Mohon tunggu...
Ryan M.
Ryan M. Mohon Tunggu... Editor - Video Editor

Video Editor sejak tahun 1994, sedikit menguasai web design dan web programming. Michael Chrichton dan Eiji Yoshikawa adalah penulis favoritnya selain Dedy Suardi. Bukan fotografer meski agak senang memotret. Penganut Teori Relativitas ini memiliki banyak ide dan inspirasi berputar-putar di kepalanya, hanya saja jarang diungkapkan pada siapapun. Professional portfolio : http://youtube.com/user/ryanmintaraga/videos Blog : https://blog.ryanmintaraga.com/

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Pantai Ancol Makin "Eksklusif"?

9 November 2014   02:23 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:17 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_334047" align="aligncenter" width="600" caption="Jepretan iseng di Pantai Ancol (dokpri menggunakan Sony Ericsson XPeria Ray)"][/caption]

Bosan dengan acara jalan-jalan keluarga akhir pekan yang biasanya M2M alias mall to mall, dua minggu terakhir ini kami sekeluarga bisa berhari Sabtu di tempat wisata yang ada di Jakarta. Jika minggu lalu kami mengunjungi Kebun Binatang Ragunan (tulisan tentang ini akan saya tulis lain waktu), maka minggu ini kami mengunjungi Pantai Ancol.

Dengan menggunakan satu-satunya city car lawas andalan, sekitar jam 9 pagi kami berangkat ke Ancol melewati Jalan Gunung Sahari yang sudah beberapa bulan terakhir ini terasa semakin gersang dan berdebu akibat proyek pengerukan sungai (atau turap ya?).

Sekitar jam 10.30, kami sudah tiba di gerbang Ancol.

Tarif yang Cukup Mengejutkan!


Saya lupa kapan terakhir kali mengunjungi Ancol, mungkin antara tahun 2009-2011 karena seingat saya waktu itu kami menggunakan mobil Daihatsu Espass (dan sedikit mengakali petugas tiketing di depan hehehe). Dan seingat saya waktu itu total tarif masuk yang harus dibayar sekitar Rp 50.000.

Karena itu betapa terkejutnya saya sewaktu petugas tiketing menyebut angka Rp 95.000 untuk masuk ke Ancol atau naik hampir 2 kali lipat!

Rincian tarif sebesar itu adalah 3 orang x Rp 25.000 ditambah tarif untuk mobil sebesar Rp 20.000.  Wow!

Dalam hati saya membatin,

“Masuk pantainya memang gratis, tapi masuk ke kawasan Ancolnya bisa bikin meringis.”

Oya, sekarang ini pengelola Ancol sudah menyediakan bus seukuran Metromini yang dinamakan Wira-wiri (atau Wara-wiri, saya tidak memperhatikan dengan pasti). Bus ini bertugas mengantar pengunjung dari satu halte ke halte lainnya di kawasan Ancol – termasuk kawasan pantai. Sedikit cerita, yang pernah ke Ancol menggunakan busway pasti merasakan gempornya jalan kaki dari halte busway ke – misalnya – Dufan.  Jika memang benar Wira-wiri adalah fasilitas yang disediakan pengelola Ancol, salut! Perkara gratis atau nggak, maaf saya juga belum tahu pasti, mungkin ada Kompasianer yang bisa menambahkan.

Setelah memarkir mobil, kami bergegas ke pantai.

Sudah Berubah?


Kesan pertama setelah memasuki kawasan pantai adalah,

[caption id="attachment_334048" align="aligncenter" width="320" caption="Si sulung dan si bungsu bermain pasir, dilanjut dengan berenang (dokpri)"]

1415449219626310076
1415449219626310076
[/caption]

“Pantai sudah berubah?”

Saat ini ada tembok pembatas antara pantai dengan area komersil (seingat saya dulu tidak ada), mungkin untuk mencegah agar air pasang tidak membanjir. Bibir pantai juga saya lihat semakin sempit (atau mungkin karena tadi air sedang pasang, entahlah). Soal tembok ini nampaknya dikeluhkan beberapa pengunjung – terutama yang anggota keluarganya menyandang disabilitas.

“Dulu nggak ada temboknya, jadi dia (sambil menunjuk seseorang yang duduk di kursi roda) bisa liat pantai.  Kalo sekarang nggak bisa, apalagi harus naik tangga.”

Saya rasa ini pantas jadi catatan bagi pengelola Ancol bahwa pantai bukan hanya milik pengunjung yang sehat (jasmani), bahkan mereka yang kurang beruntung kondisi fisiknya pun seharusnya memiliki hak yang sama untuk menikmati pantai.

Kembali ke topik.

Setelah menyewa tikar seharga Rp 20.000,- kami pun mulai menikmati angin pantai sementara kedua putri kami asyik bermain pasir yang dilanjut dengan berenang. Untunglah kelihatannya matahari sedang sedikit bersahabat sehingga cuaca tidak begitu terik.

Bekal makan siang pun dibuka. Sengaja memang istri saya sudah mempersiapkan semuanya dari rumah termasuk sendok dan dua botol besar air mineral karena rata-rata makanan dan minuman di sini – seperti di tempat wisata lainnya – dijual dengan harga lebih tinggi.  Contohnya saja air mineral 600 ml yang biasanya dijual seharga Rp 3.000,- di sini harus ditebus dengan harga Rp 5.000,-

Singkat cerita, sekitar jam 2 siang kami memutuskan menyudahi kesenangan karena cuaca diprediksi hujan dan saya tidak mau terjebak hujan di daerah Jakarta Utara.

Catatan Akhir


[caption id="attachment_334050" align="aligncenter" width="320" caption="Bergaya di dermaga Ancol (dokpri)"]

1415449300551761575
1415449300551761575
[/caption]

Rasanya tadi tak banyak yang mengunjungi Pantai Ancol (bahkan mungkin kawasan Ancol secara keseluruhan).  Sewaktu datang tadi, saya bisa mencari tempat parkir dengan mudah, bahkan saat pulang pun masih banyak slot parkir yang kosong.  Dari bus Wira-wiri juga saya perhatikan hanya 4-5 orang yang naik dan turun. Bahkan sewaktu bersantai tadi, seorang petugas wahana Kereta Gantung (Gondola) memberikan kupon diskon sebesar Rp 5.000 per orang, padahal ini akhir pekan di mana biasanya harga yang dipatok lebih tinggi dibanding hari biasa.

Apa ini karena tarif Ancol yang semakin tinggi sehingga tidak dijadikan pilihan pertama bagi keluarga yang ingin berwisata? Entahlah.

Semoga tulisan saya bermanfaat.  Selamat berakhir pekan!
Tulisan ini masuk kategori “Fotografi & Wisata” dan dipublish pertamakali di www.kompasiana.com, copasing diizinkan dengan mencantumkan URL lengkap posting di atas atau dengan tidak menghapus/mengedit amaran ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun