Mohon tunggu...
Ryan Martin
Ryan Martin Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Kedokteran Gigi

Berbagi Pengalaman, Perasaan, Pemikiran dan Kisah

Selanjutnya

Tutup

Financial

Menilik Fenomena "Pompom" dalam "Memancing Ikan" di Samudra Saham

5 Februari 2021   11:01 Diperbarui: 5 Februari 2021   21:19 638
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suatu peristiwa lucu nan unik bagi saya. Motif dari Pompom sudah jelas, yakni ingin memperoleh keuntungan. Layaknya memancing ikan, sang Pemancing akan memberikan umpan yang begitu menarik agar banyak ikan yang mengejarnya. Ketika telah memperoleh banyak ikan, tentu saja Pemancing ini akan pulang ke pesisir untuk selanjutnya menjual ikan-ikan itu. 

Tidak mungkin Pemancing ini menghabiskan banyak waktu, hanya untuk menangkap dan melepaskan kembali ikan tersebut. Sama halnya dengan fenomena Pompom. Alasan utama banyak "Ikan" yang tertarik dengan hasil Pompom ini adalah keinginan mendapatkan keuntungan dalam waktu pendek atau instan. Kurangnya edukasi diri untuk mengetahui secara detail perusahaan yang dibeli, juga menjadi salah satu faktor yang mendorong banyaknya investor ritel mengalami "nyangkut" dari Pompom.

Menanggapi mengenai para "Pemancing" ini, menurut saya bukanlah suatu kesalahan jika seseorang ingin memancing "ikan". Pompom merupakan suatu bentuk rekomendasi yang boleh diikuti, tetapi boleh juga ditolak. Keputusan untuk mengikuti atau menolak berada di tangan masing-masing individu, tidak dapat disalahkan kepada orang lain.

Jika kita berandai-andai, hasil Pompom yang dilakukan oleh "Pemancing" ini berhasil dan membuat anda memperoleh banyak keuntungan, apakah anda akan memberikan hadiah kepada "Pemancing" ini? Tentu saja tidak, bukan? Namun ketika hasil Pompomnya gagal, mengapa harus menyalahkan sang "Pemancing"? Suatu realita yang patut untuk direnungkan. 

Sifat egois dan denial yang sulit untuk diakui, namun sebenarnya dimiliki oleh setiap orang, termasuk saya. Jika saya berada di pihak investor yang sedang "nyangkut", maka tentu saja saya akan marah besar. Sebaliknya, jika hasil Pompom itu berhasil namun saya tidak membeli saham itu, maka saya akan merasa kesal juga. Keputusan untuk ikut atau tidak kembali menjadi milik diri sendiri.

Fenomena Pompom yang baru pertama kali saya lihat ini, sungguh memberi pelajaran berharga bagi saya. Belajar untuk lebih teliti dalam membuat keputusan, dan menjadi pribadi yang tidak serakah. Belajar untuk bertanggung jawab atas keputusan diri sendiri. Saya menjadi sadar bahwa investor ritel seperti saya merupakan seekor "Ikan" kecil di tengah samudra yang luas. 

Banyak ikan yang jauh lebih besar dan tidak dapat saya tandingi. Satu hal yang perlu selalu diingat dalam berinvestasi, yakni, semakin besar keuntungan yang mungkin anda dapatkan, semakin besar juga resikonya. High rish, high gain. Bagi anda yang juga merupakan investor ritel, mari kita bersama-sama belajar agar dapat memilah pancingan Pompom yang layak diikuti dan layak ditolak. Mari mengembangkan ketajaman analisa, dibandingkan ketinggian ego, wahai sesama "Ikan" kecil. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun