Mohon tunggu...
Ryan M.
Ryan M. Mohon Tunggu... Editor - Video Editor

Video Editor sejak tahun 1994, sedikit menguasai web design dan web programming. Michael Chrichton dan Eiji Yoshikawa adalah penulis favoritnya selain Dedy Suardi. Bukan fotografer meski agak senang memotret. Penganut Teori Relativitas ini memiliki banyak ide dan inspirasi berputar-putar di kepalanya, hanya saja jarang diungkapkan pada siapapun. Professional portfolio : http://youtube.com/user/ryanmintaraga/videos Blog : https://blog.ryanmintaraga.com/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kisah Dua Hati #14: Konflik Batin

4 Juni 2014   14:09 Diperbarui: 20 Juni 2015   05:25 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerita Sebelumnya :

Niko pergi ke rumah tante Ani, bermaksud menemui Lintang.  Namun upayanya gagal, tante Ani tidak mengijinkan Niko dan hanya meminta pemuda itu untuk meninggalkan nomor ponselnya.  Setelah mendapat nomor ponsel Niko, apa yang akan dilakukan Lintang?  Sementara itu kebahagiaan Rin yang baru jadian dengan Rian sudah terusik oleh sebuah pesan singkat dari Tama - mantannya Rin!  Bagaimana kisah Rin, Lintang, dan Rian?

CHAPTER 14

Pagi itu Rin berangkat ke kampus bersama papanya dan Lila.  Sepanjang perjalanan, Rin lebih banyak diam.


“Rin, kamu nggak enak badan?” tegur papanya sambil menyetir.


Rin yang duduk di sebelah papanya hanya menggeleng.

Lila yang duduk di belakang menyahut,


“Kak Rin lagi bete.  Masa’ gitu aja nggak tau sih, Pa?”


“Ooo gitu,” sahut papanya.  Kesibukan pekerjaan membuatnya tidak begitu memahami putri-putrinya, dan terkadang hal ini membuatnya menyesal.


“Kenapa?” tanyanya lagi.


“Iya, kenapa kak?” timpal Lila.


Akan tetapi Rin tidak juga menjawab, dia hanya menghela nafas, matanya memandang kosong ke depan.  Seharian kemarin gadis itu tidak bisa tenang karena terganggu SMS dari Tama yang terus-menerus meminta maaf atas sikapnya dulu.


Basi banget!

* * *

Lintang duduk di bangkunya dengan perasaan tak menentu.  Tadi sebelum berangkat sekolah, tante Ani memanggilnya dan menceritakan kejadian dua malam sebelumnya.  Dan di akhir percakapan, tante Ani menyerahkan secarik kertas.

Saat ini dipandanginya kertas yang bertuliskan sederetan angka.


Nomor handphone Niko!

Jika mengikuti perasaannya, ingin rasanya dia merobek dan membuang kertas itu.  Akan tetapi Lintang teringat pesan tante Ani,


“Tante paham perasaanmu.  Tapi menurut tante pribadi, lebih baik kamu save dulu nomernya karena tante yakin suatu hari nanti kamu harus menyelesaikan masalah itu.Kamu nggak bisa terus lari dari masalah.  Dan saat kamu sudah siap menyelesaikannya, kamu bisa mulai dengan menghubungi Niko.”


Dalam hati, Lintang membenarkan pendapat tante Ani.


Pendapat tante ada benarnya.  Sekarang memang aku belum siap, tapi suatu hari nanti aku harus menghadapi dan menyelesaikan masalah ini.  Aku nggak bisa terus lari menghindar.


Dengan malas-malasan, Lintang menyimpan nomor telepon Niko di ponselnya.

* * *


“Pagi, bro!”


“Hei, Ca.  Pagi juga.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun