1.Bulog mati kutu, harga beras meroket karena produsen swasta menguasai pasar beras di indonesia
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama sehingga pemenuhan pangan merupakan bagian dari hak asasi setiap warga negara. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam Deklarasi Roma (1996). Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso, mengungkapkan, tren kenaikan harga beras yang terjadi saat ini tak hanya soal masalah gangguan produksi. Namun, akibat adanya produsen-produsen swasta yang mulai menguasai pasar dan mengendalikan harga.
Kenaikan harga beras merupakan efek kebijakan liberalisasi sektor pangan nasional sehingga mengancam kedaulatan pangan nasional dan memicu terjadinya krisis pangan. Kenaikan harga beras yang mencapai Rp. 15.000 sampai Rp. 17.000 dipengaruhi oleh meingkatnya penguasaan pasar oleh sektor swasta, yakni disaat adanya gangguan produksi pangan akibat badai elnino, pihak swasta menaikan harga beras untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar dan pemerintah tak kehilngan power untuk menstabilkan harga pangan melalui BULOG.
Meskipun terjadi kenaikan harga beras di pasar, namun harga jual gabah dipetani tidak mengalami kenaikan yang cukup signifikan untuk menguntungkan para petani. Dilansir dari pembaruan terakhir harga gabah di laman Badan Pusat Statistik (BPS) per September 2023, harga Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani mencapai Rp 6.415 per kilogram, harga Gabah Kering Giling (GKG) Rp 7.386 per kilogram, dan Gabah Luar Kualitas (GLK) Rp 6.043 per kilogram.
Dari harga beli dipetani sampai harga jual beras ditingkat pengecer, terdapat selisih Rp. 8.000 sampai Rp. 10.000 per Kg, jika dikalkukasikan biaya penggilingan dan biaya distribusi yang hanya Rp. 2.500 sampai Rp. 3.000/Kg, maka dalam penjualan beeras pengusaha dapat memperoleh keuntungan Rp. 4.000 sampai Rp. 5.000 per Kg, maka kenaikan harga beras akan berdampak pada penurunan kesejahteraan di masyarakat dan berbanding terbalik dengan meningkatnya kekayaan produsen beras swasta.
UU No. 18 tahun 2012 Pangan menimbulkan adanya upaya untuk meliberalisasi pangan. Hal ini terlihat dalam UU tersebut yang membolehkan swasta memiliki stok pangan. "liberalisasi pangan memberi ruang pemilik modal yang kuat akan menguasai pangan sehingga berdampak terhadap penyediaan, distribusi dan peruntukan pangan". Pemerintah hanya bertindak sebagai regulator bagi para pelaku ekonomi yang menguasai sektor pangan. Artinya yang mengatur, menyediakan dan mendistribusi pangan nasional diberi hak penuh pada pihak investor, dengan demikian pihak investor atau pemodalah yang mengatur harga eceran terhadap kebutuhan pangan nasional.
Setelah UU No. 18 tahun 2012 disyahkan, produsen swasta mulai membanjiri dan menguasai pasar beras di Indonesia. Pabrik beras sukses abadi merupakan produsen beras terbesar dan paling modern di indonesia dengan kapasitas produksi membutuhkan 450.000 ton gabah kering pertahun, atau setara dengan hasil panen 40.000 hektar sawah padi yang dipanen dua kali setahun.Â
Joko Mogoginta mungkin masih sedikit asing bagi sebagian masyarakat Indonesia adalah pemilik sekaligus pendiri dari PT FKS Food Sejahtera Tbk. Lewat anak perusahaannya PT Dunia Pangan, dia menjadi salah satu distributor beras terbesar di Indonesia lewat tiga anak usahanya yakni PT Indo Beras Unggul, PT Jatisari Srirejeki dan PT Sukses Abadi Karya Inti.Â
Martua Sitorus pemilik PT Wilmar Padi Indonesia merupakan salah satu pengusaha yang diuntungkan dari liberalisasi pangan di Indonesia dan tentu sebagai elit yang memiliki pengaruh untuk menentukan harga pangan di Indonesia. Pada tahun 2022 versi Forbes, total peningkatan kekayaan Martua meningkat drastis dan menjadi pengusaha No. 14 terkaya di Indonesia yakni, senilai US$ 3,1 miliar atau setara dengan Rp. 48,3 triliun.Â
2.Impor beras 2 juta ton pertahun, tani melarat dan rakyat menjerit harga beras terus meroket
produksi padi dari dalam negeri tipis atau sangat sedikit. "total kebutuhan beras selama satu tahun sebanyak 30,5 juta ton, sementara produksinya sebesar 24 juta ton pertahun, dan produksi padi di Indonesia 90 persen diproduksi oleh petani kecil". Untuk menjaga ketersedian pangan nasional, pemerintah setiap tahunnya harus melakukan kebijakan impor beras untuk memenuhi ketersediaan pangan nasional. Rendahnya produksi padi di indonesia dipengaruhi oleh menyusutnya keluarga tani di indonesia selama 10 tahun terakhir, total 16 juta keluarga tani di indonesia adalah petani gurem dengan kepemilikan lahan garapan hanya sebesar 0,5 are perKK.
Pemerintah Indonesia menentapkan kuato impor pangan (beras) pada tahun 2023 sebanyak 2 juta ton. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, impor beras ke Indonesia mencapai 1,59 juta ton selama periode Januari-Agustus 2023. Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyebutkan, impor beras tersebut didominasi oleh golongan semi-milled (semi giling) atau wholly milled (giling utuh) beras.
Impor beras dilakukan oleh bulog untuk memenuhi stok pangan nasional justru tidak mampu menstabilkan harga beras dipasar, impor beras hanya ditujukan untuk pemenuhan stok produksi pangan dari produsen swasta.Â
3.Harga sembako melambung tinggi, rakyat menjerit elit dan partai politik sibuk kampanye
Kenaikan beras ini berdampak kepada masyarakat, baik itu sebagai kebutuhan rumah tangga maupun kebutuhan dagang. Pedagang nasi dan pemilik warung-warung makan harus memutar otak agar jualannya tetap laku dengan cara mengurangi porsi nasi yang dijualnya. Â
Hal yang sama juga dirasakan ibu-ibu rumah tangga. "Rakyat sekarang kan lagi pada susah, biaya hidup terus meningkat dan dengan kenaikan harga beras sangat berdampak serius terhadap ketersediaan pangan setiap rumah tangga di indonesia yang berpenghasilan rendah.Â
"Konsumsi beras per kapita sebulan mencapai 6,81 kg atau 82,87 kg per tahun Konsumsi tersebut meningkat 0,87 persen dibandingkan September 2021 yang sebanyak 6,75 per kg/kapita/bulan," dikutip dari Ringkasan Eksekutif Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia, Rabu (5/7/2023).
Jika dalam rumah tangga terdapat 4 anggota keluarga, maka kebutuhan beras dalam sebulan jika dibulatkan mencapai 24 Kg/bulan. Dengan kenaikan harga beras mencapai Rp. 16.000 per Kg akan berdampak terhadap pengeluaran ibu-ibu rumah tangga bertambah besar. Sementara bank dunia menetapkan ambang batas masyarakat indonesia dikategorikan sebagai penduduk miskin adalah dengan pendapat Rp. 3.110.000 perbulan, dan dengan kenaikan harga beras akan semakin memperdalam garis kemiskinan di indonesia.
Disaat harga beras terus meroket, elit-elit politik dan partai-partai politik sibuk berdebat dan berkampanye untuk mendapat simpati dan dukungan dari masyarakat. Tidak ada satupun partai dan elit-elit politik mau menurunkan harga beras, dan justru presiden Jokowido merespon kenaikan harga beras di indonesia menganggap harga beras di indonesia masih sangat murah. Sejalan dengan megawati dan puan maharani, ketika masyarakat kesulitan ekonomi untuk membeli sembako (minyak goreng), masyarakat di rakyat disuruh goreng pakai pasir dan tidak usah banyak mau, dan ditengah harga beras naik, pemerintah justru mengarahkan rakyatnya untuk puasa senin-kamis.
Sementara partai-partai dan elit-elit politik yang mengaku diri oposisi terhadap pemerintahan jokowi, justru sedang sibuk menggalang kekuatan untuk memenangkan pemilu dan sibuk sibuk membangun narasi-narasi kosong untuk program kampanye politik. Hal ini menegaskan, bahwa peran elit dan partai-partai politik di indonesia hanya berbicara perebutan kekuasaan dan menjauhkan diri dari tanggung jawabnya untuk mensejahterakan rakyat.
Maka penulis melihat Indonesia saat ini haruslah mendiorong kebijakan sebagai berikut : (1)Turunkan Harga Beras dan harga kebutuhan pokok lain, (2)Turunkan harga BBM dan Harga TDL, (3) Berikan tanah, infrastruktur, modal, teknologi, akses pasar, pendidikan, pupuk, bibit gratis bagi petani, (4) Pendidikan dan kesehatan gratis bagi seluruh rakyat tanpa syarat, (5)Perumahan gratis bagi seluruh rakyat (6) Upah dan jaminan kerja yang layak bagi rakyat, (7) Hapus sistem kerja kontrak dan outsourcing, (8) Stop penggusuran dan perampasan tanah rakyat, (9) Berikan demokrasi yang seluas-luasnya terhadap rakyat dan hentikan represifitas, kriminalisasi dan pembungkaman demokrasi, (10) Sita seluruh asset koruptor dan usut tuntas harta money laundry oleh pejabat, (11) Stop kenaikan tarif pajak rakyat, (12) Batasi kekayaan dan kepemilikan asset pejabat, (13) Hapus alokasi APBN untuk partai politik dan ormas-ormas, (14) Stop dana talangan terhadap perusahaan swasta dan ambil alih perusahan-perusahaan bermasalah, (15) Stop peningkatan anggaran militer, (16) Transportasi gratis untuk rakyat, (17) Jaminan cuti haid dan melahirkan bagi perempuan, (18) Jaminan terhadap ancaman dan pelecehan seksual terhadap perempuan di ruang publik (19) Perlindungan dan jaminan bermain anak di ruang publik, (20) Gizi dan kesehatan bagi ibu hamil, melahirkan dan menyusui, (21) Ruang khusus ibu menyusui di tempat kerja dan ruang publik, (22) Hapus alokasi anggaran untuk hak istimewa (tunjangan) pejabat publik, (23) Turunkan gaji direksi BUMN (24) Turunkan gaji anggota DPR/DPRD dan DPD, (25) Turunkan gaji dan tunjangan bagi walikota, bupati, gubernur, presiden, menteri dan staf khusus, (26) Hapus lembaga-lembaga parasit negara yang menyedot APBN.
Poin-poin di atas merupakan rangkuman umum di lakukan oleh penulis sebagai tawaran alternatif atas krisis pangan yang di alami oleh bangsa Indonesia di tengah gempuran pasar bebas masyarakat dunia, dalam hal ini kita juga harus mampu mendorong sebuah bangsa yang mampu mengembangkan ketahanan pangan dari hilir sampai hulu dan harus mendistribusikan kepada seluruh petani-petani Indonesia agar bisa mengembangkan pertanian untuk menghadapi situasi-situasi penting ke depan.
Ancaman terbesar negara-negara di dunia saat ini adalah ancaman mengenai krisis pangan yang setiap waktu selalu saja terjadi di negara-negara termasuk juga negara Indonesia, Indonesia sendiri sebagai negara agraris terbesar di dunia haruslah mampu menjadi negara pengembang pertanian dan mampu menghadapi krisis tersebut, jangan sampai Indonesia sebagai negara agraris sendiri menjadi negara yang krisis pangan ancaman krisis global, jika Indonesia mengalami krisis pangan maka ini mengindikasikan bahwa kita sendiri tidak mampu mengembangkan sumber daya alam dan keunggulan komparatif yang di miliki oleh bangsa Indonesia sendiri. di satu sisi kita sangat memahami bagaimana sumber daya alam Indonesia yang sangat melimpah sebagai negara agraris namun yang menjadi problem kita secara bersama adalah ketidak adanya subsidi dan distribusi secara menyeluruh kepada petani-petani di Indonesia khususnya petani-petani di desa dalam mengembangkan pertanian untuk menopang kebutuhan pangan dalam ancaman krisis global saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H