Untuk dua dewi dalam hidupmu, kini tak perlu kau cemaskan mereka. Pada akhirnya, kita harus percaya, selalu, lewat iman yang jauh melintasi kematian bahwa ada Tangan Mahakasih yang juga jauh lebih menjaga mereka dibanding kedua tangan kita sendiri. Tangan yang akan ganti mengusap air mata di pelupuk mata mereka. Tangan yang akan ganti memegang suluh penunjuk ke mana mereka berdua akan pergi untuk malam-malam ke depan. Dan, tangan yang akan selalu merangkul, mendekap aman mereka sambil berkata, "Meski berat, semua akan baik-baik saja, Anakku!"
. .
Kini, tinggal kami yang masih sementara menapak jalan fana ini di mana kami akan sering diharu-birukan oleh rasa manis yang syukur bisa kami cecap dan rasa kecut yang terpaksa kami reguk. Setiap hari kami akan bergumul dengan itu.
. .
---
. .
Akhirnya, terima kasih dan terima kasih, Dab! Terima kasih untuk setiap napas persahabatan, tunas persaudaraan yang kau hembuskan dan tumbuhkan bagi kami dan bagi setiap persinggunganmu dengan orang lain. Kelak bila giliran kami tiba, kami berharap bahwa di depan pintu ke mana kami menuju, ada seorang sahabat yang datang menyambut kami dan menunjukkan jalan ke muara seluruh rasa damai yang abadi.
. . . . Kredit:
1.  Kalimat (...)* adalah email dari Mr. Dann. Tak ubah dikit, yah!
2. Ilustrasi gambar diambil dari www.denniskotelkoart.blogspot.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H