Mohon tunggu...
Rianto
Rianto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sosiologi Universitas Brawijaya

Calon S.Sos

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Maraknya Self Diagnosis Generasi Muda Akibat Pengaruh Media Sosial

12 Desember 2022   17:20 Diperbarui: 18 Desember 2023   21:50 1374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Era digital telah menawarkan berbagai kemudahan dalam mengakses informasi dan komunikasi. Masyarakat masa kini terutama para remaja atau generasi muda tentu tidak asing dengan keberadaan internet dan media sosial. Internet dan media sosial menjadi tempat untuk mencari dan memperoleh berbagai informasi salah satunya dalam memperoleh informasi seputar kesehatan.

Namun sayangnya kemudahan dalam mencari dan memperoleh informasi mengenai kesehatan ini seringkali menyebabkan seseorang melakukan self diagnosis. Apa itu self diagnosis? Self diagnosis merupakan upaya seseorang dalam mendiagnosa diri dengan melihat informasi yang didapat secara mandiri tanpa bantuan tenaga ahli yang profesional, informasi ini bisa didapatkan dari orang lain, internet, maupun pengalaman dari masa lalu. (Nareza, 2020)

Self Diagnosis Melalui Media Sosial

Pada masa kini kesehatan mental seolah-olah menjadi pembicaraan banyak orang. Hal ini menyebabkan tingkat kesadaran akan pentingnya kesehatan mental pada generasi masa kini jauh lebih tinggi daripada generasi tua. Munculnya informasi mengenai kesehatan mental di media sosial membuat para pengguna media sosial yang didominasi oleh para remaja muda dengan mudah memperoleh informasi mengenai kesehatan mental.

Di Instagram banyak kita temui akun yang membuat konten seputar kesehatan mental dan menyediakan layanan konseling secara online. Media sosial lainnya seperti Twitter banyak kita temui tweet para pengguna yang membagikan pengalaman mengenai kesehatan mentalnya. Di Tiktok pula banyak kita temui pengguna dengan konten video mengenai pentingnya kesehatan mental. 

Tiktok pun pernah mengajak penggunanya untuk memulai pembicaraan mengenai kesehatan mental dengan program Mental Awareness Week. Masih banyak lagi konten di internet yang memuat edukasi mengenai kesehatan mental, umumnya konten-konten ini memuat ciri-ciri seseorang dengan penyakit mental dan cara mengatasinya.

Banyaknya konten mengenai kesehatan mental menjadi salah satu faktor generasi masa kini lebih terbuka dan peduli akan pentingnya menjaga kesehatan mental. Konten-konten tersebut tentu memiliki manfaat yang baik bagi seseorang dengan pengidap mental illness. Namun apa jadinya jika seseorang melakukan self diagnosis pada kesehatan mentalnya karena merasa relate dengan konten-konten yang ada di media sosial?

Jumlah pengguna media sosial didominasi oleh generasi masa kini yang seringkali disebut generasi millenial dan Gen Z, hal ini membuat generasi masa kini memiliki resiko tinggi melakukan self diagnosis. Self diagnosis akibat pengaruh media sosial bermula ketika seseorang merasa relate dengan gejala-gejala dari gangguan mental yang diperoleh dari konten di media sosial. 

Ketika seseorang membaca konten mengenai kesehatan mental di media sosial mereka akan melabeli diri mereka sendiri dengan gangguan mental tertentu karena perasaan relate tersebut. Apalagi remaja merupakan fase dimana seseorang masih memiliki sifat atau karakter yang belum stabil sehingga dengan mudah mereka terpengaruh dengan apa yang mereka lihat dan konsumsi di media sosial.

Informasi maupun konten mengenai kesehatan mental yang didapatkan melalui media sosial menjadi cara mudah seseorang dalam melakukan self diagnosis meskipun informasi tersebut belum tentu benar. Tidak jarang pula seseorang melebih-lebihkan kondisi yang sedang di alami dan mengaitkannya dengan gangguan mental tertentu. Sebagai contoh ketika seseorang mengalami kecemasan dalam kondisi tertentu seringkali mendiagnosa dirinya dengan gangguan mental anxiety

Tidak sedikit pula kita temukan para remaja yang membuat konten menunjukkan dirinya mengalami gangguan mental, seperti membuat postingan cuplikan video yang sedang menyakiti dirinya sendiri dan membuat tulisan atau kata-kata mengenai gangguan mental yang dialaminya (Darmadi, 2022).

Self diagnosis seakan-akan menjadi tren di media sosial masa kini bersamaan dengan gencarnya informasi mengenai kesehatan mental dan mental awareness. Beberapa jenis gangguan mental yang seringkali digunakan seseorang untuk mendiagnosa dirinya sendiri adalah anxiety, panic attack, bipolar disorder, depression, dan masih banyak lagi. Seringkali gangguan mental tersebut dijadikan sebagai tren di media sosial karena banyaknya pengguna yang merasa relate.

Para pengguna media sosial juga membuat nama atau istilah untuk menggambarkan gangguan mental yang diderita seseorang. Misalnya seseorang menyebut dirinya mengidap bipolar disorder karena sifat atau karakternya yang labil. Seringkali pula seseorang menggunakan kata atau istilah baru untuk menyebut bipolar disorder yaitu moody-an. Contoh lain di media sosial seseorang yang menyakiti tangannya dan membuat tulisan menggunakan darahnya, fenomena menyakiti diri seperti ini seringkali disebut self harm. Seolah-olah mereka sedang meluapkan segala emosi, stress, depresi, dan kesal tanpa adanya diagnosa dari psikolog maupun psikiater.

Istilah-istilah kekinian mengenai gangguan mental seperti ini perlu untuk diwaspadai karena bisa saja istilah-istilah tersebut digunakan seseorang untuk melabelisasi diri sendiri maupun orang lain. Pada akhirnya hal tersebut akan menyebabkan seseorang melakukan self diagnosis yang nantinya akan berdampak buruk dan menyebabkan penanganan yang salah.

Semakin tingginya tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan mental juga menjadi salah satu penyebab seseorang melakukan self diagnosis. Agar mendapatkan pengakuan dari orang lain seseorang dengan mudah membuat konten media sosial mengenai gangguan mental yang hanya bersumber dari internet. Bahkan seringkali seseorang mendiagnosa orang lain ketika ia melihat seseorang memiliki ciri-ciri yang mirip dengan pengidap gangguan mental padahal ia tidak memiliki keahlian khusus di bidangnya.

Dampak Self Diagnosis

Self diagnosis akibat pengaruh konten media sosial tentu sangat tidak dianjurkan karena dapat saja menyebabkan diagnosis yang salah dan pengobatan yang tidak tepat. Self diagnosis juga dapat dianggap meremehkan struggle seseorang yang benar-benar sedang berjuang dengan gangguan mental. Pada kenyataannya perjuangan seseorang dengan gangguan kesehatan mental tidaklah mudah. Generasi masa kini dengan tingkat penggunaan internet dan media sosial yang tinggi diharapkan tidak menelan mentah informasi kesehatan karena belum tentu informasi yang didapatkan tersebut valid (Akbar, 2019).

Media sosial telah menjadi platform tepat yang dapat digunakan untuk menyebarkan kesadaran akan pentingnya kesehatan mental (mental awareness) dan menghilangkan stigma buruk mengenai orang dengan gangguan mental. Namun kesempatan ini akan sangat disayangkan apabila tidak diikuti dengan sikap bijak dan cerdas dari diri kita sebagai pengguna media sosial. Self diagnosis merupakan suatu cara yang salah dalam melihat media sosial sebagai media untuk menyebarkan mental awarenes. Apabila kita merasa memiliki gangguan mental tertentu maka akan jauh lebih baik untuk berkunjung kepada psikolog atau psikiater.

References

Akbar, M. F. (2019). Analisis Pasien Self-Diagnosis Berdasarkan Internet pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama. 3, 1–9.

Dustin Darmadi. (2022). “Self Diagnosis” dan Pamer “Mental Illness.” DetikNews. Dikutip dari https://news.detik.com/

Meva Nareza. (2020). Bahaya Melakukan Self Diagnosis untuk Kesehatan. Alodokter. Dikutip dari https://www.alodokter.com/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun