Mohon tunggu...
Syamsuriadi Syam
Syamsuriadi Syam Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan

Berbagi melaui kata dan menulislah untuk bermanfaat!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ketika Banyak Uang Bisa Berbahaya

13 Mei 2020   09:08 Diperbarui: 13 Mei 2020   13:19 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu kemudian harga-harga lain juga ikut naik.
Baik yang terkait langsung dengan minyak goreng, semisal pisang goreng, maupun yang tidak terkait.

Bukankah penjual di kampung itu bisa membeli barang di penjual besar untuk dijual kembali agar modalnya berputar? Atau warga di situ yang membeli di kampung lain yang harganya normal?

Iya, bisa memang kalau barangnya masih tersedia. Tetapi kalau sudah tidak ada, bahkan dicari di pabriknya juga sudah tidak ada.

Sebab disini ada anomali, ada permintaan tiba-tiba yang melebihi jumlah dari biasanya. Sebagai efek dari stimulan uang tiba-tiba juga. Sedangkan produksi tidak sejumlah itu karena tidak bisa ikut tiba-tiba.

Kecenderungan naiknya harga secara bersamaan dalam suatu waktu inilah yang disebut inflasi. Yang sedapat mungkin dihindari dan sangat ditakuti oleh negara-negara di dunia.

Jadi begitulah memang sifatnya uang, nilainya bisa berubah-ubah. Angka yang tertera pada uang hanyalah nilai nominal. Nilai sebetulnya atau nilai riilnya adalah seberapa besar nilai barang atau jasa yang dapat dipertukarkan dengan uang itu.

Inilah juga yang dapat menjelaskan kepada anak-anak sekarang. Yang kerap merasa lucu ketika dengar cerita orang-orang tua tentang harga-harga zaman dulu.
Seolah tidak percaya kalau dulu harga emas hanya Rp. 500 per gram. Harga Sepeda motor hanya Rp. 150.000.

Inflasi "terhebat" yang terbaru pernah terjadi di negara kita adalah pada tahun 1998. Bagaimana hebatnya, coba kita ukur melalui harga mi instan. Produk ini dijadikan contoh karena eksistensinya relatif stabil di masyarakat. Kebetulan juga jejak harganya terlacak dengan baik karena pernah jadi salah satu penikmatnya.

Pada awal tahun 1980-an, harga mi instan yang paling mahal adalah Rp. 100. Harga itu kemudian bergerak pelan sekali sampai pertengahan tahun 1990-an menjadi Rp. 200. Jadi selama sekitar 15 tahun, kenaikannya hanya 100 persen atau rata-rata sekitar 6 persen pertahun.

Namun pada tahun 1998 itu, harga mi instan tiba-tiba naik menjadi Rp. 1.000. Atau kenaikannya sampai 80 persen.

Termasuk paling merasakan perubahan harga sangat drastis saat itu adalah anak-anak mahasiswa yang masih kost. Yang bukan rahasia umum lagi kalau mi instan, kadang jadi makanan pokok.
Kemarinnya masih menikmati harga mi instan harga Rp. 200, tiba-tiba bangun besok pagi untuk sarapan pagi. Ehh.. harga mi instan sudah Rp. 1.000.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun