Mohon tunggu...
Ryan Kurniawan
Ryan Kurniawan Mohon Tunggu... -

anak kuliahan. sedang belajar ilmu komunikasi di sebuah uni lumayan ternama di Jaksel.

Selanjutnya

Tutup

Politik

PGRI: Pion Terakhir Orde Baru

14 Desember 2015   14:43 Diperbarui: 14 Desember 2015   14:45 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hujan lagi di Buncit. Alamat jemur gak kering-kering nih.

Tidak banyak yang sadar bahwa Minggu kemarin, saat saya merendam cucian baju, sedang tumbang pula pion terakhir Orde Baru. Pion terakhir ini adalah organ korporatisme terakhir yang tersisa dari Orba.

Dan yang menumbangkan --Jokowi haters pasti sebel-- adalah Jokowi. Setelah bertahun-tahun, akhirnya Jokowilah yang mampu menuntaskan pion terakhir ini.

Konsep korporatisme adalah model yang menggambarkan cara akuisitif negara dalam mengendalikan masyarakatnya melalui pembentukan ormas-ormas yang tampaknya apolitis tetapi sebenarnya politis. Contoh: PWI, Kadin dan juga PGRI. Studi-studi --ini bukan konsep rumit, google dan baca dari beberapa artikel aja lu juga bakal paham-- menggambarkan bahwa mereka, termasuk PGRI, menjadi tangan Orde Baru dalam mengendalikan guru serta menggalang partisipasi politik mereka dalam setiap pemilu masa itu. Jadi memang nafasnya PGRI sejak dulu adalah organ politik, dulu digunakan Orba, sekarang entahlah.

Ada satu pernyataan menarik dari Jokowi terkait organisasi massa guru ini, yaitu bahwa pemerintah bersikap sama dan setara pada semua organisasi guru yang ada. Jleb! Setelah bertahun-tahun selalu mengelola legitimasi dengan klaim sebagai partner resmi pemerintah, kali ini PGRI diperlakukan sama dengan organisasi lain, seperti IGI, FGII, FSGI dsb. Maka mulai detik ini, bubarlah relasi korporatisme ala Orba yang menempel di PGRI. Seperti diketahui PGRI tetap memelihara relasi ini dengan menjaga relasi politik di daerah serta membangun legitimasi sebagai rekan dekat pemerintah, baik dalam berdialog soal pengangkatan guru honorer maupun klaim-klaim soal pengurusan tunjangan profesi guru.

Pukulan kedua bagi PGRI adalah Jokowi tidak hadir. Ini adalah kali kedua Jokowi tidak hadir dan merupakan presiden pertama --setidaknya dalam 10 tahun terakhir-- yang tidak hadir dalam perayaan puncak HUT PGRI. Masa sebelumnya, SBY selalu hadir kabarnya. Ketidakhadiran ini seolah memberi pesan bahwa 'pemerintah tidak selalu sejalan dengan PGRI lho'; dan ini merupakan kehilangan legitimasi yang paling penting di mata guru di lapangan.

Hancurnya relasi korporatisme ini membuat pion terakhir Orba ini limbung. Tampaknya kuat karena bisa mengumpulkan ribuan orang tetapi kehilangan basis legitimasinya yang paling penting. Tahun depan PGRI tidak bisa jualan lagi bahwa Presiden akan hadir dan karenanya mereka harus mau dipotong gajinya untuk datang ke GBK karena jualan PGRI bahwa Presiden bisa dihadirkan pun gagal ia penuhi tahun ini.

Jalan tersisa untuk PGRI hanyalah menjadi organisasi profesi guru yang benar. Mandat dasarnya --seperti organisasi profesi semacam IDI atau IAI-- adalah merumuskan standar kompetensi dan etik anggotanya, memantau kinerja dan etika anggota serta mengembangkan kapasitas anggotanya. 

Sudah bukan jamannya lagi jualan guru sebagai komoditas politik. Dijual ke siapapun, ke calon bupati, calon walikota atau calon presiden manapun.

Jokowi sudah memberi pesan sangat jelas: lue dagang politik, gue kagak beli.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun