Mohon tunggu...
Ryan Andin
Ryan Andin Mohon Tunggu... lainnya -

---

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Memento: SMP

7 November 2014   15:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:24 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Letaknya di Jalan Musa No. 16. Tak banyak yang berubah dari tempatmu mengangsu dulu dalam seragam putih-biru.

.

Cobalah berkunjung ke sana, di mana kau bisa bertamasya, memanen kenangan dari suatu masa tak terkira girangnya dalam hidupmu. Suatu masa di mana tanggung jawabmu hanyalah sekadar belajar dan selebihnya adalah kesenangan.

Berkunjunglah. Barangkali selama ini, memorimu yang lama sudah menjadi kerak di lantai ingatanmu. Menumpuk banyak dan menyatu dengan memori dari peristiwa-peristiwa yang silih berganti datang kemudian. Juga mungkin daya ingatmu yang mulai lebam karena waktu. Berkunjunglah, maka pelan-pelan memorimu yang lama akan kembali. Kau akan mulai mengingat nama. Menangkap momen dan kesan. Kau mulai merayakan kenangan. Suatu babad tentang dirimu yang pernah lama hilang dari ingatanmu sampai baru-baru ini.

.

Kau bisa berjalan-jalan kecil, menyusuri halaman bagian dalam sekolah yang kini tertutupi plesteran semen. Di atas halaman itu, mungkin pernah di suatu Senin pagi, kau mengendap-endap di antara barisan demi menghindari inspeksi gurumu. Sebabnya, kau lupa membawa dasi dan topi seragammu gara-gara telat bangun dan harus buru-buru berangkat dari rumah. Di atas halaman itu pun, kau pasti masih ingat, pernah bermain sepak takraw, bola voli, bola tangan, kasti, atau pernah sekali dalam seminggu, senam wajib di pagi hari. Juga latihan lompat harimau di atas matras, yang suatu ketika, pernah membuatmu malu maksimal. Lompatanmu, iya sukses, tapi sukses juga merobekkan celanamu selebar yang ia bisa. Hahaha! Bahkan, kau masih bisa membayangkan bau peluh di tubuhmu ketika berolahraga di bawah teriknya siang.

Mungkin di atas lapangan ini juga, secara tak sengaja, kau pernah menabung suvenir, semacam cenderamata, untuk masa yang tak akan pernah singgah dua kali. Mungkin berupa kancing bajumu yang copot, ikatan untuk rambut panjangmu yang putus, atau duit jajanmu yang jatuh dari saku rok atau celana birumu yang bolong.

.

Nah, kau sudah mulai mengingat, bahkan ke hal-hal yang remeh-temeh. Mulai mengenali setiap gedung dan ruangan. Kantor kepala sekolah dan ruang guru, serta jejeran kelas di gedung yang baru. Gedung lama berada di bagian selatan yang lantai satunya diisi oleh dua ruang kelas dan perpustakaan. Di antara gedung itu dan gedung laboratorium yang tampaknya kini sudah berlantai dua, ada jalan menuju tangga ke Kelas C yang juga di lantai dua, pas di atas perpustakaan. WC untuk siswa berada di pojokan, di pinggiran sungai. Di belakang gedung-gedung tersebut adalah, nah, asrama. Kantin berada terpisah; kau harus membakar sedikit kalorimu untuk sampai ke sana. Kini, semuanya terasa jelas, semuanya serasa baru kemarin. Lalu kau beranjak naik, menapaki anak-anak tangga yang pernah sering kau lalui. Sampai di ujung atas anak tangga, kau berbelok ke kiri, menuju ke kelasmu yang dulu, Kelas B, yang terhimpit di antara Kelas A dan Kelas C. Itulah rumahmu dari pagi sampai siang dan tak pindah-pindah selama 3 tahun. Kau berdiri di terasnya yang lumayan luas, lalu memandang ke dalam, mencari-cari di mana posisi tempat dudukmu dan mengingat-ingat siapa yang pernah semeja denganmu dalam seragam putih-biru.

Bahasa Indonesia, PMP, dan Bahasa Inggris. IPBA, Matematika, dan Penjas. Bahasa Daerah, IPS, dan Fisika. PSPB dan Agama. Apalagi? Oh, dan pelajaran Biologi bahwa kau sudah mulai datang bulan, atau jakunmu yang sudah mulai tumbuh. Kau mungkin tertawa kecil mengingat surat yang kau tulis dan kau kirim untuk seseorang dengan kertas dan amplop terharum yang bisa kau dapatkan. Berhari-hari kau menunggu balasannya yang tak kunjung datang. Tapi kau tak patah semangat. Seolah-olah terngiang-ngiang olehmu apa yang kakek jauhmu bisikkan, what does not kill us make us stronger. Buset, Nietzsche pun kau bawa-bawa, lantas dengan kreatif, kau menulis surat balasannya untuk dirimu sendiri. Ah, canggih. Ataukah, kau masih ingat, kau pernah meminta izin untuk pulang sebentar kepada wali kelasmu pada jam istirahat pertama. Alasannya, ayam betina yang kau pelihara di rumah tak mau bertelur kalau kau tak dilihatnya, padahal sebenarnya kau punya janji temu dengan seseorang di sekolah lain. Ada banyak kenangan, sebanyak surat kaleng tanpa pengirim yang dialamatkan atas namamu atau jangan-jangan malah kau pengirimnya. Dan, selalu ada alasan untuk datang lebih pagi agar bisa berada pada posisi yang pas, menunggu seseorang masuk dari gerbang sekolah, lalu menuju ke ruang kelasnya dan lewat tepat di depanmu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun