Tanpa diduga, Angga - yang tahu bahwa Nay bukanlah teman masa kecilnya - menyusul ke Jakarta. Tindakan ini tentu saja mengejutkan Nay yang sedang dilanda gundah karena Angga tidak membalas SMS yang ia kirimkan. Dan hari ini, di tempat ini, semuanya mulai jelas bagi Angga!
CHAPTER 21
“Angga?”
Nay sama sekali tak menyangka Angga akan menyusulnya ke Jakarta. Gadis itu memandang Novan seolah bertanya,
Kenapa Angga bisa ada di sini?
“Angga sudah tau,” tutur Novan, “Sudah nggak ada gunanya juga kita merahasiakan hal ini.”
Nay kini beralih menatap Angga. Gadis ini maju selangkah.
“Angga,” ujarnya, “Aku minta maaf.”
Namun Angga bergeming dan membuang muka!
“Banyak yang harus kamu ceritakan,” ujar pemuda yang menjadi pacarnya tersebut – dengan nada datar.
Nay terhenyak!
Sikap Angga itu membuatnya mengurungkan niat mendekati Angga. Gadis itu kini hanya berdiri mematung.
“Maafkan aku,” lirihnya.
Nay terdiam sejenak sebelum melanjutkan kalimatnya,
“Aku akan menceritakan semuanya...”
* * *
Sinar matahari pagi yang hangat menembus kamarnya. Nay kecil yang saat itu baru saja membuka mata terlompat ketika ia mendapati seorang anak seusianya sedang tertidur pulas di sampingnya.
Siapa dia?
Diperhatikannya anak tersebut.
Rambutnya pendek.
Terus… tangannya kenapa?
Ada luka?
Nay turun dari tempat tidurnya, berjingkat menuju ruang makan di lantai dasar. Dilihatnya ayahnya sedang menikmati sarapan dengan ditemani seseorang.
Sepertinya aku pernah liat tante itu.
Tapi di mana?
Arya – ayah Nay – melihat kedatangan putri kecilnya itu. Ia melirik memberi tanda pada wanita di sebelahnya. Dan kejadian berikutnya tak akan terlupakan oleh Nay.
Wanita itu menghambur dan memeluknya – erat.
“Nayla!” seru wanita tersebut.
Nay tentu saja bingung, ia melihat ayahnya yang tersenyum dan mengangguk. Setelah beberapa lama pelukan itu mengendur.
Wanita itu kini memandangnya dengan tatapan penuh kerinduan dan cinta.
“Nayla?” sapanya, “Ini Ibu. Kamu ingat?”
Nay memandang wajah wanita tersebut, dan ia ingat!
“Ini tante yang fotonya ada di kantor Ayah?”
Wanita tersebut tertawa dengan mata yang sekarang basah oleh air mata, sekali lagi ia memeluk Nay.
“Nayla, maafin Ibu yang selama ini menyia-nyiakan kamu.”
* * *
”Jadi itu awal pertemuanmu dengan Nayra?” tanya Novan. Mereka bertiga kini sedang berjalan di tempat yang tenang dan indah tersebut.
Nay mengangguk.
“Ya. Seingatku memang dulu Ayah dan Ibu sempat berpisah. Aku ikut Ayah, sementara Nayra ikut Ibu. Dan kami sekeluarga baru berkumpul kembali saat usiaku 6 tahun.”
Angga - meski masih diam, mengakui bahwa cerita Nay cocok dengan apa yang dikatakan Ibu kemarin sebelum ia berangkat ke Jakarta.
“Orangtua Nayla-Nayra itu pisah waktu si kembar berumur 2 tahun. Tante Saras – ibunya Nayla pulang ke sini sambil bawa Nayra. Sementara Nayla tinggal di Jakarta sama ayahnya.”
Mereka terus berjalan sementara Nay meneruskan ceritanya,
“Tidak butuh waktu lama bagiku dan Nayra untuk saling menerima kehadiran masing-masing. Dan sejak saat itu pula kami mengganti nama panggilan kami menjadi Lana dan Rana.”
“Lana dan Rana?” ulang Novan, “Kenapa harus mengganti nama panggilan?”
“Kalian dulu manggil Nayra dengan nama ‘Nay’ kan?” ujar Nay, “Nah teman-temanku juga memanggilku dengan nama ‘Nay’. Karena nama panggilan kami sama-sama 'Nay', aku sama Nayra mengganti nama panggilan masing-masing jadi ‘Lana’ dan ‘Rana’ biar nggak bingung.”
“Ooo gitu,” Novan mengangguk-angguk lagi.
Nay kemudian tersenyum mengenang masa-masa indahnya bersama Nayra,
“Setiap malam menjelang tidur, kami banyak berbagi cerita. Dan dari Rana-lah aku tau tentang kalian berdua, Novan, Angga.”
Nay melanjutkan ceritanya...
* * *
“Lana,” ujar Nayra suatu hari, “Aku tiba-tiba kangen kota masa kecilku.”
Nayla yang sedang asyik menonton video yang diambil Nayra dengan handycamnya menoleh dan tertawa.
“Kangen sama kotanya atau sama SESEORANG yang ada di sana?” goda Nayla.
“Kotanya lah,” timpal Nayra.
“Ah masaaa’?” goda Nayla.
“Beneer!”
“Boohong!”
“Beneer! Nggak percaya’an banget sih kamu?” tukas Nayra.
“Rana, aku tau kamu kangen sama teman masa kecilmu ‘kan? Teman yang namanya... aduh!”
Nayla belum sempat menyelesaikan kalimatnya ketika sebuah bantal melayang mengenai wajahnya.
* * *
“Akhirnya 2 tahun lalu kami berencana mengunjungi kota masa kecil Nayra,” Nay melanjutkan ceritanya, "Kota tempat tinggal kalian."
Air muka Nay berubah penuh kesedihan yang mendalam, suaranya pun menjadi lirih,
“Tapi dalam sekejap, rencana indah itu berubah menjadi petaka...”
* * *
”Mobil yang mereka tumpangi mengalami kecelakaan,” ungkap Ibu sembari menyerahkan sebuah potongan berita dari surat kabar pada Angga.
“SARAS MENINGGAL AKIBAT KECELAKAAN BERUNTUN DI JALAN TOL
Saras, artis yang namanya melambung berkat perannya dalam film ‘Akhirnya Menikah Juga’ tewas dalam sebuah kecelakaan beruntun di jalan tol ketika bermaksud mengunjungi kota kelahirannya. Kecelakaan terjadi ketika mobil yang dikendarai suaminya menabrak sebuah truk kontainer bermuatan material.
Dalam kecelakaan tragis tersebut, Saras meninggal di tempat kejadian sementara penumpang lainnya Arya, Nayla, dan Nayra mengalami luka-luka dan harus mendapat perawatan intensif di Rumah Sakit terdekat.
Penyelidikan sementara menyebutkan bahwa Arya, suami Saras tak sempat mengerem akibat truk di depannya yang mengerem mendadak. (ll/rm)”
Angga termangu memandang ibunya.
“Ya, ibu Nay sudah meninggal,” ujar Ibu, “Yang waktu itu ke sini mengantar Nay itu bukan ibunya.”
* * *
”Sejak meninggalnya Ibu, Rana berubah,” ucap Nay, “Ia menjadi pemurung dan sering menangis sendiri.”
* * *
”Ibu meninggal gara-gara aku!” jerit Nayra pada suatu hari. Saat itu ia sedang dirawat di Rumah Sakit karena kondisi fisiknya yang makin melemah.
“Bukan, Rana. Bukan,” Arya berusaha menenangkan Nayra walau ia tahu upayanya akan sia-sia. Nayra sudah terlanjur mensugesti dirinya bahwa ialah yang menyebabkan kematian ibu kandungnya.
“Kalo aku nggak minta ke kota itu, nggak akan ada kecelakaan dan Ibu pasti masih hidup!” sesal Nayra lagi. Ia menangis.
Nayla yang sejak tadi hanya diam termangu kemudian maju dan memeluk Nayra.
“Rana, jangan menyalahkan dirimu sendiri. Itu sudah takdir.”
“Bukan takdir!” potong Nayra, “Aku penyebabnya!”
* * *
”Sejak saat itu kondisi Nayra terus menurun. Penyesalannya sudah teramat dalam. Dan setahun setelah kepergian Ibu, ia pun meninggalkan kami.”
Mereka bertiga berhenti di sebuah makam.
Pada nisannya tertulis :
“ Kenangan tentangmu akan selalu ada
TARA KISSA NAYRA
06 JUNI 1996 – 01 FEBRUARI 2012”
Nay berlutut di makam tersebut,
“Rana,” gumamnya.
(Catatan Penulis : untuk lebih memperkuat suasana, kali ini saya mencoba menawarkan instrumentalia “Only You” yang merupakan soundtrack dari serial Korea yang sangat terkenal “Winter Sonata”. Selamat berimajinasi!)
(Bersambung)
Akhirnya Angga mengetahui kebenarannya! Nayra ternyata sudah meninggal! Akan tetapi kenapa Nayla sampai harus berpura-pura menjadi teman masa kecil Angga dan Novan? Dan bagaimana sikap Angga nantinya setelah mengetahui kebenaran tersebut? Ikuti terus 6-7 chapter terakhir "Ada Cinta"
“Ada Cinta”, terbit dua kali dalam seminggu, Selasa dan Jumat…
Ada Cinta #22 : Kejujuran yang Menyakitkan - Part II | Ada Cinta #1 : Siapa gadis Itu?
Sumber gambar : ceramicfutures.com
Tulisan ini masuk kategori “Fiksi” dan dipublish pertamakali di blog.ryanmintaraga.com, copasing diizinkan dengan mencantumkan URL lengkap posting di atas atau dengan tidak menghapus/mengedit amaran ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H