Minggu, 23 Oktober 2022. Mahasiswa Pertukaran Merdeka angkatan 2 Universitas Pendidikan Indonesia kembali melakukan kegiatan Modul Nusantara dengan Tema Kebhinekaan. Kegiatan kali ini adalah kunjungan ke salah satu kampung ada yang ada di Provinsi Jawa Barat. Kampung Adat desa Cireundeu adalah tujuan pada kegiatan tersebut. Kampung Adat desa Cirendeu adalah salah satu desa yang memiliki kepercayaan sunda wiwitan.
Akan tetapi ada beberapa pihak yang berpendapat bahwa Sunda Wiwitan juga memiliki unsur monoteisme purba, yaitu di atas para pangersa dan hyang dalam pantheonnya terdapat dewa tunggal tertinggi maha kuasa yang tak berwujud yang disebut Sang Hyang Kersa yang setara dengan Tuhan Yang Maha Esa.Â
Penganut ajaran ini dapat ditemukan di beberapa desa di provinsi Banten dan Jawa Barat, salah satu kampung penganut kepercayaan ini adalah kampung ada desa Cireundeu Kota Ciamis, Jawa Barat. Menurut penganutnya, Sunda Wiwitan merupakan kepercayaan yang dianut sejak lama oleh orang Sunda sebelum datangnya ajaran Hindu dan Islam.Â
Secara universal, semua manusia memang mempunyai kesamaan di dalam hal Ciri Manusia. Namun, ada hal-hal tertentu yang membedakan antara manusia satu dengan yang lainnya. Dalam ajaran Sunda Wiwitan, perbedaan-perbedaan antarmanusia tersebut didasarkan pada Cara Ciri Bangsa yang terdiri dari Rupa, Adat, Bahasa, Aksara, dan Budaya.
Sunda Wiwitan tidak mengajarkan banyak tabu kepada para pemeluknya. Seperti yang kita ketahui bahwa tabu adalah suatu pelarangan sosial terhadap kata, benda, tindakan, atau orang yang dianggap tidak diinginkan oleh suatu kelompok, budaya, atau masyarakat. Tabu bisa berupa ucapan (mengucapkan sesuatu yang dilarang), dan tindakan (melakukan suatu tindakan yang dilarang). Tabu utama yang diajarkan di dalam agama Sunda ini hanya ada dua.Â
Yang tidak disenangi orang lain dan yang membahayakan orang lain. Yang bisa membahayakan diri sendiri. Akan tetapi karena perkembangannya, untuk menghormati tempat suci dan keramat (Kabuyutan, yang disebut Sasaka Pusaka Buana dan Sasaka Domas) serta menaati serangkaian aturan mengenai tradisi bercocok tanam dan panen, maka ajaran Sunda Wiwitan mengenal banyak larangan dan tabu. Tabu (dalam bahasa orang Kanekes disebut "Buyut") paling banyak diamalkan oleh mereka yang tinggal di kawasan inti atau paling suci, mereka dikenal sebagai orang Baduy Dalam.
Sebelum hadirnya agama impor di Indonesia, masyarakat Indonesia zaman dahulu menganut agama asli nusantara yang sangat unik dan beragam. Namun, seiring dengan masifnya perkembangan agama impor tersebut, banyak agama asli nusantara yang semakin terpinggirkan dan bahkan tak diakui negara. Padahal, agama asli nusantara tersebut masih memiliki banyak penganut dan lestari hingga saat ini.Â
Pemerintah Indonesia hanya menetapkan enam agama resmi yang diakui oleh negara, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Agama lain selain itu dianggap sebagai aliran kepercayaan seperti animisme atau dengan kata lain tak diakui negara atau ilegal.Â