Mohon tunggu...
Dzurriyyatul Ilmiyah
Dzurriyyatul Ilmiyah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Pendidikan Islam Anak Usia Dini/ UIN MALIKI MALANG

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget dan Teori Perkembangan Psikososial Erick Erickson

11 Desember 2020   09:50 Diperbarui: 11 Desember 2020   09:54 2417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget

Teori perkembangan kognitif oleh Jean Piaget memberikan batasan kembali mengenai kecerdasan, pengetahuan dan hubungan anak didik dengan lingkungannya. Kecerdasan merupakan proses yang berlanjut terus-menerus membentuk kerangka yang diperlukan dalam komunikasi terhadap lingkungannya. Perkembangan cara berfikir yang berlainan dari periode bayi hingga usia dewasa meliputi tindakan dari bayi, pra-operasional, operasional kongkrit dan operasi formal. Proses dibentuknya setiap struktur yang lebih kompleks ini adalah asimilasi dan akomodasi, yang diatur oleh ekuilibrasi.

Kognitif merupakan salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Kognitif memiliki arti permasalahan menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional. Teori kognitif lebih menitikberatkan bagaimana proses atau usaha untuk mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki orang lain. Maka dari itu kognitif berbeda dengan teori behavioristik, yang lebih menitikberatkan pada aspek kemampuan perilaku, diwujudkan dengan cara kemampuan merespons terhadap stimulus yang datang kepada dirinya.

Menurut Piaget, perkembangan kognitif meliputi empat (4) aspek, yaitu:

  • Kematangan sebagai pengaruh dampak perkembangan susunan saraf.
  • Pengalaman, yaitu interaksi antara organisme dengan dunianya.
  • Interaksi sosial, dampak yang dihasilkan dalam interaksinya dengan lingkugan sosial.
  • Ekuilibrasi, yaitu kemampuan mengatur dalam diri organisme agar dia selalu mampu mempertahankan keseimbangan serta penyesuaian diri terhadap lingkungannya.

Menurut Piaget, Inteligensi dapat dilihat dari 3 pandangan berbeda, diantaranya:

  • Struktur atau bisa disebut dengan skema. Dua hal yang perlu diperhatikan dalam membangun struktur kognitif yaitu seseorang terlibat secara aktif dalam membangun proses dan lingkungan dimana seseorang berinteraksi penting untuk perkembangan struktural.
  • Isi atau bisa disebut juga dengan content, yaitu pola tingkah laku spesifik apabila individu menghadapi suatu permasalahan. Piaget lebih tertarik terhadap apa yang mendasari proses berpikir daripada apa yang anak-anak ketahui.

Fungsi, yaitu suatu proses dimana skema kognitif dibangun. Semua organisme hidup yang berinteraksi dengan lingkungan memiliki fungsi melalui proses organisasi dan adaptasi.

Menurut Piaget, terdapat 4 periode utama dalam perkembangan kognitif anak

  • Periode sensorimotor (usia 0 -- 2  tahun)
  • Periode ini merupakan periode pertama dari empat periode utama dalam teori perkembangan kognitif Piaget. Pada periode ini tingkah laku anak bersifat motorik dan anak menggunakan sistem penginderaan untuk mengenal obyek di lingkungannya
  • Periode  pra-operasional (usia 2 -- 7 tahun)
  • Periode ini merupakan periode kedua dari empat periode utama dalam teori perkembangan kognitif Piaget. Pada periode ini anak mampu bertingkah sesuatu sebagai hasil meniru atau mengamati suatu model tingkah laku serta mampu dalam melakukan simbolisasi.
  • Periode operasional konkrit (usia 7 -- 11 tahun)
  • Pada periode ini anak sudah mampu megaplikasikan operasi. Pemikiran anak tidak lagi dikuasai oleh persepsi, karena anak sudah mampu memecahkan masalah secara logis
  • Periode operasional formal (usia 11 tahun -- dewasa)

Periode ini merupakan periode terakhir dai empat periode utama dalam teori perkembangan kognitif Piaget. Periode ini merupakan merupakan tingkat puncak perkembangan struktur kognitif, sebagai anak remaja sudah seharusnya mampu berpikir logis untuk semua jenis masalah hipotesis, masalah verbal, dan ia mampu menggunakan penalaran ilmiah serta mampu menerima persepsi orang lain.

Teori Perkembangan Psikososial Erick Hombourger Erickson

Teori perkembangan psikososial berhubungan dengan prinsip-prinsip perkembangan psikologi dan sosial. Erikson dalam bukunya "Childhood and Society" (1950) , membuat sebuah bagan untuk mengurutkan delapan (8) tahapan secara terpisah mengenai perkembangan ego dalam psikososial.[1] Berikut delapan (8) tahapan psikososial Erikson:

 

  • Trust vs Mistrust (percaya vs curiga) (lahir -- usia 18 bulan) 
    • Hal pertama yang dikenali oleh seorang anak adalah rasa percaya. Percaya yang dimaksud dalam hal ini adalah percaya pada orang-orang atau pengasuh di sekitarnya. Rasa percaya disini bergantung pada kesungguhan dan kualitas penajaga bayi tersebut. Apabila bayi berhasil membngun rasa percaya terhadap si pengasuh, otomatis dia akan merasa nyaman dan terlindungi. Sebaliknya, jika si pengasuh tidak sungguh-sungguh maka bayi akan merasa tidak nyaman dan tidak percaya pada lingkungan sekitar.
  • Autonomy vs Doubt (Kemandirian vs Keraguan) (18 bulan -- 3 tahun) 
    • Tahap ini terjadi pada masa balita. Pada masa balita tersebut anak cenderung aktif dalam segala hal, sehingga orang tua sebaiknya tidak terlalu membatasi ruang gerak serta kemandirian mereka. Namun tidak juga berlebihan dalam memberikan kebebasan melakukan apapun yang dia inginkan.
  • Initiative vs Guilt (inisiatif vs rasa bersalah) (3 -- 6 tahun)
    • Pada tahap ini, kemampuan motorik dan bahasa anak mulai matang dan telah memasuki tahapan pra-sekolah, sehingga memungkinkan mereka untuk lebih agresif dalam mengeksplor lingkungan mereka. Pada usia-usia ini anak sudah mulai inisiatif dalam melakukan suatu tindakan misalnya berlari, bermain, melompat dan melempar. Orang tua yang suka memberikan hukuman terhadap upaya anaknya dalam mengambil inisiati akan membuat anak merasa bersalah tentang dorongan alaminya untuk melakukan sesuatu selama fase ini maupun fase selanjutnya.
  • Industry vs Inferiority (ketekunan vs rendah diri) (usia 6 -- 12 tahun)
    • Pada tahap ini anak sudah memasuki usia sekolah, kemampuan dalam segi akademik maupun sosial mulai berkembang. Anak akan belajar berkomunikasi dengan teman-temannya maupun dengan gurunya. Apabila anak cukup rajin, maka akan memperoleh ketrampilan sosial dan akademik untuk merasa percaya diri. Kegagalan untuk memperoleh prestasi-prestasi penting menyebabkan anak timbul rasa rendah diri yang dapat menghambat pembelajaran di masa depan.
  • Identy vs Role Confusion (Identitas vs Kekacauan identitas) (usia 12 -- 18 tahun)
    • Pada tahap ini anak sudah memasuki usia remaja dan mulai mencari jadi dirinya. Pada tahap ini, seorang remaja akan mencoba banyak hal untuk mengetahui jati diri mereka yang sebenarnya. Pada usia remaja ini sangat rawan untuk melakukan tindakan negatif dalam mencari jati diri mereka. Bimbingan serta pengaragan yang baik juga diperlukan bagi anak pada tahapan ini, agar mereka dapat menemukan jati diri mereka yang sebenarnya.
  • Intimacy vs Isolation (keintiman vs isolasi) (+- 18 -- 40 tahun)
    • Keberhasilan dalam melewati fase ini tentunya tidak terlepas dari fase-fase sebelumnya. Apabila pada fase sebelumnya seseorang belum mampu megatasi rasa curiga, rendah diri, kebingungan identitas, maka kejadian tersebut akan berpengaruh pada kegagalan dalam membina suatu hubungan sehingga menjadikannya sebagai seseorang yang terisolasi.
  • Generasi vs Self Absorption (generativitas vs stagnasi) (+- 40 -- 65 tahun)
    • Generativitas adalah perluasan cinta ke masa mendatang. Melalui generativitas akan dapat dicerminkan sikap memperdulikan orang lain. Hal seperti tersebut tentu sangat berbeda jauh dengan arti kata stagnasi yaitu pemujaan terhadap diri sendiri dan sikap tidak perduli terhadap siapapun. 
  • Integrity vs Despair (integritas vs keputusan) (+- 65 tahun keatas) 
    • Seseorang apabila sudah berada pada fase ini akan melihat kembali atau flashback ke kehidupan yang mereka jalani dan berupaya untuk menyelesaikan permasalahan yang sebelumnya belum terselesaikan. Seseorang yang berhasil melewati tahap ini, berarti ia bisa mencerminkan keberhasilan dan kegagalan yang pernah dialami

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun