Ditambah dengan gencarnya peraturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) diterapkan di berbagai wilayah di Indonesia, situasi perekonomian Parija semakin tak jelas arahnya.
"Aku mesti jualan. Aku datang ke Jogja itu merantau. Kalau aku nggak jualan, aku mau makan apa, aku nggak bisa pulang," ungkap Parija.
Belum lagi soal hujan. Parija bersimpuh, hujan adalah musuh kedua setelah pandemi. Ketika hujan datang, Parija tidak bisa jualan.
"Aku udah paling takut kalau datang hujan, nak. Itu kalau hujan, aku nggak bisa jualan. Apalagi, akhir-akhir ini selalu hujan, aku mau cari uang ke mana," ujar Parija lirih.
Meski dihadapkan dengan kondisi yang buruk, Parija derana. Parija percaya bahwa narasi hidup sudah termaktub. Ia hanya mampu bertahan dan gigih melewati semua persoalan dalam hidupnya.
Hari ke hari, situasi mulai sedikit berubah. Berbagai usaha untuk menekan laju penyebaran pun acap dilakukan oleh yang berkuasa. Kencangnya vaksinasi turut andil dalam mengubah situasi yang kian hari tampak "normal". Tak lupa, karantina diri sempat diterapkan ketika situasi genting gelombang kedua menghantui Bumi Pertiwi ini.
Kini, penerapan pembatasan pun sudah mulai ada pelonggaran. Berbagai aktivitas mulai berjalan seperti sedia kala, seperti belajar di sekolah, bekerja di kantor, berolahraga di luar rumah, dan lain sebagainya. Orang-orang mulai melakoni kegiatan di luar rumah setelah hampir lama mendekam di sel rumahnya sendiri.
Tak hanya itu, roda perekonomian pun mulai menunjukkan titik baru. Destinasi wisata saat ini sedikit banyak telah dibuka kembali. Para traveler yang memang mencintai jalan-jalan sudah merindukan hal ini sejak lama.
Dengan adanya titik baru di ranah perekonomian, para pedagang sedikit bisa bernafas lega. Mereka mulai mempersiapkan lembaran baru, yaitu dengan menyambut narasi hidup yang berubah menuju arah yang lebih baik. Mereka mengharapkan hal-hal baik jatuh di tangan mereka.
Suasana yang tampak "normal" ini mulai banyak dimanfaatkan oleh para pedagang. Mereka mulai memadati daerah yang sudah lama tak mereka sapa, yaitu daerah-daerah penghasil rezeki. Parija dan segenap pedagang lain mulai kembali berniaga. Parija yang terkungkung di daerah tempat tinggalnya, kini sudah bisa kembali berjualan di tempat yang sudah sepuluh tahun ia duduki.
Pasang surut berniaga ini telah Parija saksikan sendiri. Awal merintis karier di tanah rantau yang berjalan lancar, seketika dihadapkan dengan situasi yang genting, situasi yang memaksa ia menghadapi rintangan yang tak biasa. Berbagai macam cara telah ia lakukan demi menyambung hidup. Namun, dengan segala jerih payahnya, dengan segala usaha keras yang ia lakukan, Parija tetap bersyukur. Parija menerima takdir ini dengan ikhlas.