[caption id="" align="aligncenter" width="540" caption="Ilustrasi (sumber gambar : readwrite.com)"][/caption] Ramainya perbincangan soal tudingan plagiarisme pada sinetron “Kau yang Berasal dari Bintang” dengan sebuah tayangan asal negeri ginseng membuat saya teringat perbincangan dengan seorang kawan saat masih berstatus sebagai pekerja televisi. Perbincangan ini sama sekali tidak membahas soal sinetron tersebut karena kejadiannya sudah lama sekali, tapi relevansinya masih ada.
Ketika itu saya sedang side job di sebuah rumah produksi (saya memang nggak pantang side job – selama tidak dilakukan di lingkungan kantor dan/atau menggunakan fasilitas kantor). Ketika melakukan pekerjaan saya (editing), tiba-tiba saya sadar bahwa sinetron yang sedang saya edit itu jalan cerita dan pengambilan gambarnya sama persis dengan sebuah miniseri dari India.
Nah kebetulan saat itu si penulis naskahnya masuk ke ruangan saya.
Secara sambil lalu saya bertanya,
“Kok kaya’nya aku pernah liat sinetron ini ya? Agak-agak mirip sama (saya lupa judul miniserinya)”
Dan jawabannya sungguh di luar dugaan saya,
“Lu tau nggak? Waktu mo bikin sinetron ini tim penulis dan sutradara dipanggil sama produser. Di ruangannya kita cuma diputerin film itu dan beliau bilang, ‘bikin yang seperti ini’”.
Lalu kenapa harus menjiplak?
Tayangan televisi sudah berubah dari sebuah produk seni menjadi produk industri yang dituntut harus hadir secara instan dan masif. Saya yakin, sebenarnya teman saya penulis naskah tersebut punya segudang ide di kepalanya yang bisa dia hadirkan dalam bentuk cerita. Akan tetapi karena sang produser yang notabene adalah bosnya memintanya menulis cerita yang sama persis dengan film yang diperlihatkan padanya, maka apa boleh buat. Memang sih dalam hati saya membatin,
"Nggak kreatif banget sih, padahal tinggal sedikit melakukan perubahan 'kan bisa?"
Tapi mungkin dia memang takut sama bosnya hehehe...
Dan melihat beberapa tayangan televisi sekarang, kecenderungan seperti itu masih berlangsung. Saya pernah tertawa terbahak-bahak ketika melihat sebuah tayangan televisi tentang seorang anak miskin namun cerdas yang di kemudian hari membelikan motor atau mobil baru untuk ayahnya. Kenapa saya tertawa? Karena tayangan itu plek plek plek menjiplak dari iklan sebuah perusahaan minyak asal negeri jiran.
Pernah nonton juga tayangan tentang anak-anak kecil yang mencoba menggeser sebuah pohon besar yang melintang menghalangi lalu lintas di tengah jalan? Itu juga sama.
Tulisan ini masuk kategori “Serba-Serbi” dan dipublish pertamakali di www.kompasiana.com, copasing diizinkan dengan mencantumkan URL lengkap posting di atas atau dengan tidak menghapus/mengedit amaran ini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H