Mohon tunggu...
Ryan F Wijaya
Ryan F Wijaya Mohon Tunggu... Penulis - Peneliti

Pemerhati Perkembangan Media Baru, Peneliti PUSAD UMSurabaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Konektivitas Digital Merubah Partisipasi Gerakan Sosial

29 Oktober 2021   20:35 Diperbarui: 29 Oktober 2021   20:42 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: clipartbest.com

Kehidupan selama pandemi ini menimbulkan banyak sekali tantangan dan perjuangan yang memeras keringat, kondisi demikian menjadikan situasi kehidupan yang semakin tidak menentu mulai dari sisi finansial, kesehatan dan sosial.

Sebagai negara yang dikenal dengan gotong royong maka pada saat inilah perlu untuk saling bahu membahu dalam melewati pandemi ini, beberapa waktu lalu sempat viral di media sosial tren "ikoy-ikoy" yang di populerkan oleh influencer arif muhammad yang pada dasarnya hanya sekedar iseng ke asistennya.

Ikoy ikoy sebenarnya seperti give away atau berupa pemberian sedekah kepada followers arief yang memberikan beberapa alasan terhadap kondisi kehidupannya saat ini, ada yang diberikan uang ataupun barang yang memang dibutuhkan oleh pengikutnya di Instagram.

Salah satu gerakan kecil yang bisa dirasakan oleh para followers sangat membantu mereka dalam kondisi yang sangat sulit saat ini, ditambah dengan adanya support dari berbagai pihak yang mendukung tren "ikoy-ikoy" sehingga arief muhammad tak tanggung membuka kesempatan selebar-lebarnya kepada seluruh followers lama atau barunya untuk ikut serta.

Aksi spontansitas tersebut juga dilakukan berbagai kalangan, mulai dari musisi, atlit dan para influenser lainnya, melalui media sosial mereka saling menggalang dana untuk mensupport berbagai kalangan yang terdampak pandemi.

Fenomena gerakan-gerakan sosial dari berbagai macam kalangan melalui media sosial ini semacam anomali, dari beberapa anggapan bahwa di era digital saat ini dapat memperlemah gerakan kolektif, dikarenakan menciptakan kondisi manusia jadi semakin individual.

Perubahan Partisipasi di Era Digital

Ketika bangun pagi kebanyakan orang pertama kali yang akan dicari adalah smartphonenya, hasil riset Statista tahun 2013 dalam laman Mashable, terdapat 84% pengguna langsung mencari smartphone miliknya saat terbangun dari tidur.

Sebagian besar, atau sekitar 67% pengguna disinyalir langsung mengecek email atau pesan teks lainnya yang masuk. Sedangkan sebagian lainnya akan langsung mengecek kondisi cuaca (45%) atau mengakses akun jejaring sosial (40%) untuk mengecek informasi-informasi terbaru.

Kebiasaan untuk mengecek informasi saat bangun tidur dari hasil riset diatas mencapai 40%  dengan begitu seseorang yang tidak lepas dengan smartphone dapat lebih banyak informasi yang dikonsumsi, dan dalam konteks partisipasi masyarakat terhadap ajakan atau gerakan sosial diera digital menjadi semakin masif.

Kegiatan aktivisme dalam ruang digital ini telah dibahas oleh Bennet dan Segeberg dalam konsep Connective Action atau bisa dikenal dengan pola partisipasi individual berdasarkan koneksivitas media sosial.

Bennet dan Segerberg membagi 3 poin utama dari Connective Action, Pertama Pertisipasi bisa dilakukan seseorang tanpa perlu menjadi anggota kelompok tertentu, jika diukur secara ekonomi kepuasan seseorang dapat mengekspresikan diri dalam arus jejaring sosial jadi suatu intensif sendiri terbagi mereka.

Sedangkan jika dikaitkan dengan politik akan menjadi sebuah simpul ketika kesamaan preferensi personal dalam dunia maya, dengan begitu aktivisme politik bersifat fleksibel, cair dan tidak mengikat karena dilakukan secara personal namun terkoneksi antara satu ke yang lainnya oleh keperdulian bersama dalam suatu isu yang sama.

Beberapa contoh yang dapat kita temui seperti kampanye untuk pengurangan sampah plastik di media sosial, kemudian wacana penetapan RUU Cipta Kerja sehingga muncul beberapa penolakan dibeberpa daerah secara serempak untuk melakukan penolak.

Gerakan-gerakan tersebut umumnya disatukan dalam isu atau figur tertentu yang terjaring dalam satu kegelisahan dan keberpihakan yang tersebar dari media sosial. Menyebarnya informasi dari salah satu isu membuat partisipasi dimedia sosial semakin cepat hingga viral dari akun sat uke akun lainnya tanpa menggunakan koordinasi terpusat.

Kedua partisipasi dalam suatu isu di media digital lebih mirip dengan ekspresi personal individu dibanding aksi kelompok, partisipasi yang seperti ini sering beredar dengan menggunakan tagar(hashtag) sebagai kerangka menyatukan isu untuk penanda, meski pemaknaan tiap orang pun berbeda-beda.

Melalui kerangka ini kita dapat tersambung atau terkoneksi, meskipun pandangan, narasi dan makna  yang detujukan bisa secara personal sesuai dengan harapan, aspirasi, keyakinan, keluhan dan permasalahan hidup masing-masing. Seperti contoh tagar sering trending ialah gerakan #kamibersamaKPK #saveKPK yang sering viral tiap kali KPK di kriminalisasi.

Setiap orang dengan narasi tersebut dengan bingkai yang inklusi memungkinkan orang untuk menciptakan aksi-aksi yang berbeda dalam bentuk yang lain seperti video, meme, tweet, dan lain sebagainya.

Ketiga komunikasi dengan jejaring ini berubah menjadi alat pengordinir massa dalam ruang digital menggantikan peran pimpinan dan keanggotaan. Ruang digital kini juga berubah sebagai media yang menyediakan struktur (bentuknya algoritma)untuk membentuk persepsi dan mengkoordinasikan aksi, sehingga bisa dikatakan bahwa media tidak lagi sebagai kanal.

Pengordiniran tersebut menimbulkan pertarungan wacana, penyebaran propaganda, pembuatan petisi, rekruitmen, penggalangn dana, rapat hingga debat kusir yang dilakukan via media sosial.

Era serba digital saat ini proses pengorganisiran dengan pola organisasi aksi kolektif tradisional  juga tidak banyak juga yang meninggalkan, karena beberapa individu seperti belum terbiasa dengan perubahan saat ini,  akan tetapi di media sosial semakin mudah menarik perhatian masyarakat, tidak serta merta juga pola partisipasi individual berdasarkan koneksivitas media sosial atau Connective Action lebih bisa dikendalikan dengan mudah, munculnya berbagai propaganda, penyebaran hoax dan saling debat kusir dalam komentar tak dapat di elakkan.

Maka Sebagai generasi yang hidup di era sekarang perlu menjadi pribadi yang lebih cerdas dalam bermedia sosial, cerdas dalam memilih konten, cerdas dalam memanfaatkan media sosial, dan cerdas dalam menyebarkan informasi yang didapat didalamnya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun