Hari ini, tepat sepekan sejak pelantikan Heru Budi Hartono sebagai Pj alias Penjabat Gubernur DKI Jakarta menggantikan Anies Rasyid Baswedan. Barangkali, ini adalah penunjukan Pj paling menarik perhatian di Indonesia, karena latar belakang politis dan lain sebagainya, walaupun prosedur yang dilalui semuanya sudah sesuai aturan yang berlaku. Tapi tetap saja, seru.
Salah satu hal yang paling menarik dari kebijakan Heru sejauh ini adalah dikembalikannya meja aduan di Balai Kota, yang dilakukannya tepat pada hari pertama ia menjabat. Semua orang tentu masih ingat, kebijakan ini adalah salah satu program andalan mantan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok kala masih menjabat dahulu, yang dihilangkan semasa Gubernur Anies dan digantikan oleh kanal-kanal pengaduan lainnya. Jadi tidak salah jika banyak orang mengartikan kebijakan ini lebih sebagai putusan politis daripada praktis. Pesannya: Pj Heru ingin menghilangkan pengaruh Anies dengan mengembalikan era Ahok, yang tentu saja mewakili dua kubu politik yang sama sekali berseberangan.
Sedikit mengulas kembali, meja aduan di Balai Kota adalah salah satu kanal bagi warga Jakarta untuk mengadukan masalah perkotaan kepada pihak-pihak yang berwenang. Di era Gubernur Ahok, animo masyarakat yang mengadukan masalahnya melalui kanal ini cukup tinggi, terbukti setiap pagi Balai Kota ramai dengan warga, entah yang benar-benar ingin mengadu atau sekedar foto-foto. Di era Gubernur Anies, meja aduan sudah tidak ada lagi. Kanal aduan yang menjadi primadona adalah aplikasi Jaki, yang memang memiliki keunggulan lebih mudah diakses oleh warga kapan saja dan dimana saja melalui ponsel pintar masing-masing.
Meja aduan ala Pj Heru bisa dibilang memiliki mekanisme yang sama persis dengan yang diadakan dahulu. Dibuka di Balai Kota untuk waktu yang terbatas, satu setengah jam saja, selama hari Senin hingga Kamis. Di sini masyarakat bisa mengadukan apa saja mulai dari saluran mampet hingga mismanajemen oleh ASN. Sekilas mungkin terdengar fungsinya seperti tumpang tindih dengan aplikasi Jaki atau kanal-kanal pengaduan lainnya (total ada 13 kanal!) yang dimiliki Pemprov DKI, namun meja aduan juga memiliki kekhasan tersendiri yang tidak dimiliki oleh kanal lainnya.
Pertama, melalui meja aduan setidaknya keluhan warga diterima oleh manusia. Hal ini berbeda dengan Jaki dan kanal-kanal lainnya dimana aduan diterima oleh sistem. Walaupun di balik sistem tersebut ujung-ujungnya juga adalah manusia, namun sebagian warga mungkin lebih nyaman untuk langsung berhadapan dengan wajah manusia ketika mengadukan masalah mereka. Melalui meja aduan, warga juga berkesempatan untuk menjelaskan masalah secara lebih terperinci dan mendapatkan feedback secara langsung oleh pihak yang berwenang -- sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh Jaki sekalipun.
Kedua, meja aduan memberi kesempatan bagi warga untuk mengadukan masalah yang bersifat lebih rumit. Di lapangan, ada kalanya kita menemui kendala saluran air yang tidak selesai walaupun sudah berkali-kali dilaporkan via Jaki, atau masalah yang lebih unik seperti jalan yang ditembok oleh warga. Masalah-masalah seperti itu cocok untuk disampaikan melalui meja aduan dimana kordinasi antar lembaga dapat dilakukan secara lebih langsung melalui gatekeeper penerima aduan.
Ketiga dan terpenting, meja aduan adalah kanal yang paling tepat bagi warga yang ingin bertindak sebagai whistleblower untuk mengadukan masalah penyelewengan yang dilakukan oleh ASN Pemprov DKI. Pengaduan via Jaki selama ini banyak dilarikan kepada kantor Kelurahan atau Kecamatan setempat. Namun, bagaimana bila masalah yang ingin dilaporkan justru berasal dari kedua tempat tersebut? Misalnya, pungli atau birokrasi pengurusan surat yang berbelit-belit. Melalui meja aduan, kita dapat melaporkan masalah-masalah ini secara lebih terbuka dan dapat berharap agar aduan tersebut diteruskan dan tidak menemui jalan buntu.
Kembalinya meja aduan di Balai Kota mungkin sekilas terlihat lebih seperti kebijakan politis daripada praktis. Namun, sebagai warga Jakarta, alih-alih mengkritik, kita seharusnya menyambut kebijakan ini dengan gembira. Setidaknya, bertambah lagi satu kanal pengaduan yang dapat kita gunakan untuk melaporkan masalah-masalah di sekitar kita. Dengan total 13 kanal pengaduan, warga Jakarta benar-benar dimanjakan untuk urusan ini -- sesuatu yang tidak terjadi di provinsi-provinsi lainnya di Indonesia. Sebagai warga Jakarta, hendaknya kita selalu mendukung dan berusaha menyukseskan program-program Pemprov DKI siapapun itu pemimpinnya. Jika pemangku jabatan mulai keluar jalur, maka tidak perlu khawatir. Kan ada kanal-kanal aduan yang selalu siap untuk menerima semua laporan kita!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H