Nongkrong di kos Minggu siang. Sambil nungguin rendeman baju, saya nonton TVRI. Ada Puan, Irman Gusman, Sulistyo dan tokoh-tokoh politik di panggung acara PGRI.
Yang menarik adalah ketidakhadiran Jokowi. Kabarnya Jokowi memang menolak hadir karena pemerintah toh sudah perayaan Hari Guru Nasional pada 24 November 2015. Baca link ini salah satunya. Tahun lalu Jokowi juga tidak hadir, mungkin karena PGRI waktu itu secara resmi mendukung Prabowo saat Pilpres (baca link ini dan juga ini).
Ribuan guru hadir namun Jokowi tidak hadir. Apa artinya ini? Apakah ini baik buat pendidikan kita?Â
Banyak netizen menghujat Jokowi soal ini. Termasuk juga menghujat larangan pemotongan gaji guru serta pelarangan mobilisasi guru untuk acara ormas PGRI yang dikeluarkan oleh MenPANRB serta Mendikbud. Namun bagi saya ini malah momentum yang baik bagi guru Indonesia.
Sudah bukan rahasia lagi guru adalah sasaran mobilisasi politik selama ini. Di masa Orba, guru dimobilisasi melalui PGRI sebagai mesin politiknya. Pada masa pilpres dan pilleg, guru-guru juga dimobilisasi lewat bekas wahana korporatisme Orde Baru, yaitu organisasi PGRI. Sulistyo, Ketua Umum PB PGRI, adalah salah satu contohnya. Ia terpilih sebagai anggota DPD-RI melalui mobilisasi guru di Jawa Tengah. Untuk diketahui, Sulistyo bukanlah guru tetapi memimpin organisasi guru.
Di berbagai daerah, guru adalah mesin politik bupati atau walikota. Dalam pilkada, tokoh-tokoh PGRI di daerah adalah tim sukses pasangan cabup/cawali. Dan resikonya, bila setelah pilkada, terjadi mutasi besar-besaran di kalangan guru di daerah.
Ketidakhadiran Jokowi di acara HUT PGRI menurut saya adalah momentum baik untuk mendepolitisasi guru. Sudah saatnya guru tidak dimobilisasi untuk kepentingan politik, baik di pusat maupun daerah. Apalagi Jokowi juga menegaskan bahwa pemerintah bersikap sama dan setara pada semua organisasi guru yang ada.
Bukan saatnya lagi guru dimobilisasi ala jaman Golkar berkuasa dulu. Bukan saatnya lagi guru dipotong gajinya, dimobilisasi ke Jakarta, diminta ngumpul di stadion, hanya untuk mendengarkan khutbah politik para tokohnya. Bukan saatnya lagi guru dikerjain para politisi daerah untuk kepentingan pilkada.
Sudah saatnya depolitisasi guru dilakukan. Di pusat maupun daerah.
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H