Mohon tunggu...
Ryan Budiman
Ryan Budiman Mohon Tunggu... Freelancer - Sedang Menulis

Berbagi, sambil menata kata.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hermeneutik

4 September 2012   09:59 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:56 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hermeneuein, merupakan kata kerja yang berarti menafsirkan. Kata benda: hermeneia, berarti penafsiran. Kedua kata tersebut berasal dari bahasa Yunani dan merupakan asal kata dari Hermeneutik. Batasan umum untuk hermeneutik adalah proses mengubah sesuatu atau situasi ketidakteraturan menjadi mengerti.

Hermeneutik diterapkan untuk bahasa, kata-kata. Aristoteles pernah berkata, “kata-kata yang kita ucapkan adalah simbol dari pengalaman mental kita, dan kata-kata yang kita tulis adalah simbol dari kata-kata yang kita ucapkan itu. “

Tidak ada satu manusia pun yang mempunyai, baik bahasa lisan maupun tulisan, yang sama dengan manusia yang lain. Bahkan jika setiap individu mempunyai pengalaman-pengalaman mental yang sama, ekspresi lisan atau suatu pengalaman mental tersebut tidak pernah sama.

Ekspresi kata-kata sebagai representasi pengalaman mental memiliki kecenderungan dasar untuk menyempit. Seperti jika sesorang berkata, “saya senang”, ekspresi tersebut tidak benar-benar mengungkapkan seberapa senang si pembicara.

Hermeneutk berhubungan dengan bahasa. Bahasa adalah media paling efektif, dan mungkin pula satu-satunya bagi interaksi antar individu. Posisi hermeneutik adalah sebagai cara untuk “berinteraksi” dengan bahasa. Bahasa menjelmakan kebudayaan manusia. Tradisi dan kebudayaan terungkap dari bahasa, baik yang terukir di batu prestasi, yang tergores pada daun lontar, tertulis dalam buku, atau terketik dalam blog. Jika untuk memahami manusia yang masih hidup kita hanya cukup berinteraksi (baca: mengobrol) dengan orang tersebut; maka untuk memahami manusia yang telah tiada, kita hanya bias berinteraksi dengan bahasa yang diwariskan dari manusia (bisa juga zaman) yang telah tiada tersebut.

di-posting juga di ryakair.blogspot.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun