Mohon tunggu...
Ryan M.
Ryan M. Mohon Tunggu... Editor - Video Editor

Video Editor sejak tahun 1994, sedikit menguasai web design dan web programming. Michael Chrichton dan Eiji Yoshikawa adalah penulis favoritnya selain Dedy Suardi. Bukan fotografer meski agak senang memotret. Penganut Teori Relativitas ini memiliki banyak ide dan inspirasi berputar-putar di kepalanya, hanya saja jarang diungkapkan pada siapapun. Professional portfolio : http://youtube.com/user/ryanmintaraga/videos Blog : https://blog.ryanmintaraga.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Persahabatan 200 Tahun

24 Agustus 2014   21:21 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:41 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Selamat datang kembali, saudaraku,” aku menyambut cahaya kecil berwarna merah yang berputar-putar tak tentu arah tersebut.


Nampaknya ia sedang kebingungan, hal yang lumrah terjadi pada sebuah ‘kesadaran’ yang baru saja terlepas dari raganya.

“Aku di mana?” tanyanya, “Kamu apa?  Kenapa aku tidak bisa melihat anggota tubuhku yang lain?”

“Kau baru saja terpisah dari tubuhmu,” aku menjelaskan.


Belum selesai aku menjelaskan, cahaya kecil itu bergerak kesana-kemari dengan gelisah.

“Aku sudah mati?!” teriaknya.  Sebetulnya dengan wujudnya yang sekarang, dia tidak benar-benar berteriak.  Kami para ‘kesadaran’ punya cara tersendiri untuk berkomunikasi dan saling mengerti satu sama lain.  Kami sudah saling terhubung secara otomatis.


Aku membiarkannya sebelum akhirnya dia menjadi sedikit lebih tenang.

“Begitu lebih baik,” ujarku, “Karena jika kau tetap seperti tadi, energimu perlahan akan menghilang dan kau benar-benar lenyap.”
“Begitukah?” ia berkata lirih, “Terimakasih sudah memberitahuku.  Tapi apa betul aku sudah mati?  Lalu kenapa aku ada di sini?  Dan apakah aku sekarang sama sepertimu?”
“Sebenarnya kau sudah pernah ke sini,” sahutku, “Tapi memang begitulah yang sering terjadi, banyak ‘kesadaran’ yang tidak ingat bahwa di sinilah tempat asal kita.  Sekarang aku bertanya padamu, warna apa yang kau lihat dari diriku?”


Cahaya merah itu menjawab,

“Violet.  Sungguh indah.  Apa warnaku seperti itu?”
“Tidak.  Warnamu merah.”

“Artinya?” ia kembali kebingungan, terlihat dari gerakannya yang tak teratur.

“Aku sudah lama berada di sini.  Menyerap setiap pengetahuan dan pengalaman dari ‘kesadaran’ lain sewaktu mereka di dunia.”

“Maksudnya?”

“Kita akan lama berada di sini.  Setidaknya 200 tahun sebelum bisa kembali ke dunia, jadi kita akan berbagi pengalaman dan bertukar cerita.  Semakin lama kita berada di sini, semakin banyak pengetahuan dan pengalaman yang didapat, semakin terang pula warna yang kita punya.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun