Mohon tunggu...
Ryan Apriansyah
Ryan Apriansyah Mohon Tunggu... -

Hanya manusia yang mencoba tulus mencintai Tuhannya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ramadan (2)- Menggenggam Bara Api Islam

29 Mei 2017   15:09 Diperbarui: 29 Mei 2017   15:27 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebagaimana janji saya pada tulisan sebelumnya dimana di Bulan Ramadhan ini saya akan mencoba berdakwah melalui tulisan saya, walaupun saya bukan seorang penulis apalai seorang yang bisa disebut sebagai ustad, namun sebagai muslim saya juga ingin merasakan buah manis dari dakwah khususnya di Bulan Ramadhan ini.

Kali ini saya ingin membagi materi  dengan tema yaitu “Menggenggam Bara Islam”. Tema ini saya ambil karena saya teringat akan hadist Rasulullah yang di Riwayatkan oleh  Imam At-Tirmidzi, bahwa di akhir zaman ini,orang yang tetap berpegang teguh terhadap agama nya, seperti menggenggam bara api.

Dari hadist diatas telah sangat jelas bahwa berpegang teguh pada agama ini sangatlah sulit bagaikan menggenggam bara api. Tentu saja menggenggam bara bukanlah perkara yang mudah, bahkan mungkin tidak ada yang mau. Namun Rasulullah menggambarkan  dengan perumpamaan seperti itu  dengan maksud menyampaikan pesan yang sangat penting yaitu betapa tidak mudahnya menjadi seorang Muslim di akhir zaman ,anda semua sudah merasakannya bukan?

Karena tidak mudah, sebab itulah banyak  umat Islam yang tidak menjalankan nilai-nilai Islam dalam hidupnya, banyak umat Islam yang tidak betul-betul menjadikan Islam sebagai jalan hidupnya, sebagai ukurannya dalam bertindak. Namun bukan berarti tidak ada yang mau menggenggam  bara Islam, karena akan selalu ada orang-orang yang selalu meyakini Islam sebagai jalan hidupnya,seberat apapun,sesulit apapun ,dan sepanas apapun bara islam itu akan tetap digenggam. Karena mereka yakin bahwa diakhir cerita kehidupan nanti, Allah akan membayar semua jeri payah mereka dengan kenikmatan surga yang kekal yang telah di janjikan. Menggenggam Bara Islam sangatlah sulit, namun apabila bila bara itu engkau lepas maka celakalah, karena hanya itu yang menyelamatkan kita.

Teringat akan sebuah cerita di zaman Rasulullah SAW, ada seorang budak hitam dari Habasyah, tengah berbaring tanpa daya di tengah teriknya matahari padang pasir. Di dadanya yang kurus, terdapat sebongkah batu besar ditindihkan kepadanya, yang membuatnya sulit bernafas ditengah panasnya panggangan udara padang pasir saat itu. Bilal Bin Rabah namanya.

Umayyah bin Khalaf dengan sombongnya melihat luka-luka akibat cambukan yang mendera Bilal. Setiap dia melepaskan cambuk ke tubuh Bilal, kulit dan daging Bilal merekah seiring menetesnya darah. Umayyah tidak meminta banyak, dia hanya ingin Bilal kembali kepada agama nenek moyang nya dan meninggalkan Islam.

Namun,  setiap kali Ummayah memaksa saat itu pula Bilal tidak menyerah. Ia hanya menjawab dengan kata Ahad..Ahad. Seolah cambukan yang menghanam tubuhnya tidak menggentarkannya sedikitpun.

Menakjubkan seorang budak yang belum lama beriman,mampu mempertahankan keimanannya mampu memegang Bara Islam yang sangat sulit, meski harus mendapat siksa dunia. Kekuatan apa yang membuat Bilal seperti itu? Kekuatan yang aneh.Kekuatan yang melebihi sihir para tukang tenung.Kekuatan yang begitu menggugah.

Abdullah Bin Rawabah pernah ber syair pada saat perang Mu’tah:

Wahai manusia. Tidaklah kita memerangi mereka karena banyaknya jumlah kita, atau karena persenjataan kita. Demi Allah ,kita hanya memerangi mereka karena Islam ini, yang mana Allah telah memuliakan kita dengannya.

Syair itu seolah menjawab tanya kita tentang kekuatan Bilal. Bilal mampu sekuat itu maupun umat Islam mampu memenangkan pertempuran bukan karena hal lain selain karena kekuatan iman. Kekuatan ini yang meyebabkan cambukan Ummayah menjadi tidak berarti,kekuatan ini yang membuat Bilal tidak menghiraukan luka-lukanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun