Sebuah pengakuan seorang mantan kader partai PDI-P Agus Condro terhadap kasus penyuapannya dalam kasus pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, sepertinya layak menjadi titik terang bukti bahwa Indonesia masih memiliki rakyat yang berbudaya malu. Ada lagi kisah lainnya, sebuah pengakuan kader partai PKS Zulhamli Alhamdi yang tertangkap basah berada di panti pijat yang membuat beliau langsung memutuskan untuk mundur dari bursa pencalonan anggota legislatif, tampaknya juga pantas menjadi kisah teladan bagi bangsa ini. Mereka adalah dua dari sedikit contoh kisah para politikus Indonesia yang masih memiliki budaya malu dan berjiwa kesatria karena mau mengakui kesalahannya.
Marilah kita putus rantai manusia tidak berbudaya malu yang masih tersebar di bumi pertiwi ini. Sudah saatnya malu menjadi budaya yang harus senantiasa dijaga dan dipelihara, baik oleh individu, kelompok, terlebih oleh bangsa ini. Kita sadari betapa tidak berhentinya petaka, bencana, yang melanda bangsa ini mungkin salah satunya diakibatkan oleh hilangnya rasa malu.
Pejabat merasa malu jika menyelewengkan kekuasaan terkait profesinya. Jabatannya merupakan amanah yang harus diemban. Dia menjadi pejabat bukan karena kehebatannya, melainkan kepercayaan konstituen kepadanya. Seorang pengusaha merasa malu jika terlambat memberi upah pada karyawannya. Kesuksesan usahanya adalah berkat kerja keras para karyawannya. Tak ada artinya dia tanpa bantuan karyawan.
Jangan sampai kita malu pada bangsa kita sendiri, seperti persis dengan apa yang telah disampaikan Taufiq Ismail didalam puisinya yang berjudul Malu Aku Jadi Orang Indonesia :Â Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata, dan kubenamkan topi baret di kepala , malu aku jadi orang Indonesia.[]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H