Mohon tunggu...
Ryan M.
Ryan M. Mohon Tunggu... Editor - Video Editor

Video Editor sejak tahun 1994, sedikit menguasai web design dan web programming. Michael Chrichton dan Eiji Yoshikawa adalah penulis favoritnya selain Dedy Suardi. Bukan fotografer meski agak senang memotret. Penganut Teori Relativitas ini memiliki banyak ide dan inspirasi berputar-putar di kepalanya, hanya saja jarang diungkapkan pada siapapun. Professional portfolio : http://youtube.com/user/ryanmintaraga/videos Blog : https://blog.ryanmintaraga.com/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kejarlah Cinta #12: Ketika Waktu Berhenti Berputar

8 April 2014   13:44 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:55 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerita Sebelumnya :

Foto-foto yang diunggah Aksa membuatnya mengetahui peristiwa pahit yang pernah menimpa Lintang.  Sementara Lintang yang selama ini ditutup dari akses informasi dunia luar sudah mendapat izin dari tantenya - meski masih dalam pengawasan.

CHAPTER 12

Hari itu merupakan hari terakhir Ujian Akhir Semester 1.  Kurang-lebih satu minggu lagi para pelajar – termasuk siswa-siswi SMA Dian Pelita akan menerima hasil belajar mereka selama enam bulan belakangan ini.  Dan dua hari kemudian mereka akan menikmati liburan.


“Ca, tunggu sebentar!”

Mendengar suara itu, Aksa yang sedang bergegas sejenak menghentikan langkahnya.  Dilihatnya Rian dan Lintang setengah berlari menghampirinya.


Hm…  Semenjak acara jalan-jalan ke Anyer itu mereka berdua keliatannya makin dekat.


“Ada apa, bro?  Lin?”


“Kita berdua mau mampir sebentar ke toko buku.  Kamu mau ikut?” tanya Rian.


“Hmmm…” Aksa memandang keduanya, “Sebenernya boleh juga sih.  Tapi sori banget, siang ini aku ada ekskul manajemen bisnis jadi nggak bisa ikut.  Kalian jalan berdua aja, oke?”

Selesai berkata begitu Aksa langsung berlari meninggalkan Rian dan Lintang yang tidak sempat berkata apa-apa.


“Ekskul manajemen bisnis?” gumam Lintang, “Emang ada ya ekskul itu di sekolah kita?”


“Bukan…” ujar Rian, “Itu artinya dia bantu-bantu ngurus bisnis ibunya.”


“Oh gitu.”

Rian memandang Lintang,


“Yah, itu artinya kita jalan berdua aja.  Yuk!”


“Oke.”

Dengan menggunakan angkutan umum, mereka akhirnya tiba di tempat tujuan.  Usai menemukan apa yang mereka cari, saat ini Lintang dan Rian sedang menunggu makanan pesanan mereka.


“Jadi, kamu ada rencana apa buat liburan nanti?” tanya Rian.

Suasana food court saat itu tidak begitu ramai karena jam makan siang buat pekerja kantoran sudah berakhir sekitar dua jam lalu sehingga mereka leluasa memilih tempat.  Kebetulan mereka berdua senang duduk dekat jendela, menikmati pemandangan kota di bawah – seperti saat ini.

Lintang yang sedang menikmati pemandangan kota menoleh pada Rian,


“Yah, yang pasti kita ada dua kali jadwal latihan ekskul ‘kan?  Soalnya turnamen bulutangkis antar sekolah dimulai persis di minggu pertama semester 2.”


“Maksudku rencana lain di luar latihan,” Rian mengoreksi ucapannya.


“Yaah, paling jalan-jalan, beres-beres kamar, nyantai-nyantai…” jawab Lintang, “Nggak tau juga sih, belum ada rencana soalnya.  Mentok-mentoknya juga ngabisin stok buku yang baru aku beli ini,” lanjutnya seraya menepuk tumpukan buku yang baru dibelinya.

Tepat pada saat itu pesanan mereka datang.  Sejenak mereka menunda obrolan, menikmati lezatnya makanan dan segarnya minuman.

Limabelas menit kemudian,


“Haah...  Perutku full.  Aku bersyukur kita masih bisa menikmati makanan enak seperti ini…” Rian mengusap-usap perutnya.

Lintang yang masih menikmati makanannya tertawa geli melihat kelakuan Rian,


“Hei, malu ah begitu.  Lagian kata orangtua, nggak baik lho seperti itu.”


“Bodo amat deh,” sahut Rian sekenanya, “Mengusap-usap perut selesai makan memang nikmat kok.”

Sepuluh menit kemudian Lintang selesai.  Diambilnya selembar tisu dan diusapkan pelan ke bibirnya.  Semua tak luput dari pandangan Rian.


Lembut sekali caranya mengusap tisu ke bibirnya.


EH?!  Kenapa aku sekarang jadi memperhatikan hal-hal kecil yang dia lakukan?  Cara dia berbicara, cara dia berjalan, bahkan cara dia makan.


Apa memang aku mulai suka pada Lintang dan memandangnya lebih dari ‘sekadar’ sahabat?

Lintang masih tak sadar bahwa Rian memperhatikannya.  Saat ini dia sedang membalas pesan yang masuk ke ponselnya.


Tapi gimana perasaan Lintang ke aku?  Apa dia juga merasakan hal yang sama atau hanya menganggapku sebagai sahabat?


“Rian?” terdengar suara Lintang.

Saat itu dua pasang mata bertemu.


Ahh?!

Entah karena kebetulan saat itu mereka duduk di tempat yang sama-sama mereka suka atau karena hal lain, tepat ketika mata mereka bertemu, mendadak waktu perlahan melambat dan akhirnya berhenti.

Kedua pasang mata itu saling memandang yang langsung menembus dasar hati masing-masing.  Selama terhentinya waktu, baik Lintang maupun Rian merasa ada getaran dalam hati mereka, getaran yang mereka sampaikan pada orang di hadapannya dan pada saat bersamaan mereka juga menerima getaran dari orang tersebut.

Pada saat itu keduanya merasakan hal yang sama,


Dia menyukaiku!

Waktu masih berhenti berputar.  Sepasang remaja tersebut saling memandang dalam keterkejutannya masing-masing.  Tak ada satupun suara yang keluar, hanya perasaan dan getaran dari dasar hati yang tersampaikan dengan jelas kepada orang yang ada di hadapannya.


Dia menyukaiku…


“Rian?”


“Lintang...”

Lintang terdiam.  Perlahan gadis itu menunduk, wajahnya bersemu merah.  Tangannya meremas-remas tisu yang sedang dipegangnya.  Sementara Rian masih memandang gadis cantik bermata indah yang ada di hadapannya saat ini.

Keheningan kembali hadir selama beberapa detik, namun waktu perlahan berputar kembali.


Sekarang saatnya!  Ayo Rian, katakan pada Lintang kalo kamu suka padanya!  Ayo!

Suara hatinya sudah mendorongnya untuk mengatakan ‘aku suka kamu’ pada gadis yang ada di hadapannya ini, tapi mulut Rian mendadak kembali terkunci.


Bibirku terasa berat!  Aku tidak bisa mengatakannya!

Akhirnya keheningan perlahan menghilang.  Getaran itu perlahan tertutup oleh suara-suara dari luar.  Dan waktu kembali berputar ketika Lintang bangkit dari kursinya dengan canggung,


“A… Aku mau cuci tangan dulu…” katanya tergagap.


“I… Iya, silakan…” hanya kalimat itu yang keluar dari mulut Rian.

Saat gadis itu mencuci tangannya di wastafel, Rian merutuk dan menyesali dirinya sendiri,


Aku payah!  Aku melewatkan satu kesempatan!  Kenapa tadi aku nggak bilang kalo aku suka padanya?!

(Bersambung)


Hati mereka berkata dengan jelas!  Mereka saling menyukai!  Yang dibutuhkan tinggal keberanian untuk mengatakannya saja.  Kapan Rian akan mendapatkan keberanian itu?  Di chapter berikutnya, Rin hadir kembali dan mengatakan satu hal yang mengejutkan...

Kejarlah Cinta, terbit tiga kali dalam seminggu, Selasa, Kamis, dan Sabtu…


Kejarlah Cinta #13 : Pengkhianatan |   Kejarlah Cinta #1 : Perkenalan Pertama

Sumber gambar : 9images.blogspot.com
Dipublish pertamakali di www.kompasiana.com, copasing diizinkan dengan mencantumkan URL lengkap posting di atas atau dengan tidak menghapus/mengedit amaran ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun