Menjadi pendengar aktif adalah keterampilan yang dapat dipelajari untuk mencapai tujuan komunikasi, yaitu agar pendengar dapat mendengar atau melihat apa yang disampaikan oleh pembicara. Unsur-unsur mendengarkan melibatkan proses mendengar, memperhatikan, memahami, dan mengingat. Mendengar diartikan sebagai proses fisiologis otomatis penerimaan rangsangan pendengaran, namun gangguan fisik pada alat pendengaran dapat menyulitkan proses ini.
Brook menyatakan bahwa frekuensi bicara manusia berkisar antara 125 hingga 8000 putaran per detik, yang merupakan wilayah kritis kemampuan pendengaran. Telinga manusia mampu mengatasi suara antara 55 hingga 85 desibel, dan kecepatan kata-kata pembicara dapat memengaruhi kemudahan pendengar dalam menangkap makna pesan. Perhatian selektif, di mana orang cenderung memusatkan perhatian pada satu suara daripada memecah perhatian ke suara lainnya, juga memainkan peran penting dalam mendengarkan.
Memahami merupakan proses pemberian makna pada kata yang didengar sesuai dengan makna yang dimaksud pengirim pesan. Ini melibatkan hubungan pesan dengan pengalaman di masa lalu. Dalam konteks ini, penting bagi pendengar untuk memahami dan memberikan makna pada pesan yang diterimanya.
PENUTUP
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, dapat disimpulkan hal berikut:
- Orang tua perlu memiliki komitmen yang tinggi dan konsisten dalam menerapkan nilai-nilai keluarga untuk membimbing anak mereka. Hal ini dapat dicapai dengan terus meningkatkan kredibilitas mereka melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam membimbing anak.
- Penggunaan pesan verbal melibatkan penyampaian "pesan aku" (I-Message), penerapan solusi win-win, dan pesan dengan elemen humor. Orang tua juga disarankan untuk melatih kemampuan komunikasi nonverbal mereka, termasuk memberikan sentuhan penuh kasih sayang kepada anak, karena kasih sayang ini dapat menjadi kekuatan dalam penyesuaian diri bagi orang tua dan anak.Â
- Mendengarkan secara aktif oleh orang tua melibatkan mengulangi pemikiran anak dengan kata-kata mereka sendiri, menunjukkan pemahaman terhadap perasaan anak dengan memberinya kesempatan untuk melihat perasaannya secara lebih objektif, dan mengajukan pertanyaan untuk memastikan pemahaman orang tua terhadap pikiran dan perasaan anak serta mendapatkan informasi tambahan.
DAFTAR PUSTAKA
Ratnasari, A. (2007). Komunikasi Harmonis Orang Tua dengan Anak. Mediator: Jurnal Komunikasi, 8(2), 345--352. https://doi.org/10.29313/mediator.v8i2.1247
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H