Pemutakhiran sistem e-musrenbang 2023 menghapus aspirasi-aspirasi lama
Pada penyelenggaraan tahun ini, Pemprov DKI melakukan pemutakhiran sistem e-musrenbang. Tidak ada yang istimewa sebenarnya, namun untuk alasan yang tidak dapat dijelaskan, pemutakhiran sistem tersebut malah menghilangkan dokumentasi program-program lama yang sudah pernah diusulkan oleh RT dan RW dari sejak tahun 2016 yang lalu.
Sepintas, hal ini seperti terdengar sepele, namun sebenarnya implikasinya sangatlah besar. Dengan prinsip dimulai dari nol lagi, maka Pemprov DKI kehilangan dokumentasi berharga tentang aspirasi pembangunan yang telah dikumpulkan oleh RT dan RW se-DKI dengan susah payah selama lebih dari lima tahun terakhir. Lebih dari itu, hal ini juga seperti menghilangkan beban atau kewajiban Pemprov DKI untuk mewujudkan hutang aspirasi yang belum terealisasi dari musrenbang-musrenbang edisi sebelumnya, karena data tersebut sudah menghilang dari sistem e-musrenbang.
Musrenbang tidak pernah menjadi prioritas pembangunan di DKI Jakarta
DKI Jakarta adalah wilayah yang penuh dinamika. Dalam lima tahun terakhir saja, kita menghadapi bukan hanya pandemi covid-19, tapi juga gejolak politik, pesta demokrasi Pilkada dan Pemilu, serta Jakarta yang bolak balik menjadi tuan rumah event penting berskala nasional maupun internasional. Kesibukan ibu kota tentu saja bukan hal yang buruk. Masalahnya, di tengah agenda yang padat tersebut, musrenbang (dan kepentingan warga Jakarta) sering hanya menjadi catatan kaki di bawah berbagai kepentingan yang lebih besar.
Contohnya dalam kejadian pandemi covid-19 sejak tahun 2020 yang lalu, usulan pembangunan melalui musrenbang menjadi salah satu hal yang pertama dikorbankan oleh Pemprov DKI. Jadi, selama dua setengah tahun sejak tahun 2020 hingga pertengahan 2022, relatif tidak banyak pembangunan dari Pemprov DKI yang bersumber dari usulan musrenbang. Sebaliknya, pembangunan berskala besar di pusat-pusat kota dapat terus berjalan hampir tanpa hambatan berarti. Di tahun 2023 ini, musrenbang kembali harus berbagi panggung dengan persiapan Pemilu dan Pilkada yang belum akan selesai hingga tahun depan. Besar kemungkinan, musrenbang akan kembali menjadi agenda yang terpinggirkan.
Pemprov DKI cenderung mengutamakan aspirasi yang mudah dan murah
Di dalam template musrenbang terdapat banyak pilihan program yang dapat diusulkan. Namun kecenderungannya, program yang membutuhkan biaya besar perlahan dikurangi dari template. Contohnya, pengadaan trotoar/jalur pejalan kaki dan pembuatan saluran air baru yang sudah menghilang dalam beberapa template terakhir. Hal ini sepertinya sejalan dengan kebijakan "penghematan" yang digunakan oleh Pemprov DKI dalam menyikapi musrenbang.
Di RW 12 Kelurahan Rawamangun misalnya, dari 31 program yang diusulkan sejak tahun 2018, 10 di antaranya sudah terealisasi. Sekilas, 10 dari 31 seperti bukan statistik yang jelek jelek amat. Namun jika kita mengambil perspektif lain dari sisi anggaran, maka 10 program tersebut mewakili hanya sekitar 10 persen dari total anggaran program yang diusulkan oleh RW 12, atau hanya sekitar 300-an juta saja dari total anggaran usulan senilai tiga miliar lebih. Jadi, program-program paket hemat seperti pengadaan speed trap, pembuatan zebra cross, pengadaan rambu lalu lintas, dan pembersihan saluran air bisa dilakukan. Sementara program yang lebih mahal seperti perbaikan trotoar, pengerukan saluran air baru, hingga perbaikan lapangan olah raga sampai saat ini tidak jelas juntrungannya.
Realisasi aspirasi musrenbang sangat lama dan sangat sedikit
Bagian yang paling membutuhkan koreksi dari sistem musrenbang adalah masalah realisasi aspirasi yang selama ini dirasa sangat lama dan sangat sedikit. Jadi, tidak heran jika muncul anekdot di kalangan RT dan RW bahwa musrenbang tak ubahnya "janji surga". Sebab, program yang diusulkan tahun ini belum tentu diwujudkan dalam tiga tahun ke depan, itupun jika terwujud.