat Rin menghampirinya.


“Sini kamu!  Sembarangan aja ngomong!”


“Nggak ah!  Kakak aja yang ke sini!”


“Lilaa!”

Rin mengejar Lila yang dengan tingkahnya masih saja meledek sang kakak.  Tentu saja tak semudah itu untuk menangkap Lila karena dia selalu berhasil menghindar dari kejaran Rin.  Kejar-kejaran seperti ini biasanya -  dan selalu tidak pernah selesai sebelum mama mereka ikut campur – seperti saat ini.


“Rin!  Kamu ini masih kaya’ anak-anak aja.  Lagian bukannya kamu sudah ada janji?  Nanti terlambat lho.”


“Kalo aku sampe terlambat, ini gara-gara Lila!” Rin merajuk, “Sudah Ma, aku jalan dulu.”

Rin melotot pada Lila.  Tak mau kalah, Lila bertingkah seolah ketakutan,


“Mama!  Kak Rin galak.  Aku takuut.”


“Lila!  Kamu mulai lagi ya?!  Pake sok ngadu sama Mama.  Sini kamu!”

Pertarungan anjing dan kucing babak kedua berlanjut, dan lagi-lagi mama mereka harus ikut campur.

* * *

Rian tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Rupanya Rin semalam mengirim SMS ke ponselnya.

Dan isi SMS itu sungguh tidak diduganya,


Pagi Rian.


Sebelumnya aku benar-benar berterimakasih karena kamu sudah ngajak aku bareng ke launching novel terbaru Lizz.  Hanya saja, aku benar-benar minta maaf, kelihatannya nanti aku nggak bisa pergi.  Aku ada urusan mendadak yang sangat penting dan nggak bisa ditinggalkan.  Maaf, aku benar-benar minta maaf.


-Rin-

Rian kecewa, semua rencana yang sudah disusunnya buyar.  Untuk sesaat dia tidak tahu apa yang harus dilakukan.

* * *

Lintang menutup ponselnya, untuk yang kesekian kali.


Masih nggak ada kabar dari Rian.  Mereka sedang di jalan, mungkin.

Gadis itu bangkit dari sofa,


Tapi, mereka yang jalan kenapa aku yang gelisah?  Aneh…

* * *

Cuaca saat itu sedang bersahabat, tidak panas tapi juga tidak mendung.  Di salah satu sudut kota terdapat sebuah taman dengan danau yang menumbuhkan suasana hening dan menenangkan.  Sebuah oase di tengah kota.

Pada salah satu bangku yang terdapat di taman tersebut, Rin sedang duduk berdua dengan Tama.

Saat ini Rin sangat bahagia.  Cinta yang selama ini dikejarnya ada di hadapannya.  Memandangnya.  Menggenggam tangannya.  Akankah cinta yang dikejarnya sejak dua tahun lalu menjadi miliknya hari ini?

Matahari mulai tersaput awan.  Desau angin yang semula menyejukkan mulai menjadi lebih dingin.  Beberapa orang tampak sudah mulai meninggalkan taman, namun keduanya bergeming.  Rin memandang wajah Tama, mahasiswa yang dulu menjadi kakak kelasnya di SMA Dian Pelita.


“Mas Tama…” saat ini hanya kata itu yang terlontar dari mulut Rin.

Tama menggenggam tangan Rin lebih erat,


“Perlukah aku mengulang kata-kataku yang tadi?”

Rin menunduk, tak sanggup memandang wajah Tama.  Di hatinya berkecamuk berbagai perasaan.


Inilah yang aku tunggu selama dua tahun pengejaran dan penantianku.


“Aya,” bisik Tama lembut, “Aku cinta kamu.  Kamu mau jadi pacarku?”

(Bersambung)


Rin akhirnya memilih untuk pergi dengan Tama dan membohongi Rian.  Dan di sebuah tempat yang tepat, Tama menyatakan perasaannya pada Rin yang sudah mengejar dan menantinya selama 2 tahun.  Apa jawaban Rin dan bagaimana dengan Rian?

Kejarlah Cinta, terbit dua kali dalam seminggu, Rabu pagi dan Sabtu pagi…


Kejarlah Cinta #8 : Kebohongan yang Terungkap |   Kejarlah Cinta #1 : Perkenalan Pertama

Sumber gambar : jeanfan.deviantart.com
Dipublish pertamakali di www.kompasiana.com, copasing diizinkan dengan mencantumkan URL lengkap posting di atas atau dengan tidak menghapus/mengedit amaran ini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun