Mohon tunggu...
Ryan Eka Permana Sakti
Ryan Eka Permana Sakti Mohon Tunggu... -

Researcher at Indonesian Research Center for Anti-Money Laundering / Combating Financing of Terrorism (IRCA)| Student at Faculty of Law Universitas Indonesia Majoring Economic and Business Law Studies | Book Eater | Enjoy Life | twitter account @RyanEPSakti | sakti.ryan@yahoo.com / ryan.eka@ui.ac.id | saktiryan.tumblr.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Korupsi dan Penderitaan

14 April 2013   18:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:12 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Selalu ada penderitaan yang ditimbulkan oleh korupsi dimanapun hal tersebut terjadi. Tidak peduli siapa yang melakukan dan siapa yang menjadi korbaan, selalu akan ada penderitaan yang tidak akan kunjung usai.

Korupsi merupakan isu yang sangat serius untuk dibahas dan diselesaikan oleh seluruh element negara, kawasan dan dunia sekalipun. Mengapa hal ini menjadi sangat penting? Bukankah korupsi sudah terjadi sejak ratusan tahun yang lalu?

Kehidupan manusia di dalam komunitas yang sangat besar dan rumit, tentu menjadikan isu korupsi adalah bagian yang tidak dapat terpisahkan. Tingginya kompetisi, tingkat kepuasan dan cara hidup orang-orang, maka tentu memunculkan berbagai cara untuk meraih kepuasan tertinggi demi menjaga nilai, kepentingan dan tentu kekuasaan bagi sebagian kelompok.

dulu, kehidupan manusia jauh lebih sederhana dari apa yang kini kita hadapi. Tentu korupsi tidak menjadi suatu hal yang bersifat gawat darurat seperti sekarang. Ancaman korupsi itu sendiri sudah mulai dirasakan oleh banyak negara. Sebagian dari mereka berhasil mencegah, melawan hingga pada akhirnya mempertahankan tingkat sterilitas dari korupsi. meskipun secara laten, korupsi bisa muncul kapan saja.

Secara politik dan pemerintahan, korupsi berperan untuk merusak demokrasi dan sistem pemerintahan yang baik (good governance). Dengan adanya korupsi disertai kolusi dan nepotisme, tentu proses politik dapat tercederai. Contohnya adalah korupsi dalam pemilihan umum baik legislatif atau eksekutif. Banyaknya dana yang mereka miliki seolah menjadikan proses berpolitik yang diharapkan mengubah negara justru menjadi sesuatu yang mudah dibeli dan direkayasa. Mereka yang terlibat sebagai sesama politisi atau para pemilih yang bersih tercederai. Keterwakilan rakyat tentunya tidak sesuai apa yang mereka inginkan dan percayakan. Selain itu korupsi merusak akuntablitas dan transparansi dalam proses legislasi di lembaga legislatif. Korupsi masuk sejak dari inisiasi (pengajuan rancangan undang-undang/ RUU), pembahasan bersama mitra kerja yaitu pemerintah, hingga proses menjelang RUU di sahkan. Tentu hal ini akan mempengruhi masyarakat luas. Kebijakan dalam bentuk undang-undang akan mengikat seluruh masyarakat yang tunduk dengan hukum positif negara tersebut. Korupsi di dalam penegakan hukum juga akan mencederai keadilan dan esensi dari hukum itu sendiri. Banyaknya hakim, jaksa dan pengacara yang diketahui menerima suap atau melakukan suap, menambah penderitaan akibat korupsi itu sendiri. Tidakkah mereka berpikir, dari keputusan mereka nasib seorang terdakwa atau pun rakyat yang dirugikan dari apa yang mereka perbuat tidak akan sesuai sebagaimana seharusnya? Korupsi lagi-lagi memainkan peran besar untuk memperburuk keadaan.

Administrasi pemerintahan adalah hal yang paling dekat dan melekat pada kehidupan masyarakat. Mulai mengurus akta kelahiran, kartu tanda penduduk, surat ijin usaha, anak-anak sekolah, berobat ke puskesmas, hingga akhirnya harus mengurus pemakaman dan surat meninggal, semua ditangani oleh adminisrasi pemerintah dari pusat hingga ke desa-desa. Bayangkan kalau hal yang sangat vital dan penting bagi rakyat dikorupsi? Efektifitas dan pelayanan pada masyarakat menurun kualitasnya dan rakyat jelas mengalami penderitaan itu.

Korupsi jelas menggerogoti kinerja, institusi dan semua orang yang terlibat di dalamnya. Hingga memunculkan suatu kondisi yang korup dan sulit untuk dihilangkan, karena dianggap hal yang wajar dan lumrah.

Membangun kesadaran pada diri sendiri betapa penderitaan yang diakibatkan oleh korupsi sungguh mengancam generasi berikutnya yang akan mewarisi negara ini. Bukan berarti tidak mengawasi bagaimana eksekutif, legislatif dan yudikatif bekerja. Lakukan pengawasan, kritik dan upaya lain agar terjadi harmonisasi pencegahan hingga penindakan. Banyak cara, banyak jalan untuk menghentikan penderitaan ini. Institusi penegakan hukum seperti kejaksaan, komisi pemberantasan korupsi (KPK), kepolisian, kehakiman, dan komunitas masyarakat sipil tentu harus memberikan pengawasan satu sama lain. Keterbukaan pada publik tentu dibutuhkan agar kepercayaan itu tidak sekedar bayang-bayang. Integritas dan bersihnya dari institusi-institusi tersebut menjadi kunci dari penegakan itu sendiri.

Maka mari hentikan penderitaan itu. Bersama.

Ryan Eka Permana Sakti | Peneliti pada Indonesian Research Center on Anti-Money Laundering and Combating Financing of Terrorism (IRCA) | FH UI 2009 | Aktivis SerambiFHUI |

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun