Mohon tunggu...
Ryan Abdul Muhit
Ryan Abdul Muhit Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa | Paralegal LBH DPP Jawa Barat | Legal Assistant | Pengawas Platform Bahas Hukum, Ruang Diskusi Bahasan Hukum,

Mahasiswa Hukum di Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam, Paralegal di salah satu Lembaga Bantuan Hukum DPP Jawa Barat, Legal Assistant, aktif di Platform Instagram @bahas.hukum, suka menulis dan menggambar, Certified of Public Speaker, Certified of Communication for Organization Mastery, sekilascatatankuliahku, bahashukum.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Tanah Anda Diserobot oleh Pihak yang Tidak Berhak atau Tidak Mendapat Izin Pemilik? Begini Solusi dan Upaya Hukumnya

11 September 2021   07:37 Diperbarui: 11 September 2021   07:37 3708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Selain daripada penjelasan di atas yang mana dengan dasar hukum Perppu No. 51 Tahun 1960 Tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya, ternyata terdapat kejadian pula mengenai orang yang melakukan penyerobotan dengan mengalihkan tanah tersebut kepada pihak lain. 

Mengutip dari ehukum.com dengan judul artikel "Punya Tanah Diserobot Orang Lain? Begini Hukumnya", bahwa kejadian tersebut berlaku Pasal 385 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dengan bunyi " Barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menjual, menukarkan, atau membebani dengan credietverband suatu hak tanah yang belum bersertifikat, suatu gedung, bangunan, penanaman atau pembenihan di atas tanah yang belum bersertifikat, padahal ia tahu bahwa orang lain mempunyai hak atasnya."

Sehingga dengan melihat hal di atas dapatlah kita pahami bahwa terdapat aturan hukum yang mengatur mengenai perbuatan penyerobotan tanah tersebut, yaitu diatur dalam KUHP yakni Pasal 385, dan aturan yang memiliki artian yang lebih luas yaitu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 15 Tahun 1960 Tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya.

Kemudian selain langkah hukum yang ditempuh melalui jalur pidana, dapat juga ditempuh melalui jalur perdata, yakni dapat dengan cara mengajukan Gugatan ke Pengadilan Negeri setempat. Hal tersebut dikarenakan atas perbuatan seseorang yang melakukan penyerobotan tanah, tentu pihak yang memiliki hak atas tanah tersebut (pemilik) sangatlah dirugikan. 

Sehingga hal tersebut dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum (PMH), sebagaimana hal itu diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) dengan bunyi "Tiap perbuatan hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut".

Melihat Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) di atas, sudahlah jelas maksudnya, bahwa mudahnya adalah setiap orang yang melakukan perbuatan dengan membawa kerugian kepada orang lain, maka orang tersebut wajib untuk mengganti rugi kepadanya. Dengan begitu orang yang melakukan penyerobotan tanah dalam hal penyelesaian secara perdata dapat dilakukan dengan mengganti rugi atas kerugian yang didapat bagi pihak atau orang yang memiliki hak atas tanah tersebut.

Terkait membayar kerugian menurut Munir Fuady terdapat 3 jenis ganti rugi yaitu, bisa berupa ganti rugi nominal (memberikan dengan sejumlah uang tertentu), ganti rugi kompensasi (pembayaran kepada pihak yang dirugikan atas sebesar kerugian yang dialaminya), dan ganti rugi penghukuman (ganti rugi dalam jumlah besar yang melebihi dari jumlah kerugian yang sebenarnya).

Selain penyelesaian di atas yang sudah dijelaskan, tentunya dalam memecahkan dan menyelesaikan suatu permasalahan tidak hanya selesai di meja hijau saja, melainkan dapat ditempuh dengan jalur win-win solution dengan jalan musyawarah di luar pengadilan (non litigasi), seperti halnya yang sudah dialami penulis di lapangan terkait kasus penyerobotan tanah dengan mana sengketa ini bermula di awali dengan perbedaan luas tanah yang dimiliki antara kedua belah pihak. 

Anggap saja Pihak pertama merupakan Pihak A dan Pihak kedua adalah Pihak B. kedua belah pihak tersebut sebelumnya rukun-rukun saja, tetapi entah apa yang merasuki Pihak B melakukan perbuatan yang dilarang oleh hukum yaitu mendirikan suatu objek bangunan berupa hamparan semen (teras) dengan dalih alasan untuk memudahkan akses jalan bagi Pihak B dan keluarganya. 

Hal itu tentu memancing pihak A untuk menyelesaikan di meja persidangan, tetapi dengan pemikiran yang panjang akhirnya kasus mereka diselesaikan dengan cara musyawarah dengan mendatangkan keluarga Pihak A dan Pihak B yang hasil akhirnya adalah Pihak B membeli beberapa petak tanah dari Pihak A.

Banyak cara dalam menyelesaikan permasalahan, tidak hanya diselesaikan melalui jalur litigasi saja, melainkan non litigasi pun dapat terselesaikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun