“Haha Faiz, Faiz. Lebih baik kamu mulai sekarang lupain Aida, kamu ‘kan sudah nyerah sama dia.”
Kami berdua tersenyum.
* * *
Bulan Ramadhan dua tahun kemudian...
“Airin, sini.”
Bocah perempuan berusia satu tahun itu menghampiriku dengan langkah tertatih. Di belakangnya terlihat Mina memanggil Airin sambil tangannya memegang mangkuk berisi bubur bayi.
“Airin,” panggil Mina lagi.
“Airin, jangan dengerin Ibu,” panggilku, “Sini...”
Bocah kecil yang baru belajar berjalan itu sejenak terdiam dan bergantian memandang kami berdua. Lalu akhirnya dengan tawa mengembang, Airin menghampiriku yang segera menggendongnya.
Aku tertawa sambil meledek Mina.
“Yess! Ibu kalah!”
“Dasar, kalau ada kamu dia selalu saja lebih milih kamu,” kata Mina - ibunya.
“Itu mungkin karena dia tau kalau aku orang baik,” balasku.
Percakapan kami mendadak terhenti.
Sebuah mobil dengan pelat nomor Jakarta datang dan berhenti di depan rumah Mina. Kaca depan mobil dibuka dan tampak seraut wajah yang kukenal.
Tante Dian! Om Wid! Mereka sudah berkumpul lagi?
Mereka tersenyum. Kami berdua pun balas tersenyum dan saling pandang. Mobil kemudian diparkir di halaman rumah Mina. Buru-buru kami menghampiri mereka.
“Om Wid, Tante Dian,” sapaku, “Berdua saja?”
“Mana mungkin kami cuma berdua,” balas Tante Dian sambil melirik pintu belakang mobil.
Cekrek!
Terdengar pintu belakang mobil dibuka, kemudian tampak seraut wajah cantik sambil tersenyum meledek.
Lia!
“Kenapa, A? Nyari kak Aida ya?” tanyanya.
Aku tak bisa menjawab. Lia kemudian turun dari mobil diikuti seseorang lagi. Orang yang aku sendiri sudah menyerah untuk mencoba menemuinya.
Dan kini dia ada di hadapanku.
Aida.
Aku tak sadar bahwa Airin masih ada di gendonganku.
“Apa kabar, Faiz?” sapanya.
Aku masih tak percaya Aida ada di hadapanku. Gadis teman masa kecilku yang tiba-tiba menghilang dan sulit aku temui, kini ada di hadapanku.
“Aida...” hanya itu yang bisa kuucapkan.
Sungguh sebuah pertemuan yang sama sekali tak terduga.
“Mina,” sapa Aida, “Itu anakmu?”
“He’eh,” balas Mina, “Namanya Airin.”
Mina kemudian mengambil Airin dari gendonganku dan menghampiri Aida,