Mohon tunggu...
rwp siska
rwp siska Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat perspektif yang terselip

Mari Mengencani Perspektif Saya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pulang Kampung Saat Corona, Kebutuhan Emosional Vs Evaluasi Rasional

6 April 2020   10:37 Diperbarui: 7 April 2020   15:57 2521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemudik yang menggunakan KM Dobonsolo tiba di Pelabuhan Penumpang Tanjung Priok, Jakarta, Minggu (9/6/2019). KM Dobonsolo mengangkut 1.542 orang peserta mudik balik gratis sepeda motor yang berangkat dari Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. (ANTARA FOTO/DHEMAS REVIYANTO)

Hal ini menjadi dilema yang berkepanjangan dan sulit untuk diputuskan. Mencari rasa aman dengan menghabiskan waktu dengan orangtua adalah hal yang menyenangkan sekaligus membahayakan. 

Usia orangtua kita (kondisi kesehatan yang juga sudah tak sama) adalah usia yang rentan terhadap Corona. Naluri seorang anak membuat kita ingin berada di dekatnya untuk merawat mereka.

Demikian juga halnya orangtua kita, setua apa pun mereka, keinginan untuk tetap melindungi masih tetap ada. Fungsi keluarga sebagai pelindung bagi para anggota keluarganya dari gangguan, ancaman, atau kondisi yang menimbulkan ketidaknyamanan semakin terasa pada bencana ini (sumber).

Bencana seperti ini tidak familiar di Indonesia sehingga psikologi masyarakat juga tidak familiar dalam merespons kondisi ini. Jika bencana alam terjadi di Indonesia, masyarakat masih bisa berkumpul dengan keluarga untuk saling menguatkan (bahkan  tim SAR akan membantu mencari anggota keluarga yang terpisah dan mempertemukan mereka). 

Sementara, wabah Corona menyebabkan tidak adanya  pembedaan antara keluarga dan bukan keluarga. Semua dianggap sebagai individu yang berdiri sendiri dan berpotensi menyebabkan penyebaran virus jika berinteraksi dengan individu lainnya. 

Padahal dalam semua kondisi bencana, kita mendambakan rasa aman. Tidak bisa dipungkiri, kebutuhan berkumpul bersama keluarga adalah seruan dari dalam diri kita yang sangat kuat.

Sayangnya jika bepergian atau berkumpul bersama mereka, kita berisiko membawa virus yang kadang berhari-hari tidak kita ketahui. Kondisi ini menghadapkan kita pada kebutuhan emosional versus evaluasi risiko yang rasional.

Pada saat seperti ini, penting bagi kita untuk bersikap rasional untuk "mengamini" imbauan physical distancing dengan tetap tinggal di rumah, tidak bepergian, apalagi pulang ke kampung halaman.

Pilihan rasional ini bukan hanya untuk kebaikan orangtua kita yang sudah lanjut usia atau keluarga, tetapi juga untuk semua orang yang kita temui, kita harus melakukan  physical distancing. 

Imbauan physical distancing memang terdengar menakutkan dan tidak nyaman, tetapi harus dijalankan untuk menghindari jutaan kematian yang dapat dicegah. Kita harus tetap melihat ke depan, pandemi Corona pasti akan berakhir. Mungkin butuh beberapa bulan, tetapi kita semua bisa saling menguatkan satu sama lain, sembari membayangkan hal bahagia apa yang akan dilakukan ketika semua ini berakhir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun