"Penyiaran Publik dilihat sebagai seekor dinosaurus yang mencoba untuk tetap eksis setelah meteor menghantam, maupun sebagai harapan terakhir yang paling baik untuk kebebasan berekspresi"
(Ziauddin Sardar)
Pada masa kebebasan pers seperti saat ini jumlah Lembaga Penyiaran diperkirakan akan terus bertambah. Selain TVRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik (LPP), kini ada 10 Lembaga Penyiaran Swasta yang berkibar di jagad pertelevisian tanah air. Sebut saja, AnTV, Indosiar, Trans TV, TPI, RCTI, SCTV, Global TV, TV One, Trans 7, dan Metro TV. Ini berarti bahwa TVRI kini tidak sendiri lagi, “genderang perang” persaingan sudah semakin terbuka. Ketika Lembaga Penyiaran Swasta saling tebar pesona dengan tayangan-tayangan berating tinggi, lalu bagaimana dengan TVRI ?
Sudah hampir 48 tahun TVRI mengepakkan sayapnya, tahun demi tahun dilewati, berbagai macam suka duka menghiasi, dan problematika hinggap silih berganti. Melalui perjalanan waktu yang begitu panjang menarik untuk mencermati perubahan Status TVRI. Status merupakan pondasi keberadaan, tanpa status suatu Lembaga Penyiaran akan bimbang dalam menentukan arah. TVRI pun demikian, keberadaan TVRI telah mengalami beragam lika-liku, dari statusnya sebagai Yayasan, Perjan, Persero hingga menjadi LPP berdasarkan UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan PP No 13 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik.
TVRI berdiri pada tanggal 24 Agustus 1962, dengan status yayasan TVRI bertanggung jawab pada Departemen Penerangan untuk isi program. Setelah itu melalui PP No 36 Tahun 2000 TVRI berubah status menjadi Perjan (Perusahaan Jawatan) dibawah Departemen Keuangan. Lalu berubah menjadi Perseroan Terbatas (PT) di bawah Kementerian BUMN berdasarkan PP No 9 Tahun 2002. Pada akhirnya berubah menjadi Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia melalui PP no 13 Tahun 2005. Sebagai Lembaga Penyiaran Publik, TVRI langsung bertanggungjawab kepada Presiden tidak lagi di bawah Kementerian
Pada awal berdirinya secara resmi pada 24 Agustus 1962 TVRI dikenal sebagai televisi pemerintah. Dari sekadar medium untuk mendokumentasikan sejarah,TVRI pada akhirnya hanya berperan sebagai perangkat Ideologis rezim berkuasa. TVRI awalnya adalah medium untuk mempromosikan program-program pemerintah, serta memperteguh konsensus nasional tentang budaya nasional, pentingnya pembangunan, tertib hukum, dan menjaga kemurnian identitas bangsa. Dalam praktiknya, TVRI lebih banyak diperlakukan sebagai alat propaganda pemerintah. Fakta sejarah inilah yang menjadi kendala serius ketika kelak muncul keinginan untuk mentransformasikan TVRI menjadi Lembaga Penyiaran Publik. Sebab sejak dari awal TVRI memang tidak diorientasikan sebagai media untuk memenuhi kepentingan-kepentingan publik. TVRI adalah medium propaganda politik ke luar dan dalam negeri, serta medium konsolidasi kekuasaan dan monopoli informasi oleh pemegang kekuasaan (Kitley, 2001 dalam Sudibyo, 2004 : 280)
Kini TVRI telah menjadi Lembaga penyiaran publik (LPP) yang jika mengacu kepada konsep Public Service Broadcasting (PSB) dikategorikan sebagai National Public Service Broadcasting, berarti sistem penyiaran yang dikontrol oleh publik melalui KPI, sedangkan pendanaan dan struktur administrasinya diatur oleh peraturan yang mengikat.Menurut UU No 32 tahun 2002 pasal 11 (1) Lembaga Penyiaran Publik adalah lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh negara, bersifat independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat. Berdasarkan peraturan ini TVRI berkewajiban memberikan independensi informasi, keberagaman program, menjangkau minoritas dan mendidik masyarakat melalui informasi. Kesemua faktor tersebut tentunya juga harus didukung oleh pendanaan yang memadai dan kualitas teknik produksi siaran. Selain itu, persaingan ketat dalam industri penyiaran membuat TVRI harus memacu kreatifitas dan kualitas siaran agar mendapatkan kembali penontonnya. Karena sejak kehadiran televisi-televisi swasta tidak dapat dipungkiri bahwa khalayak telah tersegmentasi. Khalayak kini secara tidak sadar “tersetir” oleh acara-acara televisi swasta yang terlalu berisikan tayangan hiburan. Jadi tak heran bahwa kecenderungan yang terlihat acara-acara seperti infotainment, sinetron dan reality show memang lebih diminati dibandingkan acara-acara mendidik dan penuh informasi. Sehingga tayangan mendidik distigmakan sebagai acara yang membosankan.
Berdiri sebagai Televisi Publik, TVRI berada pada posisi yang mendua. Di satu sisi TVRI dituntut untuk menyajikan tayangan yang berkualitas, mendidik dan berada di hati publiknya, namun disisi lain Publik sudah cenderung terkotakkan karena sistem rating yang menjadikan ukuran keberhasilan suatu program. Dahulu TVRI begitu sangat dipuja dengan acara-acara berkualitas dan disenangi publik seperti Dunia Dalam Berita, Serial Losmen,dan Acara Kuis Berpacu Dalam Melodi. Namun kini, berbagai macam acara serupa dikemas sedemikian rupa oleh televisi-televisi swasta dan ditujukan untuk mencari iklan sebanyak-banyaknya, sehingga tidak ada lagi yang namanya kontrol sosial akibat efek yang ditimbulkan dari acara tersebut. Seperti yang terlihat dalam program acara televisi, banyak terjadi adu mulut antar politisi yang vulgar, darah-darah berceceran, eksploitasi tubuh dalam sinetron, dan komodifikasi kemiskinan dan kelemahan dalam berbagai acara reality show, yang kesemuanya diukur berdasarkan materi. Kecenderungannya adalah, masyarakat akan jenuh dengan tayangan-tayangan tersebut, karena mengarah pada keseragaman, semua televisi menyiarkan acara yang hampir sama. Disinilah celah kosong yang dapat diisi oleh TVRI, ketika masyarakat nantinya rindu akan tayangan-tayangan berkualitas dan informasi mendidik, TVRI muncul sebagai pencerah dengan citra baru sebagai Televisi Publik, sebuah konsep mulia dalam penyiaran. Namun demikian, kerja keras dan kerjasama bagi semua insan TVRI dan masyarakat sangat diperlukan. Karena mimpi tidak akan terwujud tanpa kerja keras dan kerjasama. Mengutip sebuah kalimat indah “Yesterday is history, Tomorrow a mystery, today is a gift, That’s Why we called the present”. Kita bisa karena kita percaya bahwa kita bisa. Selamat Ulang Tahun Yang Ke 48. Maju terus TVRI!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H