Mohon tunggu...
Ryan M.
Ryan M. Mohon Tunggu... Editor - Video Editor

Video Editor sejak tahun 1994, sedikit menguasai web design dan web programming. Michael Chrichton dan Eiji Yoshikawa adalah penulis favoritnya selain Dedy Suardi. Bukan fotografer meski agak senang memotret. Penganut Teori Relativitas ini memiliki banyak ide dan inspirasi berputar-putar di kepalanya, hanya saja jarang diungkapkan pada siapapun. Professional portfolio : http://youtube.com/user/ryanmintaraga/videos Blog : https://blog.ryanmintaraga.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

X-Gene : Dao (4)

26 Desember 2014   20:01 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:24 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerita Sebelumnya :

Suasana kacau!  Entah apa yang dipikirkan Dao sehingga gadis itu berubah menjadi kera raksasa!  Kekacauan makin bertambah karena Hassan bermaksud melepaskan Gene yang berada dalam penguasaan Dao.  Pukulan demi pukulan sudah dilancarkan agen terbaik X-Gene tersebut tapi Dao - yang sudah berwujud kera raksasa berbulu emas - tampaknya bergeming.  Apa yang akan terjadi?

Hassan kini mengkonsentrasikan pukulannya ke satu titik; lengan kiri kera raksasa berbulu emas tersebut yang sedang menggenggam tangan Gene.

Satu pukulan lagi!

Makhluk itu masih berlutut.  Matanya yang merah menjadi semakin merah.

Ia benar-benar marah.

Ditatapnya puluhan sosok Hassan yang kini mengincar tangan kirinya.

Ia menggeram.  Geramannya makin lama makin keras dan berubah menjadi satu lengkingan yang memekakkan telinga.  Beberapa orang di sekitar tempat itu menutup telinganya, tak tahan dengan lengkingan yang frekuensinya semakin lama semakin tinggi.

“Tembak!  Tembak!” terdengar komando agar anggota polisi dan militer melepaskan tembakan terhadap makhluk tersebut.

Hassan dan McGee terperanjat mendengar perintah tersebut.

“Hei!  Tahan!” seru McGee, “Tembakan kalian bisa mengenai Dr. Valenzuela!”

Hassan pun mengurungkan niatnya menghajar makhluk tersebut.  Ia kini menuju ke arah pasukan bersenjata lengkap yang siap melepaskan peluru-peluru tajam dalam magasin senapan otomatis mereka.

“Kalian bodoh!” serunya.

Terdengar suara pukulan beberapa kali.  Rupanya Hassan memukul beberapa anggota pasukan, mencegah agar mereka tak sempat menembak.  Namun beberapa dari mereka masih sempat melepaskan tembakan ke arah makhluk tersebut.

Terdengar rentetan peluru yang ditembakkan dari senjata-senjata otomatis, berbaur dengan lengkingan kera raksasa dan suara mengaduh dari anggota militer yang dihajar oleh Hassan.  Beberapa penduduk yang sejak tadi menyaksikan kejadian ini berlarian pontang-panting menjauhi tempat tersebut.

Entah berapa lama kekacauan ini berlangsung.

* * *

Cassie yang sejak tadi bermaksud keluar rumah mengurungkan niatnya ketika didengarnya suasana di luar yang semakin kacau dan dipenuhi suara tembakan.  Sementara Dara meringkuk ketakutan di sudut ruangan.  Tubuhnya menggigil dan beberapa kali gadis itu menutup telinga dengan kedua tangannya sementara wajahnya menunjukkan ekspresi kengerian yang luar biasa.

* * *

Suasana menjadi hening.  Suara tembakan sudah terhenti, debu tebal menyelimuti tempat tersebut.

Beberapa anggota pasukan masih bersiaga, mengarahkan senjatanya ke arah gumpalan debu itu sementara beberapa anggota yang lain mengarahkan senjatanya pada Hassan.  Agen terbaik unit X-Gene itu tak bisa berbuat apa-apa menghadapi todongan sekian banyak senjata yang dipandu perangkat infra merah tersebut.

“Kau tak seharusnya berbuat seperti tadi,” komandan pasukan berbicara padanya dengan bahasa Inggris yang terpatah-patah.

“Tindakan pasukanmu tadi membahayakan nyawa atasanku,” balas Hassan, “Dan aku harus mencegahnya.”

“Komandan!” salah seorang prajurit tiba-tiba berseru.

Kepulan debu kini sudah lenyap seluruhnya.

Tapi makhluk tersebut tidak ada di tempatnya semula, bahkan tidak terlihat tanda-tanda ataupun jejak keberadaan kera raksasa itu.

“Apa-apaan ini?” sang komandan merasa heran, “Ke mana perginya makhluk itu?”

Ia memberi tanda pada beberapa anggotanya untuk maju dan memeriksa tempat tersebut.

“Clear,” ujar salah seorang dari mereka setelah melakukan pemeriksaan.

“Bagaimana mungkin makhluk sebesar itu bisa kabur tanpa kita ketahui?” si komandan mengernyitkan kening, “Bahkan tidak ada setetes darah pun di sini.”

* * *

Cassie yang berada di dalam rumah mendengar seluruh percakapan itu dan ia merasa sangat heran.  Efek dari kemampuan Gene masih ada pada dirinya sehingga sedikit banyak ia bisa memahami percakapan anggota pasukan di luar tadi.

Padahal Dao yang mereka cari masih berdiri di tempatnya, tapi kenapa mereka tidak bisa melihatnya?

Apa Dao menggunakan kekuatan Gene dan membuatnya tidak terlihat?

Atau?

Pada saat itu Cassie melihat Dara yang tampak sedang berkonsentrasi penuh.  Dan Cassie tahu apa yang terjadi.

Dara?  Kamu?

Butiran keringat mengalir dari tubuh Dara, wajahnya pucat, tubuhnya gemetar.  Dan tiba-tiba saja tubuh Dara terkulai lemas.

Ia tak sadarkan diri!

Bersamaan dengan pingsannya Dara, sosok kera raksasa yang dicari-cari itu mendadak muncul kembali entah dari mana datangnya.

“Itu dia!” seru sang komandan, “Tembak!”

Peluru-peluru kembali berdesing.  Timah-timah panas dan tajam itu menghujani tubuh Dao yang saat ini berwujud kera raksasa berbulu emas.

McGee dan Hassan memandang ngeri.  Peluru-peluru yang ditembakkan itu bisa saja mengoyak tubuh Gene.

“Gene!” seru mereka berdua.

Sementara di dalam rumah, Cassie bergegas mencari perlindungan dan menjauh dari dinding.

Entah sudah berapa ratus butir peluru yang dihabiskan, tapi makhluk itu tetap bergeming bahkan tubuhnya tampak semakin tinggi dan besar.

“Sial!” desis McGee, “Keadaan bakal semakin sulit.”

Dengan satu raungan, kera raksasa berbulu emas itu melompat meninggalkan tempat tersebut.  Suasana sekejap hening.

“Kejar!” perintah sang komandan.

Anggota pasukan saling pandang.

“Kejar!” komandan itu makin gusar, “Apa yang kalian tunggu?!”

“Siap Komandan!  Kami tidak tahu harus mengejar ke mana!” jawab seorang prajurit.

“Bodoh!  Tentunya kejar ke arah mana dia menghilang tadi!”

“Siap Komandan!”

Mendadak Cassie – yang sejak tadi berdiam di dalam rumah – muncul ditemani Dara.

“Aku tahu di mana kita bisa menemukan mereka,” ujarnya.

* * *

Hutan itu terletak di perbatasan kedua negara.

Hari sudah menjelang sore ketika Dao dan Gene tiba di tempat tersebut.

“Khob khun ka,” Dao mengucapkan terimakasih dalam bahasa Thai.  Ia sudah kembali dalam wujudnya semula sebagai seorang gadis dan mengenakan kemeja Gene karena pakaiannya tadi sudah tak berbentuk saat ia menjadi kera raksasa.

“You’re welcome,” balas Gene menggunakan bahasa Inggris.

Gene memandang sekeliling.

Hutan itu sangat lebat, tapi tampaknya Dao sangat mengenal tempat tersebut.

Apa ada yang ditunggunya di sini?

“Dao!” tiba-tiba terdengar suara seorang laki-laki.

Gadis itu menoleh ke arah sumber suara dan terlihat seorang pemuda dari ras Melayu.  Tampaknya ia berasal dari desa di sekitar hutan tersebut.  Pemuda itu menghampiri mereka berdua.

“Kau tak apa?” tanya pemuda tersebut yang dibalas Dao dengan anggukan.

Mereka berdua terlibat dalam percakapan singkat.  Dalam percakapan tersebut sekilas Gene mendengar kata “tentara”, “rumah”, “hancur”, “Dara”, dan “pertolongan”.

“Kita harus pergi sekarang,” pemuda itu menggamit lengan Dao dan mengajaknya pergi, “Bahaya bila mereka menemukan kita di sini.  Ini masih negaramu, Dao.”

Pemuda itu kemudian menyalami Gene,

“Tuan, terimakasih atas pertolonganmu membawa Dao dengan selamat ke sini.”

Gene hanya tersenyum.  Pemuda itu kemudian melanjutkan ucapannya,

“Anda bisa berjalan lurus ke arah barat mengikuti matahari terbenam kira-kira satu jam perjalanan, Anda akan menemukan jalan kecil dan sebuah desa.”

“Terimakasih,” sahut Gene.

Sepasang anak manusia itu kemudian masuk semakin jauh ke dalam hutan diikuti pandangan Gene.

* * *

“Pemuda itu bernama Rachman.  Dao sudah beberapa kali menemuinya,” ujar Cassie.

Saat itu mereka sudah berada dalam pesawat yang membawa mereka kembali.

“Bagaimana kamu tahu?” timpal Hassan.

“Gunakan otakmu,” balas Cassie sambil tertawa.

“Oh, c’mon sweetie, tidak semua orang punya kemampuan sepertimu,” Hassan ikut tertawa, “Akhirnya kasus ini selesai juga.”

“Begitulah,” Gene menghembuskan nafas, “Sayang sekali tak satupun dari mereka yang bersedia ikut dengan kita.”

“Eh?” Hassan terheran, begitu pula McGee.

“Apa maksudmu dengan ‘mereka’ dok?” tanya McGee, “Apa masih ada orang lain saat itu?  Bukannya target kita hanya nona Dao?”

Gene dan Cassie saling pandang dan mengangkat bahu.

“Tadinya begitu.  Kupikir kedatangan kita ke sana hanya untuk Dao,” jawab Gene.

“Tapi insiden di rumah Dao membuat kita sadar bahwa ada satu orang lagi yang punya kemampuan tidak biasa,” timpal Cassie.

“Maksudmu?” tanya Hassan.

“Dara,” ujar Gene.

“Dara?” McGee heran, “Adiknya Dao?  Dia terlihat seperti gadis biasa.”

“Memang itu tujuannya,” balas Cassie.

“Maksudmu?” Hassan mengulangi pertanyaannya.

“Kalian tentu masih ingat ketika kita datang ke rumah Dao dan Dara,” ujar Gene, “Rumah itu tampak seperti rumah-rumah lainnya di sekitar situ.”

“Saat kita masuk ke dalamnya,” timpal Cassie, “Rumah itu ternyata besar.  Sangat besar dengan barang-barang mewah di dalamnya.”

“Dan sewaktu melihat Dao, awalnya kami mengira gadis itu dirantai dan dipasung dalam sebuah kandang besi,” lanjut Gene, “Dan memang itu yang kami lihat.”

“Tapi sebenarnya tidak,” balas Cassie, “Dao tidak pernah dirantai dan ditempatkan di kandang.”

“Bagaimana mungkin?” desis McGee.

“Jika kalian masih tak percaya,” sahut Gene, “Ketika insiden di depan rumah sehabis pasukan itu menembaki kami, kalian kehilangan kami ‘kan?  Kalian tak melihat kami?”

“Ya!” seru Hassan, “Apa yang terjadi saat itu?”

“Sebenarnya mereka masih di tempatnya,” Cassie tersenyum, “Ada seseorang yang menggunakan kemampuannya untuk memanipulasi pikiran kalian sehingga seolah orang yang kalian cari tidak ada di situ…”

“Orang itu… Dara?” Hassan tak percaya.

Cassie mengangguk.

“Gadis itu seorang manipulator pikiran yang luar biasa,” ujarnya, “Aku baru menyadarinya ketika ia pingsan lalu saat itu pula kalian bisa melihat Dao dan Gene.”

Hassan dan McGee mengangguk-angguk.

“Begitu rupanya…”

“Satu lagi,” timpal Gene, “Ingat saat ia menyambut kita dengan sebilah golok di tangannya?  Golok itu sebenarnya tak pernah ada, ia hanya menggunakan kemampuannya untuk membuat kita berpikir ia sedang memegang golok.  Aku sudah curiga dari situ karena saat ia membuang goloknya, aku tak mendengar suara benda jatuh, pun sekilas aku melihat golok itu tiba-tiba menghilang saat dilemparkan.”

“Tapi waktu aku mengakses ingatannya saat ia pingsan, ada satu fakta yang mengerikan,” tukas Dara, “Ia menggunakan kemampuannya terhadap para berandal yang mengganggu kakaknya sehingga semua orang percaya bahwa berandal-berandal itu sudah mati.”

Hassan dan McGee kali ini ternganga.

“Maksudmu?  Berandal-berandal itu sebenarnya masih hidup?”

Cassie mengangguk dan bergidik,

“Ya.  Mereka dikubur hidup-hidup tanpa seorangpun menyadarinya.”

X-GENE : DAO

-TAMAT-

=====&=====

Catatan Penulis :

Cerita ini adalah fiksi semata, meski menggunakan dialog dalam bahasa Thai, Inggris, dan Melayu, cerita ini tidak terjadi di negara tersebut.

Serial X-Gene :


Cast :


  1. Dr. Gene Valenzuela (Robert Carlyle)
  2. Hassan Leynard Davidson (Omar Barkan Al Gala)
  3. Cassie Graham (Jennifer Lawrence)
  4. Jordan McGee (Taye Diggs)


Sumber gambar : kolase dari berbagai sumber
Tulisan ini masuk kategori “Fiksi” dan dipublish pertamakali di www.ryanmintaraga.com, copasing diizinkan dengan mencantumkan URL lengkap posting di atas atau dengan tidak menghapus/mengedit amaran ini

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun