Mohon tunggu...
Ryan M.
Ryan M. Mohon Tunggu... Editor - Video Editor

Video Editor sejak tahun 1994, sedikit menguasai web design dan web programming. Michael Chrichton dan Eiji Yoshikawa adalah penulis favoritnya selain Dedy Suardi. Bukan fotografer meski agak senang memotret. Penganut Teori Relativitas ini memiliki banyak ide dan inspirasi berputar-putar di kepalanya, hanya saja jarang diungkapkan pada siapapun. Professional portfolio : http://youtube.com/user/ryanmintaraga/videos Blog : https://blog.ryanmintaraga.com/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kejarlah Cinta #14: Aku Melihatmu

12 April 2014   13:54 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:46 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1397178859756468742

Cerita Sebelumnya :

Feeling Rin mengatakan bahwa Tama punya pacar lain.  Rian yang tidak mau Rin terluka merasa lebih baik berbohong soal Tama yang dilihatnya jalan bareng gadis lain.  Dan dalam kegundahannya, Rin mengatakan satu hal yang mengejutkan bahwa dia bersedia putus dengan Tama seandainya Rian memintanya.  Apa yang akan Rian lakukan?

CHAPTER 14


“Seandainya aku dulu nggak ngebatalin janji kita untuk ketemuan, mungkin saat ini aku sudah bahagia pacaran sama kamu.”

Rian terkejut, tak menyangka bahwa Rin akan berkata seperti itu.


“Rin?”

Di tengah keramaian kota, dua remaja ini saling pandang.  Perlahan Rin menggenggam tangan Rian,


“Rian… kalo kamu minta, aku bisa aja putus dari Mas Tama sekarang, lalu kita jadian.  Saat ini aku benar-benar menyesali perbuatanku yang waktu itu.”


“Rin…  Kamu…  Kamu becanda ‘kan?”


“Aku nggak becanda, Rian.  Aku serius!  Kalo kamu minta aku putus dari Mas Tama, pasti akan aku lakukan.”

Rin masih menggenggam tangan Rian.


Katakan, Rian!  Katakan!  Kumohon!  Katakan bahwa kamu mau aku putus dari Mas Tama…

Untuk sesaat, Rian merasa waktu berhenti, sama seperti ketika dia dan Lintang saling mengetahui perasaan masing-masing.  Di hadapannya kini ada Rin, gadis yang pernah sangat disukainya.


Rin, aku mengagumimu sejak tahun pertamaku di sekolah.  Waktu itu kau terasa jauh kugapai hingga aku mengenal Lintang yang membuatku bisa mendekatimu dalam waktu empat bulan.

Rian menghela nafas.


“Rin, aku menyukaimu sejak aku kelas I...”

Rian kemudian melanjutkan kalimatnya,


“Andai saat ini perasaanku masih sama seperti waktu itu, aku pasti akan memintamu putus dari pacarmu.”

Tanpa sadar, Rin melepaskan pegangannya dari tangan Rian.  Semua harapannya saat ini sirna.


“Aku paham, jadi saat ini aku nggak bisa memperbaiki kesalahanku yang waktu itu.”


“Kamu nggak salah Rin, sama sekali nggak.  Memang saat itu, dialah pilihanmu.  Nggak ada yang salah dalam hal ini…”

Rin menunduk dan bergumam,


“Aku paham, Rian.  Nggak apa-apa.  Kamu suka sama Lintang ‘kan?  Dia memang cantik dan baik.  Sejak pertama aku tau bahwa kalian pasangan yang serasi.”

Rin melanjutkan kalimatnya, memaksakan diri untuk terlihat tegar.


“Kamu tau, Rian?  Saat ini aku benar-benar menyesal sudah menyia-nyiakan satu kesempatan terbaik yang datang padaku.”


“Rin, bukan seperti itu maksudku…”

Rin kembali memandang Rian dengan senyumnya yang dipaksakan,


“Berusahalah Rian, semoga berhasil dengan Lintang…”

* * *

Waktu berlalu dengan cepat sejak saat itu…

Semester satu sudah berakhir, dan saat ini semester dua sudah dimulai dengan turnamen bulutangkis antar sekolah.  Karena permainannya yang masih kurang, saat ini Rian tidak disertakan dalam tim.


“Game Point!”  terdengar suara wasit yang menandakan bahwa permainan sudah hampir berakhir.

Di tengah lapangan, Lintang sedang bertanding dengan sungguh-sungguh meski angkanya terpaut lumayan jauh dengan lawannya – salah satu pemain unggulan di turnamen ini.  Namun Lintang bisa memaksa lawannya melakukan rubber set!

Dan bagi tim SMA Dian Pelita, bisa memaksa seorang pemain unggulan melakukan rubber set sudah merupakan sebuah prestasi karena selama ini belum ada yang mampu melakukannya.

Shuttlecock sudah dipukul, kedua pemain saling mengembalikan umpan yang diberikan lawannya.  Pukulan demi pukulan bersahut-sahutan dengan teriakan penonton.  Rally panjang yang mendebarkan berlangsung, dan ini sebenarnya sangat menguras stamina meski membuat permainan jadi lebih menarik.

Dan akhirnya, satu pukulan overhead dari lawannya membuat Lintang menyerah.  Sorak sorai membahana di gedung pertandingan mengiringi kedua pemain yang bersalaman dengan sportif.

* * *


“Tahun ini kita masih belum berhasil, sayang sekali.  Padahal ini tahun terakhirku ikut turnamen…”

Rin duduk bersama Rian dan Lintang dalam bus yang membawa tim bulutangkis SMA Dian Pelita.  Sampai tahun ini SMA Dian Pelita masih belum berhasil menembus dominasi SMA-SMA lain yang sudah sering menjadi langganan juara.


“Berat lah Rin, lawannya juga masih di seputaran SMA itu-itu aja.” ujar rekan satu timnya sesama kelas XII.


“Yah, mo gimana lagi…” keluh Rin, “...tapi keliatannya tadi ada perkembangan menarik.  Lintang bisa maksa lawannya untuk main rubber set.”

Rin memandang Lintang,


“Kamu hebat Lintang!  Moga-moga tahun depan kita bisa masuk setidaknya perempat final…”

Lintang tersipu mendengarnya,


“Hahaha aku kaya’nya jadi kena beban berat nih kak…”

Rin kemudian melirik Rian sambil tersenyum meledek,


“Dan semoga nanti adik-adik kelas kita permainannya lebih baik dari kakak kelasnya.  Ya ‘kan Rian?”

Disindir seperti itu Rian merasa kesal,


“Iya, iya.  Permainanku memang jelek, maaf aku nggak bisa masuk tim.  Mungkin sebaiknya aku keluar aja dari ekskul?”


“JANGAAAN!” Rin dan Lintang menjawab bersamaan, “Gimanapun juga kita tetep kekurangan orang, tau!”

Keduanya saling pandang kemudian tertawa.  Suasana ceria mewarnai kepulangan tim bulutangkis SMA Dian Pelita.  Meski saat itu mereka kalah, selalu ada harapan untuk hasil yang lebih baik di masa mendatang.


“Eh ngomong-ngomong jalanannya macet banget ya?” ujar Rian.

Saat itu sekitar jam 4 sore, saat-saat dimana jalanan Jakarta memang sedang macet-macetnya.  Bus yang mereka tumpangi juga terjebak macet dan tidak bisa bergerak ke mana-mana.


“Sudahlah Rian, dinikmati aja…” jawab Lintang.


“Iya bener kata Lintang.  Kaya’ baru tinggal di Jakarta aja, Lintang aja udah paham kok gimana macetnya Jakarta.  Lagian ngapain sih buru-bur…”

Rin tidak sempat meneruskan kalimatnya, dia mendadak terdiam.  Secara refleks Rian dan Lintang bertanya,


“Rin?  Kenapa?”

"Kak Rin?  Ada apa?"

Akan tetapi yang ditanya tidak menjawab, matanya hanya memandang nanar ke satu arah.  Tangannya bergetar, seolah menahan satu perasaan sakit yang teramat sangat.

Lintang dan Rian ikut memandang ke arah yang sama dengan Rin.

Dan…

Terlihat sepasang muda-mudi sedang berjalan mesra sambil berpegangan tangan penuh keceriaan.  Tangan si pemuda kemudian berpindah merangkul pinggang si gadis diikuti dengan satu kecupan di pipi, seolah tak peduli dengan keadaan sekelilingnya.

Lintang menutup mulut dengan kedua tangannya sementara Rian hanya bisa terdiam menyaksikannya.  Pemandangan di luar bus tadi jelas sangat menyakitkan bagi Rin.


“Mas Tama…” lirih Rin.


Dan tiba-tiba Rin bangkit dari kursinya, bermaksud turun dari bus.

(Bersambung)


Rin melihat kenyataannya!  Melihat Tama yang sedang bermesraan dengan gadis lain - di depan matanya!  Dengan hatinya yang tersakiti oleh Tama dan ditolak oleh Rian, apa yang akan dilakukan oleh Rin?  Ikuti terus 3 chapter terakhir “Kejarlah Cinta”…

Kejarlah Cinta, terbit tiga kali dalam seminggu, Selasa, Kamis, dan Sabtu…

Kejarlah Cinta #15 : Semudah Inikah Aku Mendapatkanmu? |   Kejarlah Cinta #1 : Perkenalan Pertama

Sumber gambar : favim.com

Dipublish pertamakali di www.kompasiana.com, copasing diizinkan dengan mencantumkan URL lengkap posting di atas atau dengan tidak menghapus/mengedit amaran ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun