Mohon tunggu...
Ryan Andin
Ryan Andin Mohon Tunggu... lainnya -

---

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menopause Bumi

5 April 2010   08:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:59 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

[caption id="attachment_109043" align="aligncenter" width="281" caption="Am I Still Hot in 50 to 100 years ahead? (Gbr Google)"][/caption]


Bumi sudah memasuki masa menopause, entar lagi uzur, enersinya sudah tersedot habis, mungkin oleh kekuatan black spot, tapi yang pasti lebih banyak karena kerakusan black market, namun sialnya yang banyak menjadi tertuduh adalah si blacky scapegoat, ooh ya..ya...si kambing hitam aja familiarnya. Dan manusianya, haa...apa yang harus dikatakan, masih bertingkah balita, tak mandiri dan tetap menetek pada bumi, ibunya. Hasilnya, gizi apa yang bisa diperoleh dari ASI ibu berpayudara mengkerut yang terdiagnosa kanker oleh para dokter lingkungan lewat summit-summit-an (yang bisa berujung sambit-sambitan), konser, talk show (yang show of talking saja)!

Bumi sudah terlanjur tua ("bandingkan dengan tuamu, Manusia!), dilacurkan oleh anak-anak sang zaman baru: kita. Ataukah kita terlalu egois tidak mau tua sendiri-sendiri, sampe-sampe atas nama solidaritas, ehh dan eits, turut menuakan bumi dan lebih parahnya lagi, dengan ini kita sudah turut mengeksekusi tua-lalu-mati generasi kita yang belum lahir.

Dan Tuhan, apa yang telah kami perbuat? Dan Tuhan mudahan-mudahan tidak ikut menjadi tua, tidak perlu ikut-ikutan menjadi pikun. Bisa dibayangkan jika itu terjadi, Beliau akan salah mengeksekusi perkara. Yang jahat masuk surga, yang baek turun ke neraka. Buntunglah kita yang merasa diri orang baik atau malah sebaliknya, untung karena banyak dosa yg sengaja diperbuat, sudah menabung banyaknya kecurangan, namun kesempatan melewati pintu surga masih terbuka, lebar lagi.

Dan Tuhan menjadi saksi diam dari tingkah ketamakan kita? Sebegitu bobrok habiskah kita manusia, sebegitu rendahnyakah nilai kita, yang tak kuasa direduksi oleh keinginan menjadi manusia wah, wah untuk berbuat & bersikap, wah untuk ber-ergo-sum-cognito-an.

Yang terjadi mungkin tak bisa kita elakkan lebih tepatnya kita mencoba mengelak tapi tak bisa. Kenapa? Kita tak punya jiwa yang besar untuk berkata tidak pada kehidupan yang wah weleweleweh, karena bagi kita parameter kehidupan bukan lagi keseimbangan-keteduhan inti jiwa, tapi lebih pada kepenuhan gaya hidup, keberagaman milik yang disalah-yakini bisa memuaskan. Kita tak mau mengambil risiko menjadi baik, lalu mengambil jalan instan dan merumuskan: bumi (baca: dunia) kita bobrok ("Tentu tidak, optimis donk!"), yang memiliki tangan yang kuat-kuasa dan bebas-berbuat.

Tapi toh kita yakin, Tuhan tak memihak siapa-siapa, lebih tepatnya lagi, ternyata Tuhan memihak kita semua. Tuhan tidak berdiri, mengambil jarak dari kita per kita masing-masing. Ia bersama kita. So, jika bumi sudah memasuki masa senja menopause dalam kehidupan, semoga kita sudah sadar, kita belum melakukan apa-apa dan mau bertindak, sebelum kita disebut maling kundang versi baru dalam sejarah hidup ibunya, bumi. (Gila apa, satu generasi maling kundang semua!). Sayang kan, bumi yang mengalami zaman kemunculannya yang oleh para historian dimulai sejak era Prakambrium kurang-lebih 4,6 milyar tahun lalu yang mengalami revolusi-evolusi, yah setahap persetahap, harus hancur di tangan sang anak zaman baru yang untuk makan saja masih menetek pada payudara ibunya. Padahal kata orang-orang pintar yang belum tentu bijak, "sejarah selalu menyimpan sesuatu yang menakjubkan pada laku manusia".

Iya, sih! Jadi ingat Copernicus yang bergulat kerja selama 30 tahun, busyet deh, sebelum memutuskan dalil: bumi dan planet lain sebenarnya mengorbit matahari. Ingat Sang ahli kimia Dalton yang dari tahun 1787 sampe meninggalnya, menerbitkan 200.000 hasil observasinya pada jurnal cuaca. Bayangin Michaelangelo, yang mungkin kram urat leher, tangan, kena encok kali dan butuh berapa banyak tukang urut selama 4 tahun melukis sendiri langit-langit Kapel Sistine yang sangat indah. Bayangin Si Jenius Mozart yang sejak umur 3 tahun mulai belajar musik, 5 tahun sudah mulai mencipta, dan dalam usianya yang cuman berumur hanya sampai 35 tahun menghasilkan 600 grand karya musik. Bayangin Stephen Hawking yang sejak usia 28 tahun sudah terserang sindrom yang menyerang sistem motoriknya hingga hanya mampu duduk di atas kursi roda, namun masih bisa berkarya menghasilkan kejeniusan seperti teori kuantum, teori kosmologi (dll) serta novel yang pernah menjadi bestseller, The Story of Time. Gila! Dan masih sangat banyak yang lain.......... Ketakjuban pada makhluk yang bernama MANUSIA.


Sekali lagi!

So, jika bumi sedang memasuki masa senja menopause dalam kehidupan, semoga kita sudah tahu, kita belum melakukan apa-apa dan mau bertindak, sebelum kita disebut maling kundang versi baru dalam sejarah hidup ibunya, bumi.

*****

PS: Jangan buang sampah tidak pada tempatnya, entar mama marah loh!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun