15 menit kemudian...
Dengan rasa penasaran, Angga turun dari kamarnya menuju ruang tamu.
“Nah, tu dia,” terdengar suara sang ayah, “Sini, Ngga.”
Meski agak segan, Angga menurut.
Moga-moga Ayah bisa sedikit menghormatiku kali ini, harapnya.
Harapan yang tak terkabul karena ketika pemuda berusia 18 tahun duduk di dekatnya, sang ayah mengucel-ucel rambut Angga seperti anak kecil. Dan Angga tidak bisa berbuat apa-apa meski dia merasa malu yang teramat sangat, apalagi tindakan itu dilakukan di depan seorang gadis seusianya.
Semua tertawa.
“Nah, Nay,” ayah Angga memanggil gadis tersebut, “Ini Angga. Om nggak tau kamu masih inget apa nggak, soalnya biar badannya sudah segede gini dia masih kaya’ anak-anak.”
Angga terpana.
Nay? Jadi, dia beneran datang?
Gadis yang dipanggil ‘Nay’ itu tersenyum dan mengulurkan tangannya pada Angga,
“Angga 'kan? Aku Nay, moga-moga kamu masih inget ya,” katanya, “Tapi kalo kamu nggak inget ya nggak apa-apa, kita kenalan lagi.”“Nay,” gadis itu menyebutkan namanya sambil tetap tersenyum.
“Angga,” balas Angga.
Beberapa saat lamanya mereka bersalaman, dan Angga berusaha keras mengingat masa kecilnya.
“Gimana? Kamu sudah inget aku?” tanya Nay.“Samar sih,” Angga berbohong, “Maklum kita 'kan masih kecil waktu itu.”