Hai, perkenalkan saya Ryan. Saya adalah seorang investor pemula, yang mulai berkecimpung dalam dunia saham pada bulan Agustus 2020. Sebagai seorang pemula, awal tahun 2021 menjadi bulan yang menarik perhatian saya. Banyak hal yang terjadi berkaitan dengan kondisi pasar saham di Indonesia.Â
Berita-berita menarik pun bermunculan, bahkan hangat diperbincangkan di social media. Saya pun mengenal istilah "Pompom". Nama yang unik bagi saya. Saat mendengar istilah itu, muncul gambaran benda berbentuk bulat yang umumnya digunakan oleh para cheerleader di tangannya, untuk menyemangati tim olahraga yang bermain. Namun sebenarnya, apa itu Pompom di dalam dunia saham?
Menurut saya, "Pompom" adalah suatu metode yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk mempromosikan saham tertentu dengan tujuan meninggikan nilai saham tersebut.Â
Terdapat 2 cara kerja Pompom yang saya amati sejauh ini. Pertama, seseorang dengan pengikut yang besar, atau bisa dikatakan seorang influencer, akan melakukan sejenis "endorsement" terhadap suatu saham, sehingga para pengikutnya pun akan membeli saham itu, yang mengakibatkan peningkatan harga saham.Â
Cara kedua yakni seseorang dengan pengaruh yang cukup besar, akan mempromosikan suatu saham yang sebenarnya secara fundamental tidak begitu dikenal, namun memiliki harga yang cukup rendah untuk dibeli dalam jumlah besar oleh orang tersebut.Â
Melalui pembelian dalam jumlah besar, maka harga dari saham itu akan meningkat, dan hal ini akan menarik perhatian para pembeli ritel untuk membeli. Akibatnya, nilai saham itu pun semakin tinggi, dan sang "Bandar" akan menjual saham itu ketika nilainya dianggap sudah cukup besar. Perlu diketahui bahwa nilai saham akan meningkat seiring dengan peningkatan demand.Â
Orang-orang berpengaruh ini bisa berasal dari berbagai kalangan. Saya akan mengambil contoh dari berita-berita di bulan Januari 2021. Saat itu, seorang influencer mem-Pompom salah satu saham yang bergerak di bidang teknologi melalui social media yang dimilikinya. Influencer ini mengajak para pengikutnya untuk berinvestasi pada saham itu, dan hasilnya memang benar saham ini mengalami kenaikan yang cukup signifikan dikarenakan sentimen Pompom.Â
Setidaknya, Pompom ini memberikan dampak yang positif dan tidak merugikan sebab saham yang dipompom memiliki fundamental yang cukup baik. Terdapat berita lain di kalangan pembelajar investasi saham seperti saya. Seorang yang telah dikenal memiliki kemampuan dalam dunia saham, menyatakan bahwa saham A memiliki potensi untuk meningkat sebesar 300%.Â
Saham ini bergerak di bidang pertelevisian. Secara fundamental, saham A sebenarnya tidak begitu baik, namun pihak ini mempompom saham A sedemikian rupa hingga dibeli oleh banyak orang. Ketika harganya sudah meningkat sekitar 90%, saham ini langsung mengalami penurunan drastis dikarenakan "Bandar" menjual saham ini untuk mengambil keuntungan.Â
Akibatnya, cukup banyak para pembeli ritel yang mengalami "nyakut" ketika harga saham ini tinggi. Istilah "nyangut" dapat diartikan sebagai kondisi ketika seseorang membeli saham di harga tertingginya, dan tidak dapat memperoleh keuntungan dari capital gain.Â
Para investor yang "nyangkut" pun tidak tinggal diam. Mereka membuat petisi dengan judul "Ban Pom-Pomers Saham di Indonesia!" untuk mengeluarkan orang yang telah mempompom saham A dari dunia saham. Hingga saat ini, sudah ada 6000 orang yang menandatangani petisi ini melalui website change.org.
Suatu peristiwa lucu nan unik bagi saya. Motif dari Pompom sudah jelas, yakni ingin memperoleh keuntungan. Layaknya memancing ikan, sang Pemancing akan memberikan umpan yang begitu menarik agar banyak ikan yang mengejarnya. Ketika telah memperoleh banyak ikan, tentu saja Pemancing ini akan pulang ke pesisir untuk selanjutnya menjual ikan-ikan itu.Â
Tidak mungkin Pemancing ini menghabiskan banyak waktu, hanya untuk menangkap dan melepaskan kembali ikan tersebut. Sama halnya dengan fenomena Pompom. Alasan utama banyak "Ikan" yang tertarik dengan hasil Pompom ini adalah keinginan mendapatkan keuntungan dalam waktu pendek atau instan. Kurangnya edukasi diri untuk mengetahui secara detail perusahaan yang dibeli, juga menjadi salah satu faktor yang mendorong banyaknya investor ritel mengalami "nyangkut" dari Pompom.
Menanggapi mengenai para "Pemancing" ini, menurut saya bukanlah suatu kesalahan jika seseorang ingin memancing "ikan". Pompom merupakan suatu bentuk rekomendasi yang boleh diikuti, tetapi boleh juga ditolak. Keputusan untuk mengikuti atau menolak berada di tangan masing-masing individu, tidak dapat disalahkan kepada orang lain.
Jika kita berandai-andai, hasil Pompom yang dilakukan oleh "Pemancing" ini berhasil dan membuat anda memperoleh banyak keuntungan, apakah anda akan memberikan hadiah kepada "Pemancing" ini? Tentu saja tidak, bukan? Namun ketika hasil Pompomnya gagal, mengapa harus menyalahkan sang "Pemancing"? Suatu realita yang patut untuk direnungkan.Â
Sifat egois dan denial yang sulit untuk diakui, namun sebenarnya dimiliki oleh setiap orang, termasuk saya. Jika saya berada di pihak investor yang sedang "nyangkut", maka tentu saja saya akan marah besar. Sebaliknya, jika hasil Pompom itu berhasil namun saya tidak membeli saham itu, maka saya akan merasa kesal juga. Keputusan untuk ikut atau tidak kembali menjadi milik diri sendiri.
Fenomena Pompom yang baru pertama kali saya lihat ini, sungguh memberi pelajaran berharga bagi saya. Belajar untuk lebih teliti dalam membuat keputusan, dan menjadi pribadi yang tidak serakah. Belajar untuk bertanggung jawab atas keputusan diri sendiri. Saya menjadi sadar bahwa investor ritel seperti saya merupakan seekor "Ikan" kecil di tengah samudra yang luas.Â
Banyak ikan yang jauh lebih besar dan tidak dapat saya tandingi. Satu hal yang perlu selalu diingat dalam berinvestasi, yakni, semakin besar keuntungan yang mungkin anda dapatkan, semakin besar juga resikonya. High rish, high gain. Bagi anda yang juga merupakan investor ritel, mari kita bersama-sama belajar agar dapat memilah pancingan Pompom yang layak diikuti dan layak ditolak. Mari mengembangkan ketajaman analisa, dibandingkan ketinggian ego, wahai sesama "Ikan" kecil.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H