City car berwarna ungu itu berhenti. Dua penumpangnya turun dan memberikan kunci mobil untuk layanan valet parking. Aku mengenal kedua tamu itu, setidaknya karena mereka langganan tetap hotel tempatku bekerja.
Bahkan bisa dibilang, hampir seluruh staf hotel ini tahu siapa mereka.
“Selamat siang,” rekan-rekanku menyapa kedua tamu yang baru datang tersebut dan dibalas dengan anggukan serta senyuman, bahkan terkadang mereka sedikit berbincang menanyakan kabar si penyapa.Mereka orang yang ramah, pikirku.
Salah satu dari mereka menghampiriku.
“Mas Andi. Kamar pesanan saya sudah siap 'kan?” tanyanya.
Ia seorang perempuan berusia sekitar 30 tahun dengan kecantikan khas seorang wanita Asia Timur. Rambut panjangnya dibiarkan tergerai dan saat ini dicat kecoklatan.
“Sudah, Bu,” jawabku.
Ia memandangku dengan tatapan protes. Aku kemudian mengoreksi ucapanku,
“Maaf, Miss. Sekarang silakan Miss duduk dulu, keycard-nya nanti saya antar.”“Oke. Makasih ya Mas,” sahutnya sembari berjalan kembali ke sofa di lobi hotel yang luas dan nyaman tersebut.
Tak berapa lama, kedua orang itu kemudian terlibat dalam percakapan intim, sesekali ditimpali dengan bahasa tubuh yang mengisyaratkan adanya hubungan khusus antara mereka berdua. Tangan mereka tampak saling merangkul pinggang lawan bicaranya, mengusap paha, tengkuk, bahkan terkadang hidung dan bibir mereka saling bersentuhan. Rona merah bara asmara terlihat jelas di wajah mereka.
Flirting.
Pemandangan yang tak lazim?
Aku tak begitu peduli. Kami tak begitu peduli.
Kemesraan mereka tertunda sejenak, perempuan cantik itu mengambil telepon genggamnya yang berdering. Wajahnya nampak sedikit kesal.
“Hi, hon,” sapanya dengan nada mesra menjawab telepon dari seberang sana, “Yes, aku masih di Jakarta menemui seorang kawan lama. Gimana terapimu?”
Tampak perempuan itu dengan lembut menepis tangan orang yang datang bersamanya tersebut sambil memberi isyarat,
Ini suamiku yang menelepon.
Perempuan itu kelihatannya sedang mendengarkan dengan serius ucapan suaminya di seberang telepon.
“Yes, hon. Besok siang kita ketemu 'kan? Don’t you know that I really miss you?”
Mendengar perkataan barusan, tampak kecemburuan di wajah teman si perempuan tersebut yang segera dibalas dengan usapan lembut di pipi.
“Okay, hon. See you tomorrow. Love you,” ujar si perempuan cantik sambil menutup telepon genggamnya.
Ia menoleh pada wajah kesal di sampingnya.
“Hai sayang, kamu jangan marah dong,” ujarnya, “Kamu tau ‘kan kalo hati dan tubuhku cuma buat kamu meski statusku adalah istrinya.”“Kenapa kamu nggak ceraikan aja suamimu yang tua dan loyo itu sih?”
“Hahaha nggak mungkinlah, sayang,” tawanya, “Tambang uang kok dilepas...”
Keduanya tertawa berderai.
Perempuan cantik itu memandangku. Aku mengerti artinya.
Aku bergegas menghampiri mereka dan menyerahkan keycard kamar hotel yang sudah dipesannya.
“Silakan, Miss.”
Sambil mengucap terimakasih sekali lagi, kedua perempuan itu meninggalkanku dan menuju kamar hotel - melanjutkan kemesraan mereka berdua, melepas rindu yang tertahan.
Dan aku tak peduli.
Catatan Penulis :
Ilustrasi cuma model ya, saya tau kok kalo perempuan cantik yang jadi ilustrasi tulisan ini namanya G.NA seorang penyanyi Korea :)Maaf ya kalo kali ini temanya agak lain, selamat berakhir pekan!
Sumber gambar : niesa87himura.wordpress.com
Tulisan ini masuk kategori “Fiksi” dan dipublish pertamakali di www.kompasiana.com, copasing diizinkan dengan mencantumkan URL lengkap posting di atas atau dengan tidak menghapus/mengedit amaran ini
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI