Helatan liga Italia Serie A musim ini adalah sebuah paradoks. Di satu sisi, kita disuguhkan pada persaingan perebutan scudetto yang paling seru selama lebih dari satu dekade terakhir. Setelah sembilan musim dikuasai Juventus, lalu didominasi Inter pada musim lalu, musim 2021/2022 kali ini untuk pertama kalinya perebutan gelar seperti akan berjalan terus hingga pekan terakhir -- dan dengan lebih dari dua pesaing. Di sisi lain, pada musim ini besar kemungkinan kita juga akan mendapatkan juara dengan poin paling rendah sepanjang sejarah Serie A diikuti oleh 20 tim dengan sistem 3 poin per kemenangan, atau sejak musim 2004/2005 yang lalu. Bagi penikmat sepak bola netral, ini adalah tontonan yang sangat menarik. Sebaliknya bagi pendukung salah satu tim kandidat juara, setiap pekan seperti mimpi buruk, karena bisa saja jagoannya yang kebagian jatah terpeleset pada pekan tersebut.
Pada musim ini bukan dua atau tiga, tapi ada empat tim yang masih berpeluang membawa pulang gelar scudetto di tanggal 23 Mei nanti. Berdasarkan urutan di klasemen pada pekan ke-30 saat ini, keempat tim tersebut adalah Milan, Napoli, Inter, dan Juventus. Tim yang disebut terakhir boleh jadi sudah dicoret dari peta persaingan oleh kebanyakan pengamat, namun melihat tertatih-tatihnya laju ketiga tim di atasnya dalam beberapa pekan terakhir, maka semua hal masih mungkin terjadi -- termasuk Si Nyonya Tua kembali tampil sebagai scudetto kejutan di akhir musim. Berita baiknya lagi, keempat tim tersebut adalah kekuatan tradisional Italia yang memiliki sejarah panjang dan kapasitas juara yang tidak perlu diragukan lagi. Napoli memang baru dua kali merasakan manisnya scudetto, namun tidak ada satupun tim di Italia yang berani meremehkan mentalitas anak-anak asal Kota Naples tersebut.
Lantas, bagaimana peluang juara keempat kuda pacu Serie A tersebut? Siapakah yang paling pantas menjadi raja Italia di akhir musim? Mari kita bahas peluang keempatnya berikut ini!
Sebagai pemimpin klasemen saat ini dengan tabungan keunggulan tiga poin dari pesaing terdekat, maka sejatinya Milan secara matematis dan realistis adalah tim yang paling berpeluang keluar sebagai juara di akhir musim. Terlebih lagi, terakhir kali mereka meraih scudetto adalah pada musim 2010/2011 atau sudah lebih dari satu dasawarsa yang lalu, sehingga boleh dikata Milan adalah tim yang paling lapar untuk meraih kembali gelar scudetto yang sudah lama hilang.
Namun sebenarnya jika kita membedah dari sisi materi pemain, tidak salah jika sebagian pengamat menganggap bahwa Milan adalah tim yang paling lemah dari seluruh tim empat besar. Lini serang yang uzur, ditambah dengan lini tengah dan belakang yang minim pelapis membuat Milan hanya memiliki satu keunggulan mutlak dari pesaing-pesaingnya, yakni di sektor penjaga gawang dimana Mike Maignan dapat membuat kepergian Gianluigi Donnaruma secara menyakitkan di awal musim tidak lagi ditangisi oleh para Milanisti. Selain di sektor penjaga gawang, satu-satunya alasan mengapa Milan masih dapat bersaing di papan atas Serie A selama dua musim terakhir adalah satu nama: Stefano Pioli.
Ya, tangan dingin pria yang sebelumnya hanya dianggap sebagai manajer kelas penggembira di Italia tersebut secara tidak terduga telah membuat Milan menjelma menjadi tim yang konsisten dan penuh dengan kejutan. Tanpa dibekali pemain-pemain berlabel bintang, Pioli berhasil mendorong pemain berlabel potensial yang sebelumnya sudah mulai redup untuk memaksimalkan potensi mereka kembali seperti Theo Hernandez, Franck Kessie, Fikayo Tomori, Ismael Bennacer, Brahim Diaz, Rafael Leao, hingga Mike Maignan itu tadi. Namun, ini pula yang menjadi titik lemah tim asal kota mode tersebut. Dengan hanya berbekal pemain yang baru bersinar di satu atau dua musim terakhir dan tanpa pemain yang benar-benar berpengalaman sebagai juara, perjalanan Milan di sisa delapan pertandingan terakhir rentan terpeleset ketika tekanan untuk menjadi juara semakin membesar. Zlatan Ibrahimovic yang digadang-gadang dapat memberikan pengaruh dengan pengalaman juaranya terbukti tidak bisa membohongi usia yang sudah memasuki kepala empat. Sering cedera dan mulai tumpul, rasanya sangat riskan jika Milan mempertaruhkan gelar scudetto di kaki pemain asal Swedia tersebut.
Untungnya, Milan memiliki jadwal sisa pertandingan yang boleh dibilang paling ringan di antara keempat tim yang masih berpeluang merebut scudetto. Walaupun masih akan bertemu para pengganggu seperti Fiorentina, Lazio, dan Atalanta di penghujung musim, dalam tiga pertandingan ke depan Milan "hanya" akan bertemu dengan Bologna, Torino, dan Genoa. Bandingkan dengan Napoli yang akan bertandang ke Atalanta, serta Inter dan Juventus yang malah sudah akan saling bunuh. Jika dapat memaksimalkan tiga pertandingan ke depan menjadi sembilan angka, maka Milan akan memiliki keuntungan psikologis untuk menjadi scudetto karena hampir bisa dipastikan pesaing-pesaing mereka akan kehilangan poin. Dari situ, dengan jarak yang semakin melebar, kekuatan mental dan motivasi seharusnya sudah cukup untuk mendorong Milan ke garis finish melalui rintangan-rintangan yang berat. Jadi ya, Milan masih memiliki peluang juara yang paling besar di antara keempat kuda pacu, dengan catatan mereka dapat melewati tiga pertandingan ke depan dengan sempurna.
Napoli
Kisah sukses Napoli di musim ini adalah kisah lama yang terulang kembali. Bagaimana tidak? Selama beberapa musim terakhir, Napoli menunjukkan laju yang hampir mirip. Ganas dan cemerlang di awal musim, hanya untuk mulai meredup di tengah dan pada akhirnya kehabisan bensin alias burnout di penghujungnya. Pada musim ini, setelah menorehkan catatan yang nyaris sempurna di 11 pertandingan pertama, Napoli tidak kuasa menahan dinginnya bulan Desember dan mulai mengalami siklus redup dengan mencatatkan tiga kekalahan dan hanya satu kemenangan di bulan tersebut.
Namun ada yang sedikit berbeda dengan perjalanan Napoli pada musim ini. Jika sebelumnya mereka cenderung terus mengalami penurunan sejak memasuki pergantian tahun, maka di musim ini, seolah belajar dari kesalahan-kesalahan sebelumnya, Napoli secara meyakinkan menunjukkan kekuatan mental dengan bangkit kembali untuk memperbaiki posisinya di klasemen menjelang penghujung musim. Selama tiga bulan sejak Januari hingga Maret, terbukti Napoli hanya mencatatkan satu kekalahan dari 11 pertandingan yang sudah dijalani. Sialnya, kekalahan tersebut didapat dari rekan sesama pesaing juara yakni Milan yang kini bertengger sebagai pemuncak klasemen.
Jadwal sisa Napoli sebenarnya sebelas dua belas dengan Milan, yakni tidak susah-susah amat. Bedanya, jika Milan mendapatkan lawan yang lebih susah di belakang, maka Napoli sudah akan bertemu dengan lawan berat di tiga pertandingan ke depan yakni Atalanta, Fiorentina, dan Roma. Seandainya mereka dapat melalui ketiganya dengan hasil positif dan tidak tertinggal jauh atau malah mendekatkan jarak dengan Milan, maka I Partenopei boleh bermimpi besar membuat bangga almarhum Diego Armando Maradona dengan meraih scudetto pada musim ini, setelah sebelumnya legenda sepak bola tersebut membantu Napoli meraihnya terakhir di musim 1989-1990.
Di atas kertas, Napoli sebenarnya memiliki lini depan dan tengah yang lebih kuat daripada I Rossoneri. Victor Osimhen tetaplah menjadi salah satu striker terbaik di Serie A walaupun dengan koleksi hanya 11 gol di Serie A sejauh ini, statusnya sebagai penyerang mematikan memang sedikit overrated. Tapi Napoli tidak hanya Osimhen seorang. Masih ada Lorenzo Insigne, Dries Mertens, bahkan Hirving Lozano dari sayap yang semuanya cukup mematikan. Sementara dari lini kedua, Elif Elmas, Fabian Ruiz, dan Piotr Zielinski adalah gelandang-gelandang berbahaya dengan koleksi gol yang sudah memasuki angka dua digit di antara ketiganya. Setelah Milan, Napoli adalah unggulan kedua dalam bursa scudetto musim ini. Catatannya juga sama, sekiranya setelah tiga pertandingan ke depan mereka minimal bisa menjaga jarak tetap hanya tiga poin dengan pemuncak klasemen, seketika peluang juara mereka akan langsung membesar setelah itu.
Jika Napoli memiliki trend burnout yang buruk, maka Inter jauh lebih buruk lagi. Tim sekota Milan ini bahkan memiliki kebiasaan jelek yakni cepat berpuas diri, yang melegenda pada musim 2010/2011 ketika mereka gagal total di semua kompetisi yang dijalani, setelah sebelumnya begitu perkasa dengan meraih treble: Serie A, Liga Champion, dan Copa Italia pada musim 2009/2010. Musim ini sepertinya tidak akan menjadi musimnya Inter semata karena satu hal, yakni karena mereka telah meraih scudetto pada musim sebelumnya. Singkatnya, Inter yang kita lihat pada musim ini adalah tim yang sudah puas, bukan lagi tim yang lapar seperti kemarin.
Padahal dari segi materi pemain, Inter relatif tidak banyak berubah. Benar bahwa mereka kehilangan dua pilar penting dalam diri Romelu Lukaku dan Achraf Hakimi, namun mereka menemukan pengganti sepadan dengan transfer cerdas Edin Dzeko dan Denzel Dumfries. Itupun masih belum menghitung bonus gratisan yakni gelandang kreatif Hakan Calhanoglu yang menyeberang dari tim sekota. Di sisi lain, setelah kehilangan Donnaruma dan Calhanoglu, Milan hanya mampu mengganti sang kiper terbaik Piala Eropa dengan Maignan yang belum sepenuhnya teruji pada saat itu. Calhanoglu malah tidak dicari penggantinya sama sekali.
Masih kurang bukti bahwa Inter mengalami burnout? Dalam tujuh pertandingan terakhir, Inter hanya mampu meraih tujuh angka, hasil dari dua kekalahan, empat imbang, dan hanya satu kemenangan. Padahal di bulan Januari, Inter masih nyaman di puncak dan sepertinya akan mulus mendapatkan scudetto kedua mereka secara berturut-turut.
Di atas kertas, Inter sebenarnya masih memiliki tim terbaik di Serie A pada musim ini. Lautaro Martinez, Nicolo Barella, serta duet Alessandro Bastoni dan Milan Skriniar adalah pemain terbaik di posisinya masing-masing di Serie A. Karena itu, Inter masih memiliki kans juara yang cukup besar. Syaratnya, mereka harus dapat sesegera mungkin memutus trend penampilan buruk mereka belakangan ini. Jika perlu, pada pertandingan selanjutnya mereka wajib mengalahkan Juventus, selain untuk mendapatkan tiga poin, juga untuk meningkatkan moral pemainnya agar kembali percaya bahwa mereka dapat memenangkan persaingan scudetto pada musim ini. Hal ini sangat mungkin, sebab Inter adalah satu-satunya tim yang memiliki kapasitas untuk mengalahkan semua tim di Serie A. Bisa dibilang, musuh terbesar I Nerazzuri sekarang adalah diri mereka sendiri.
Juventus
Pada musim-musim yang lain, tim di posisi empat dengan ketertinggalan tujuh poin dari pemuncak klasemen dengan delapan pertandingan sisa sudah pasti akan dicoret secara otomatis dari persaingan scudetto. Tapi tidak pada musim ini. Selain karena ketatnya persaingan di papan atas, juga karena tim di posisi empat yang kita maksud adalah Juventus, kolektor 36 gelar juara Serie A yang sembilan di antaranya didapat secara berturut-turut belum lama ini.
Faktanya, Juventus adalah tim dengan penampilan terbaik di Serie A semenjak bulan Desember tahun lalu. Selain belum merasakan kekalahan sejak bulan tersebut, Juventus juga menunjukkan diri sebagai tim yang paling niat untuk memperbaiki penampilan dengan mendatangkan properti terpanas di Serie A dalam diri Dusan Vlahovic dengan nominal uang yang tidak sedikit, yakni 70 juta Euro plus bonus. Di tengah carut marutnya kondisi keuangan tim-tim di Serie A karena pandemi, langkah I Bianconeri yang berani menggelontorkan jumlah uang sebesar itu hanya untuk satu pemain di bulan Januari dapat dipandang sebagai sebuah pernyataan tersendiri.
Seandainya liga dimulai pada bulan Januari, maka sudah pasti Juventus adalah juaranya. Namun, Serie A dimulai pada bulan Agustus tahun lalu, dan Juventus harus membayar mahal start buruk mereka pada awal musim. Hal yang menghalangi Juventus untuk meraih scudetto saat ini semata hanya karena jarak yang sudah cukup jauh dengan pemuncak klasemen. Satu kekalahan dari Inter pada pertandingan Serie A berikutnya sudah cukup untuk memupus harapan juara Si Nyonya Tua. Jika menang, maka persaingan untuk menjadi juara kembali terbuka walaupun harus bergantung pada hasil tim-tim lain. Apapun itu, Juventus setidaknya telah mempersiapkan diri dengan baik untuk menghadapi musim depan.
Bagaimana dengan anda? Siapakah menurut anda yang paling layak merebut scudetto pada musim ini? Siapapun yang anda jagokan, setidaknya kita patut bersyukur bahwa pada musim ini kita kembali disuguhi persaingan di Serie A yang seru dan menegangkan hingga memasuki pekan terakhirnya!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI